Setelah
kotaku dengan gembira diledakkan hujan empat hari berturut-turut
kau
masih setia di atas kasur membujurkan tubuhmu ke jendala
menghitung
kebencian yang ikut menetes dari rembes air di atapmu
membayangkan
setumpuk selimut menutup buah dadamu dan aku ikut memelukmu dari salah satu
celah pelukanmu, juga bertelanjang dada menghadap ke kiblat
satu
tanganku menyamar menjadi rambutmu dan mengusapnya sedemikian lena
simsalabim,
aku dikutuk menjadi pikiranmu
maka
jadilah kita seselimut sambil meringkih manja.
Setelah
hujan reda dan air kian rendah, kau berjalan dengan helai celana dalam
menuju
ke bagasi memanaskan mesin mobil
lalu
kembali ke atas kasur dan menyeretku sambil menyulap air mani
menjadi
bahan bakar darurat yang tak ada habisnya
mobil
ini adalah kendaraan yang digunakan adam ketika diungsikan ke bumi, katamu
sambil mencium buah wajahku dengan mata terpejam
tapi
saat itu surga sedang tak banjir, kataku sambil menyelinap di tengkukmu
Kau
menggiringku ke suatu tempat di atas langit
menutup
wajahku dengan bra merah yang kau petik dari pohon iklima
di
luar rumah, para lelaki tak melihat kita sebab ia sibuk mengungsi pada
ketinggian cahaya
sedangkan
perempuan memenuhi mulutnya dengan hujat hujan
dan
ramai berziarah ke rumah ibadah
berdoa
agar banjir menjadi selangkangan pelacur
tak
tahu bahwa di bawah hujan anak-anak mereka sedang bercinta dengan kematian
Setelah
empat hari berseling matahari, hujan menjadi lima, enam, dan seterusnya
lalu
banjir kian menganga membuaskan manusia menjadi beton bertingkat
mereka
mengungsi ke mal dan gedung tinggi
membawa
setiap masalah dan menyimpulkan kematian di kepalanya
menjarah
setiap makanan, juga perawan yang butuh dijarah
lalu
kota ini berubah menjadi museum masa lalu
Manusia
menuju ladang perburuan abadi
sedang
kita masih asik bercinta di dalam mobil adam sambil dituntun oleh Tuhan
0 komentar:
Posting Komentar