Berita tes keperawanan dan keperjakaan
belakangan ini kembali menghibur dunia pergosipan Indonesia. Setidaknya, berita
kisruh KPK dan Polri punya tandingan. Siapa yang komedinya paling tragis?
Cekidot!
***
Alkisah, jauh di
selatan Atlantis, negeri yang berdiri kokoh dengan peradaban yang maju,
terhampar di sebereng pilar-pilar Herkules. Berdiri kerajaan merdeka bernama Jembatan
Utara atau disingkat Jembut. Dalam kamus bahasa Atlantis, Jembut diartikan
sebagai daerah yang tidak perlu diperangi jika ingin dikuasai. Cukup tipuan
sulap, penduduk kerajaan Jembut akan terpukau hebat.
Setelah kebudayaan
Jembut tumbuh subur. Masalah-masalah baru muncul. Salah satunya adalah, seks
bebas. Ini membuat salah seorang dewan kerajaan mengusulkan agar dibentuk
peraturan jasa kerajaan – perjaka, perihal perilaku yang baik dan terpuji. Salah
satu ayat dalam perjaka itu mengatur tentang tes keperjakaan dan keperawanan
sebagai syarat kelulusan siswa di tingkat Sekolah Menengah Lanjutan - SML.
Si Peler, Siswa SML yang
punya pacar bernama Telek mulai merasa kalau hubungan percintanya terancam.
Segala kisah asmaranya akan terbongkar ke khalayak ramai. Terang saja, Ayah Telek
adalah Mangkubumi Kerajaan Jembut dan Ibu Peler adalah Istri Mangkubumi. Mereka
berdua menjalin kisah cinta yang absurd dan tidak biasa.
Sesuai rancangan peraturan
jasa kerajaan, mereka yang ketahuan tidak lagi perjaka dan perawan, digugurkan
dalam kelulusan SML. Diasingkan sebagai pengkhianat dan tidak diperbolehkan
menginjakkan kaki kembali.
Tentu ada pengecualian.
Mereka yang mampu menyewa juru hukum dan sanggup membayar suap ke dewan
kerajaan, akan diloloskan dari tes yang bertujuan baik tapi sebenarnya adalah
hukuman.
Meskipun dibela juru
hukum paling terkenal semacam Marcus Tullius Cicero dan mampu menyuap dewan
kerajaan yang memang senang disuap, Peler dan Telek tidak mampu menjelaskan
kepada orang tua mereka. Mengetahui kalau anak lelakinya tidak perjaka dan gadisnya
tidak perawan lagi adalah aib besar keluarga yang memalukan.
Sembari menunggu hasil
rapat dewan kerajaan, mereka berdua terus dipusingkan dengan berita tes
keperawanan ini. Mereka berdoa kepada Dewa Lama dan Dewa Baru agar anggota
dewan kerajaan itu diberi kesadaran yang membuatnya membatalkan tes menakutkan
ini.
Harapan itu setia, tapi
selalu dikhianati kenyataan. Terjadilah apa yang paling mereka berdua takutkan.
Dokter dari penjuru kota mulai dikumpulkan. Satu bulan lagi, tes keperjakaan
dan keperawanan akan dilakukan di alun-alun kota. Alamak!
Telek mulai pasrah. Ia
menerima kenyataan jika harus diasingkan dari kerajaan Jembut. Tentu lebih
menyakitkankan lagi kenyataan jika keluarganya akan menanggung malu karena
dirinya. Pasrah adalah jalan satu-satunya. Padahal, banyak jalan lain menuju
Roma.
Peler tidak kehabisan akal. Ia kemudian
menelepon temannya di Amerika, Malia Obama – anak sulung Presiden Amerika
Serikat, Barack Obama. Peler meminta dikirimkan obat pemulih keperawanan.
“Gile lu Ndro, sejak kapan perawan bisa
dipulihkan, Bangke!”
“Katanya
negara kamu mampu melakukan apa saja. ISIS
mampu kamu bentuk, tentaramu membunuh bayi dan perempuan tidak berdosa
di timur tengah. Masa pemulih keperawanan tidak bisa kamu ciptakan?’’
“Hush,
jangan bahas itu di telepon. Nanti kamu disadap Rusia dan terbongkar lagi
keburukan Amerika. Biarlah kita yang tahu. Itu urusan ayah saya, nanti kalau
sudah besar, kita lagi yang…”
“Aha,
Rusia. Betul. Apa yang tidak bisa dilakukan Amerika, pasti mampu diciptakan
Rusia. Terima kasih. Assalamualaikum”
“saloom”
Peler menutup telepon dan segera
menghubungi Mariya Putina – anak Vladimir Putin, Presiden Rusia.
“Nomor yang anda hubungi sedang
berkencan, innallaha ma’ashobirin.
Bersabarlah beberapa menit lagi atau tinggalkan pesan setelah mendengar suara
ledakan berikut: DOR”
Peler mulai putus asa.
Hari tes keperawanan dan keperjakaan kian dekat. Telek sudah memikirkan
beberapa kemungkinan jika tes itu akan dilakukan. Salah duanya adalah bunuh
diri atau melarikan diri.
Pilihan terbaik
sepertinya jatuh pada bunuh diri. Kalau melarikan diri resikonya sangat besar.
Kalau bunuh diri, mati dan kerajaan berduka. Mungkin tes ini akan diundur.
Setidaknya menyelamatkan beberapa waktu nyawa orang-orang yang senasib
dengannya. Sungguh mulia pikiran perempuan seperti Telek ketika merasa hidupnya
terancam.
***
Tes
keperawanaan adalah hasil. Sementara menjaga generasi muda adalah proses yang
tidak bisa diabaikan. Sunguh celaka hidup di negara yang lebih memilih memuji
hasil dan mengabaikan proses.
Agama
kemudian dijadikan sebagai jalan keluar paling mulia. Tameng yang melindungi
wajah negara dari tuduhan kebobrokan. Dengan dalih karena agama tidak diajarkan
dengan benar. Mungkin kita lupa, kasus-kasus guru mengaji yang melakukan pencabulan
kepada muridnya sendiri? Suntilik!
Moral
kemudian dianggap rusak. Padahal, banyak keperawanan yang hilang karena ulah penguasa
dan pengusaha yang doyan memesan gadis muda. Beberapa gadis muda yang tergiur dengan
iming-iming uang dari mereka. Simbiosis mutualisme yang asalnya tidak kita tahu
dari mana berawal. Siapa yang membutuhkan siapa. Entahlah.
Dari
pada pemertintah melakukan tes keperawanan dan keperjakaan, mending mereka
melakukan tes kesetiaan. Berapa banyak jiwa yang patah karena bertemu hati yang
salah. Padahal, banyak jomlonisti yang setia tapi disia-siakan. Oh Tuhan yang
Maha Funky.