Seseorang yang Aku Sebut dalam Puisiku
[untuk: joko pinurbo]
kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain
dinding-dinding masa membentuk kurun yang jauh lebih kutub dari selatan
kehilangan mata bukan berarti buta
kita melihat sesuatu keutuhan yang orang lain buta kepadanya
kehilangan telinga bukan berarti tuli
kita mendengar apa yang orang lain tidak cukup mampu mendengarnya
hidup adalah kutukan dan mati adalah cara untuk melepasnya
penjara-penjara menjadi surga bagi mereka yang ikhlas menerima segala tiba
tapi tidak pada tirani bagi mereka yang selalu mempertanyakan hakikat
matahari merendah dan panasnya ikut salibkan tuduh
kita sejenis buas yang hidup dalam kapas-kapas tanpa nafas
lalu mati kita adalah impas dari nifas selangkiri ibu yang kananya menjadi doa
kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain
warna apa lagi yang luput dari penerimaan
setelah semua cukup menjadi nama atas berhala-berhala retina
di sinilah ilham mulai dijatuhkan Tuhan kepada tinta
lalu dari gores-gores resah yang terayatkan
kita mulai membacanya satu demi bait lalu memahami sebagai kaki tangan kehidupan
kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
ternyata kita adalah pelupa atas tulis dan akhirnya orang lupa menjadi baca dalam tulis kita
Makassar, Februari 2013
[untuk: joko pinurbo]
kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain
dinding-dinding masa membentuk kurun yang jauh lebih kutub dari selatan
kehilangan mata bukan berarti buta
kita melihat sesuatu keutuhan yang orang lain buta kepadanya
kehilangan telinga bukan berarti tuli
kita mendengar apa yang orang lain tidak cukup mampu mendengarnya
hidup adalah kutukan dan mati adalah cara untuk melepasnya
penjara-penjara menjadi surga bagi mereka yang ikhlas menerima segala tiba
tapi tidak pada tirani bagi mereka yang selalu mempertanyakan hakikat
matahari merendah dan panasnya ikut salibkan tuduh
kita sejenis buas yang hidup dalam kapas-kapas tanpa nafas
lalu mati kita adalah impas dari nifas selangkiri ibu yang kananya menjadi doa
kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain
warna apa lagi yang luput dari penerimaan
setelah semua cukup menjadi nama atas berhala-berhala retina
di sinilah ilham mulai dijatuhkan Tuhan kepada tinta
lalu dari gores-gores resah yang terayatkan
kita mulai membacanya satu demi bait lalu memahami sebagai kaki tangan kehidupan
kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
ternyata kita adalah pelupa atas tulis dan akhirnya orang lupa menjadi baca dalam tulis kita
Makassar, Februari 2013
0 komentar:
Posting Komentar