“kamu pernah dengar cerita mayat yang bisa berjalan?”
“belum. memangnya bisa?”
“di Toraja itu tetap terjaga. Gilakan!!”
“kamu mau kesana?”
“besok saya mau kesana, mencoba berpetualang dengan bermodalkan
gila kawan!”
“kamu pergi sama siapa?”
“saya pergi snediri di temani motor butut saya”
“kamu memang gila kawan”
Kira-kira seperti inilah percakapan "maya" saya
dengan salah satu teman yang suka traveling.
Sore masih panjang. Dengan semangat yang keterlaluan, saya
mencoba memanaskan motor dan memulai perjalanan dari rumah ke tugu Adipura.
Perjalanan ke Toraja saja bisa memakan waktu sampai delapan jam dari kota
Makassar dan sore ini saya masih sempat menghabiskan sebatang rokok terlebih
dahulu [baca: ini ritual tersendiri].
Kira-kira jam 3 sore saya memulai trip gila ini. Angin
sepoi dan keramaian jalan memang cukup menghibur trip kali ini. Kerel dan
matras masih setia di punggung, tidak terasa sore mulai berganti menjadi malam
dan pintu gerbang kabupaten Parepare belum juga terlihat. Masih dengan model
yang sama, semangat. Meskipun sebenarnya dompet saya tidak bersemangat. Tapi
disemangatkan sajalah.
Tiba di kota Parepare saya istirahat sambil menghabiskan
bekal dari rumah, nasi dan "ikan paku" spesial yang saya buat
sendiri. Selepas lelah saya kembali memulai perjalanan. Kali ini kabupaten Rappang
yang saya lalui. Malam yang dingin dan jalan yang cukup berkelok memang menjadi
tantangan tersendiri. Kerlap lampu jalan dan kendaraan silih berganti
menerangi. Dengan hati-hati saya mencoba menikmati perjalanan dengan sesekali
mengisap rokok kretek kebanggan lelaki.
Setelah berjam-jam akhirnya saya bertemu dengan hujan yang
sialan. Ini di Enrekang. Jalanan berkelok dan sementara dalam pekerjaan membuat
sedikit perjalanan saya terhambat. Belum lagi mobil truk yang mengambil hampir separuh
badan jalan menghalangi pandangan saya. Kabut yang turun membuat saya harus
singgah di warung sederhana dan menikmati segelas kopi tubruk racikan Pak
Nawing (tuan rumah yang budiman). Jaket tebal yang saya gunakan tidak mempan
menahan dingin. Alhasil, gemetar romantispun saya rasakan [baca: mencoba
memeluk diri sendiri].
Satu yang perlu saya catat dalam perjalanan ini, masyarakat
Enrekang itu sangat ramah, dia bahkan menawari saya untuk menginap di rumahnya
saja jika memang sudah terlalu capek. Ini yang membuat saya semakin kagum
dengan beliau dan keramahannya.
Sekitar setengah jam istirahat, saya akhirnya pamit dan
memulai lagi perjalanan ini. Semakin jauh berjalan, samakin tebal kabut yang
yang saya temui. Sedikit "amazinglah" saya bisa bertahan dalam
keadaan seperti ini. Di perjalanan hanya mobil yang melambung atau terlambung
dengan sendirinya. Saya mencoba mengimbangi dingin dengan menggerak-gerakkan
tubuh sambil tetap berhati-hati. Kalau nanti teman-teman mau trip ke Toraja,
saran saya jangan mulai perjalanannya dari sore. Akibatnya seperti saya ini.
Kedinginan dan perlu lebih berhati-hati. Diambang lelah saya berharap jalanan
ini dengan sendirinya menjadi dekat agar saya bisa lebih cepat tiba.
Dan ini dia yang saya tunggu. Ucapan selamat datang di
Kabupaten Toraja. Pukul 24.00 malam saya tiba setelah menempuh perjalan sekitar
300 kilo dari Makassar. Dari perbatasan saya masih harus melalui beberapa
kecamatan untuk sampai di kota Rante Pao.
Tiba di Rante Pao saya masih sempat singgah untuk menikmati
kopi khas toraja yang legendaris itu sebelum menuju penginapan. sebelum baring
saya mengutuk dalam hati, akhirnya
orang gila ini bisa juga sampai di toraja.
0 komentar:
Posting Komentar