[kisah kartu nama dan cincin]
namun akhirnya, aku mencintai hujan:
malam ini hujan jelma rinai terakhir. kita batal pulang, hujan mendadak nakal. menghitung rintik yang rambat dari celah atap pohon yang malu-malu: berdua saja, semakin beradu.
malam ini hujan jelma rinai terakhir. kita batal pulang, hujan mendadak nakal. menghitung rintik yang rambat dari celah atap pohon yang malu-malu: berdua saja, semakin beradu.
saat seperti ini aku membenci waktu. aku lebih suka hujan yang menjebak. ingin rasanya aku tikam jantung detaknya yang seolah menegur untuk menembus badai malam ini saja. kita bertahan dengan alasan takut basah dan pisah.
aku suka kata dua, sebab disana ada aku dan kamu yang selalu menjadi akhir tanpa berakhir. di saku bajumu ada kartu nama percetakan undangan. aku tahu, kau ingin berikan itu kepadaku. maaf, aku belum punya cincin untuk membalas karta nama itu.
akhirnya, sengaja aku basahkan sakumu agar karta nama itu menjadi luntur. kau terpaksa mengeluarkannya, dugaanku benar, luntur dan menyisahkan kata kahni yang aku baci sebagai kenduri setia kita: pernikahan -
0 komentar:
Posting Komentar