Jika suatu
negara dihuni seratus tiga puluh empat orang, dua puluh delapan pejuang yang
tak bisa dikalahkan dan sisanya kumpulan orang
cerdas nan santun tapi berjiwa penakut. Maka, akan
datang masa negara itu hanya menyisahkan kisah dan sejarah kelam yang lebam.
Lewat cerita,
dan berita, ketakutan dapat menyebar seumpama penyakit dan dapat menjangkiti siapapun
yang tak siap menghadapi kenyataan. Polisi, anggota dewan, tentara, walikota, presiden dan kita semua memiliki
kemungkinan mengidap penyakit ini.
Jika terus
dipelihara, ketakutan akan menjelma
endapan air. Suatu waktu ia
akan meluap dan menenggelamkan kita sebagai bingkisan sejarah yang akan
dikenang dengan gelar penebar
ketakutan paling berbahaya.
Ketakutan tidak
hanya menyerang pikiran, tapi berdampak pada perilaku. Perilakulah yang
seringkali menunjukkan ketakutan seseorang. Enggan mengatakan cinta kepada seseorang yang ia segani, enggan membela perasaan ketika patah hati, atau
enggan mengkritik pemimpin ketika mengambil kebijakan yang kontra rakyat, adalah
rangkaian mengerikan dari rasa ketakutan.
Begitulah benih
ketakutan tumbuh. Ia serupa
pohon lebat. Jika dibiarkan subur dan
panjang umur, kelak anak cucu kita memakan buahnya dan mereka tumbuh sebagai
penakut generasi lanjut. Generasi yang tidak jauh berbeda dari kita.
***
Cornelia Funke –
penulis buku Inkdeath, mengatakan “Ketakutan
membunuh segalanya,
akal, hati, dan juga fantasi.” Akal memberi manusia ide, hati memberi manusia
rasa, sementara fantasi dapat mendorong keduanya menjadi nyata.
Beberapa orang
percaya bahwa dengan memiliki tiga
hal itu, seseorang
dianggap manusia.
Maka ketika tiga hal itu dibunuh, sama saja kita telah mati. Mati sebagai orang
yang tak bisa melawan ketakutan.
Belakangan ini, banyak
orang dengan lantang menyerukan suara perdamaian dan keamanan. Membela kepentingan orang banyak
yang terancam oleh kelakuan bengis segelintir orang yang dijuluki penjahat
bermotor.
Adalah Makassar
Harus Aman. Tagar di media sosial yang disebar seperti benih. Diharapkan merajalela agar mampu mengurangi
– bahkan menghilangkan, teror penjahat bermotor.
Dalam film X-Men
Day of Future Past, saya menemukan percakapan menarik antara Charles tua dengan bayangan dirinya sendiri ketika masih muda yang datang dari masa lalu. Charles
memiliki kekuatan yang sanggup mendengar semua rintih ketakutan manusia. Ketika
bertemu dengan Charles tua, bayangan itu menuturkan ketakutannya setiap
mendengar suara itu. Tapi
Charles tua menanggapi dengan bijaksana “Bukan
derita mereka yang kau takutkan, tapi deritamu sendiri, Charles.”
Perihal
orang-orang yang gemar menggunakan tagar Makassar Harus Aman. Apakah ini
keresahan sosial atau ketakutan pribadi? Atau bisa jadi keduanya? Memang
mengerikan jika membayangkan diri kita yang menjadi korban kebanalan dan
kebinalan penjahat bermotor.
Semakin
sering kita membela ketakutan orang banyak, semakin menunjukkan betapa kita
adalah orang yang tak bisa menaklukkan ketakutan. Manusiawi? Tentu.
Saya
tidak tahu apakah semua orang yang menggunakan tagar itu benar-benar membela
kepentingan orang banyak atau berusaha untuk meredam ketakutan dirinya. Apapun
alasannya, tidak penting lagi. Kota kita memang harus berbenah. Aksi penjahat
bermotor ini bukan hanya menyerang fisik – bahkan sampai membunuh. Beberapa
teman yang mendengar kebejatan penjahat bermotor juga merasa menjadi korban.
Korban yang mentalnya terkoyak-koyak oleh berita penjahat bermotor itu.
***
Ketakutan
adalah suatu tanggapan emosi
terhadap ancaman.
Takut adalah suatu upaya
pertahanan hidup yang terjadi sebagai balasan
terhadap gejolak batin
tertentu, seperti rasa sakit
atau ancaman bahaya. Pranala yang
menjelaskan tentang ketakutan ini saya temukan pada halaman di wikipedia.
Tidak
ada cara untuk menemukan bentuk ketakutan. Ia seperti mitos, bisa diyakini atau
dianggap hanya angin lalu. Tapi ketakutan selalu menyala dalam benak setiap
orang. Maka cara terbaik untuk mengalahkannya adalah menemukan penyebabnya.
Ketakutan
berhasil membuka mata kita bahwa di luar sana - di jalanan, warung kopi, rumah
ibadah, banyak ancaman yang bisa saja melukai diri kita. Semakin mencari tempat
aman untuk menghindari ketakutan, semakin besar dan setia bayangan ketakutan
menguntit kita.
Tentang
ketakutan, saya mengingat pesan Mega Irawan - seorang kawan yang senang diajak beridiskusi
tentang banyak hal, “Ketakutan tidak mengubahmu dan menjadikanmu lebih baik
dari ketakutan itu sendiri”
Pesan
itu membuat saya ingin bertanya kepada walikota, Benarkah hal paling menakutkan
adalah ketakutan? Mungkin walikota bisa menjawab itu ketika kota kita telah dijuluki
sebagai kota terbaik yang pura-pura aman.