ketika
kecil, ayah senang mengajak aku ke toko mainan. di toko ini ia membeli
robot-robot yang aku suka. tapi ayah selalu menolak jika aku ingin meminjamnya.
“jangan,
robot ini punya senjata dan tak memiliki perasaan”
“mengapa
jika ia punya senjata dan tak memiliki perasaan, ayah?”
“ia
akan berubah menjadi musuh dan membunuhmu, nak”
saat
pulang ke rumah, aku melihat barisan tentara dengan senjata di pundaknya. mereka
bernyanyi sambil menghentakkan kaki. pandangannya buas dan siap menghantam
apapun yang menghalangi jalannya.
“ayah,
tolong beli juga tentara itu. mungkin ia tak berperasaan dan akan membunuh
kita”
“tapi
tentara itu punya perasaan, nak. mereka dilatih untuk melindungi negara”
sejak
itu, setiap melihat robot dan tentara, aku membayangkan mereka akan berperang
untuk melindungi negaranya masing-masing.
“ayah,
kalau mereka berperang, aku akan jadi bajak laut Luffi saja”
ayah
tertawa mendengar niatku
ia
kemudian menggendongku dan berbisik
“bajak
laut dengan bendera tengkorak itu jenis manusia setia dan sangat mencintai
negaranya. ia selalu membantu orang lain meskipun dibenci oleh pemerintah
dunia”
sejak
kecil, aku memang penggemar kartun One Piece
ayah
dengan senang hati membelikan komiknya untuk kubaca
“jangan
pernah membenci bajak laut yang dianggap jahat”
setelah
dewasa, ramalan ayah ternyata berubah. robot-robot itu tumbuh menjadi seorang
politisi. ia tak bersenjata, juga tak berperasaan. ia senang menjadi garong dan
merampok negaranya sendiri. pekerjaannya adalah membuat undang-undang dan
bermain sinetron. sinetronnya membuat kita sedih dan patah hati. bahkan tentara
yang bersenjata itu tunduk padanya.
“jadi
siapa yang akan menyelamatkan negara ini?”
ayah
telah tiada tapi robot-robot yang pernah ia beli masih tersimpan di gudang.
“seandainya
dulu ayah mampu membeli semua robot, mungkin politisi ini punya perasaan”
gumamku
dalam hati sambil mendengar berita oknum politisi menonton bokep saat sidang paripurna.
0 komentar:
Posting Komentar