Aku
mencuri sajak Sapardi, agar kau bisa dengan mudah memahami. Aku ingin
mencintaimu dengan sederhana. Tak perlu api kepada kayu atau awan kepada hujan.
Di bawah bulan, sepasang kita sedang menunggu pagi tanpa kantuk. Seperti lampu
jalan, menunggu seorang waktu memadamkan cahaya, agar ia nampak seolah perca
pelukan bayi dalam rahim. Mungil, bercahaya, dan selalu dinantikan.
Aku
mencuri lengan ayahmu. Penyimpan semua hal lemah dalam tubuhmu. Ia yang pernah
menjadi raksasa, saat kau kecil belajar berjalan. Kau meminjam lengannya untuk menghentikan
berai tangismu. Memadamkan takut untuk menyalakan cerai tawamu. Ia selalu
menyediakan lengan paling perkasa untuk melindungimu.
Aku
mencuri senyum ibumu yang lembut. Ia pembuat kopi paling ajaib. Diselipkan
hujan dalam cangkirku, menenangkan, tak pernah habis, membuatku betah
mencintaimu. Setiap ia menyeduh kopi untukku, selalu ada kota dengan orang
asing yang tersenyum di dalamnya. Aku berharap kau ingin menjadi aku, penikmat
kopi ajaib dengan cinta yang tulus.
Aku
mencuri hatiku sendiri, agar kupastikan ia tak bisa mencintai siapapun lagi. Dengan
caraku sendiri, aku menyembunyikannya dalam kopi ibumu yang dijaga lengan
ayahmu. Tabah, setia, dan penuh kemungkinan.
0 komentar:
Posting Komentar