Pengetahuan tentang latar sosial dan budaya sangat penting dalam kajian budaya begitu pula dalam kajian budaya inggris. Berdasarkan karya Krishan Kumar terdapat beberapa peristiwa penting dalam sejarah kebudayaan inggris. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain Perang Dunia II, perubahan sosial politik, perubahan sistem ekonomi, nasionalisasi kebudayaan, politik identitas, politik media, perang cendikiawan, dan munculnya budaya populer sebagai budaya tandingan. Beberapa peristiwa tersebut akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
Pengetahuan tentang latar sosial dan budaya sangat penting dalam kajian budaya begitu pula dalam kajian budaya inggris. Berdasarkan karya Krishan Kumar terdapat beberapa peristiwa penting dalam sejarah kebudayaan inggris. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain Perang Dunia II, perubahan sosial politik, perubahan sistem ekonomi, nasionalisasi kebudayaan, politik identitas, politik media, perang cendikiawan, dan munculnya budaya populer sebagai budaya tandingan. Beberapa peristiwa tersebut akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
Diposting oleh
Unknown
di
08.45
Diposting oleh
Unknown
di
03.15
Aku yang kini terpenjara keranda waktu
Aku yang kini terbunuh ragu
Aku yang kini hilang
Aku yang kini
Aku yang
Aku
Aku yang
Aku yang kini
aku yang kini mati
Aku yang kini kehilangan nama
Aku yang kini terbunuh ragu
Aku yang kini hilang
Aku yang kini
Aku yang
Aku
Aku yang
Aku yang kini
aku yang kini mati
Aku yang kini kehilangan nama
09-04-2010
Diposting oleh
Unknown
di
11.29
1. Apakah orang agnostik itu Atheis?
Tidak. Seorang atheis, seperti halnya penganut
Islam, mempercayai bahwa ia dapat mengetahui ada atau tidak adanya Allah/Tuhan.
Penganut Islam mengatakan bahwa ia dapat mengetahui Tuhan itu ada; kaum atheis
menyatakan bahwa kita dapat mengtahui Tuhan itu tidak ada. Orang agnostik
menunda pengambilan keputusan, dengan menyatakan bahwa tidak cukup bukti untuk
menegaskan atau menolak adanya Tuhan/Allah. Pada saat bersamaan, orang agnostik
mungkin mengatakan bahwa eksistensi Allah meskipun bukan tidak mungkin, sangat
kecil kemungkinan adanya; ia mungkin menyatakan begitu kecil kemungkinan adanya
Allah, maka Allah pada kenyataannya tidak cukup bermakna untuk dipakai sebagai
bahan pertimbangan. Dalam hal demikian, Allah disingkirkan tak jauh berbeda
seperti dalam atheisme. Sikapnya adalah mirip seperti filsuf yang teliti
terhadap dewa-dewa Yunani Kuno. Apabila saya disuruh membuktikan bahwa Zeus dan
Poseidon dan Hera dan dewa-dewi Olympia lainnya tidak ada, maka saya pasti
kebingungan dalam memberikan argumen yang memadai. Orang agnostik akan
berpendapat bahwa Allah orang Islam sama kecil dengan kemungkinan adanya dengan
dewa-dewi Olympia; dalam hal demikian, untuk mudahnya ia sama dengan orang
atheis.
Diposting oleh
Unknown
di
10.55
Apa Itu Satra ?
Banyak dari kita yang sering mendengar suatu istilah bahkan sampe hafal istilah itu. Tapi kelemahan kita adalah menghafal tampa mengerti arti sebenarnya dari istilah tersebut. Istilah sastra kerap melintas diselaput telinga kita tapi apa sih sesungguhnya sastra itu?
Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Diposting oleh
Unknown
di
10.39
Fakultas Sastra. Ada kebanggan masuk kedalamnya, apa lagi setelah menjadi bagian keluarga mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin. Tapi bayangan tentang sastra dibenakku sebelum masuk ternyata berbeda. Aku tak menemukan orang gila yang sangat menikmati sastra itu sebagai kehidupan. Itu yang menjadi keresahan saya. Lembaga terlalu mengurung kita dan akhirnya selama setahun kita hanya menjadi pekerja program kerja lembaga dan melahirkan kita menjadi seorang pekerja bukan pemikir. Di sisi lain unit kegiatan mahasiswa yang berhaluan seni lebih mengarah pada teater, tari dan musik kurang yang mengarah pada sastra itu sendiri sementara kita berada dalam lingkungan sastra. Akhirnya tidak salah jika fakultas ini hanya banyak melahirkan seniman bukan sastrawan. Resah.
Aku mencoba keluar dari semua teori apapun. Teori menurutku hanyalah pembenaran dari satu akal manusia dan memaksa kita untuk ikut membenarkannya. Akhirnya aku memilih menjadi sastrawan liar dan gila. Aku tak peduli mendengar kata orang yang membaca karyaku yang menurutnya terlalu bebas dan liar. Aku tak peduli jika orang melihatku begitu kumuh. Aku jelaskan sekali lagi tujuanku bersastra. Aku menolak segala bentuk tatanan yang baku. Tatanan yang menuntut kita hanya menjadi pekerja seni. Itulah yang membuat saya mengurungkan niat berkecimpung pada dunia seni diluar sastra karena aku takut terhanyut dan akhirnya lupa pada tujuan utamaku bersastra. Liar dan gila.
Aku berpikir untuk membangun komunitas sastra. Komunitas sastra yang gila pada sastra itu sendiri. Akhirnya aku menemukan satu orang dari sekian itu. Kesamaan tujuan membuat kami terangsang untuk bergerak melawan rotasi. Semua berawal dari mimpi dan kami serius untuk masuk kedalam mimpi itu dan mewujudkannya. Sastra begitu kuat mendoktrin otak kami meskipun sebagian orang menuduh kami sudah tidak waras tapi bagi kami inilah sastra yang sesungguhnya. Sastra murni dan lebih jauh lagi menjawab keresahanku bertahun-tahun untuk mencari tokoh sastra dari Sulawesi Selatan ternyata aku hanya menemukan satu dari sekian sastrawan besar di Indonesia. Dialah H. S. Daeng Muntu yang merupakan tokoh sastra.
Semoga dengan ini akan lahir lagi sastrawan besar dari Sulawesi Selatan.
Minggu
Pagi
hari baso pergi tebar pesona di pasar desa
Menggunakan
baju terbaiknya dengan kaca mata pantat botol
Berjalan
menuju kios-kios yang berjejer di sepenjang jalan sempit itu
Oo Baso
mau kemana ?
Tanya
salah seorang tetangganya yang pedang telur ayam di pasar
Biasa
Daeng anak muda..
Minggu
Pagi
hari Baso pergi tebar pesona di pasar desa
Menggunakan
baju terbaiknya dengan kaca mata pantat botol
Dia
bertemu dengan kekasihku yang sedang sibuk memilih baju
Naluri
kelaki-lakian Baso muncul
Rupanya
dia tak melihat aku di sampingnya
Sendiriki
itu pergi ke pasar ?
Tanya
Baso menggombal dengan senyum di ujung bibirnya
Pacarku
hanya tersenyum..
Kenapa
senyum-senyum ki ?
Baso
kembali bertanya
Kembali
juga pacarku tersenyum
Rupanya
Baso tak mengerti
Dia
langsung memegang tangan kekasihku
Maaf
kali ini cemburuki tidak bercanda
Kulabrak
saja muka Baso dengan penuh kesadaran
Kulihat
dia meringis kesakitan dan berusaha berdiri
Dia
mengancamku dengan kata-kata
Aku
hanya tersenyum dan memegang tanganku yang masih kesakitan
Pergilah
dia hilang dibungkus malu
Baso
salah memilih wanita
01.02.2011
Diposting oleh
Unknown
di
17.54
Baso
katanya mendekati pacarku
Setiap
bertemu dia sering menggombalnya
Dia
sering memanggil kekasihku dengan nama manis
Mengajak
pergi kekantin berdua untuk makan semangkok bakso
Bila
malam dia menawarkan untuk menonton komedi putar di alun-alun desa
Bahkan
biasa menggandengnya ketika pulang sekolah sampai kerumah
Kata orang
aku harus cemburu melihat Si Baso
Melihat
Baso saja aku tak pernah
Hanya
biasa mendengar namanya dari temanku
Baso
Risih
juga mendengar penuturan temanku
Aku
takut cemburu buta
Aku kira
Baso seorang laki-laki
Klimaks
juga rasanya jika dia tak jatuh cinta
Lebih
klimaks lagi jika aku cemburu padanya
Buat apa
membuat merah hatiku dengan marah
Itu pula
cerita tak pasti di hadapanku
Kekasihku
tetap kekasihku
Jika
Baso berhasil menarik hatinya dariku
Selamat
Baso
01.02.2011
Diposting oleh
Unknown
di
17.49
Marilah
kekasihku
Kita menutup
diri dari terangnya mentari yang sering menyalahkan kita
Kita
buat seribu tengkonan di taman belakang rumah kita
Agar
kelak kita bisa memilih kemana kita akan menyepi
Marilah
kekasihku
Kita
belajar merenungi hasil kerja dalam setahun ini
Kita kumpulkan
keringat hasil kerja kita dalam tabungan masa depan
Agar
kelak kita bisa memberikan jaminan pada hidup kita
Marilah
kekasihku
Kita
memberi warna pada pelangi malam dalam harmoni kisah kita
Kita
jadikan dia misteri bagi sebagian orang
Agar
kelak kita akan dikenang
Marilah
kekasihku
Kita
kembali menghiasi jejak ini
Kita
jadikan taman seribu bunga tanpa layu dengan warnanya yang eksotis
Agar
kenangan kita semakin indah dinikmati
15.12.2010
Diposting oleh
Unknown
di
17.47
Seandainya
kau beri waktu untukku mengungkapkan seribu pilu dari letihnya perjalananku
Aku
telah menempuh kegundahan yang menyesatkan jejakku
Maka
akan kubaca di hadapanmu prosa kata dengan memakan waktu tujuh hari lamanya
Derita
yang menjadikan diriku seperti ini
Meski
kata kekasihku setialah pada satu hati
Inginku
seperti itu namun hasrat kelaki-lakianku mengatakan tidak
Cinta
yang aku pelihara tanpa kadar
Rupanya
menjadi keraguan untukmu
Aku tak
perlu heran
Tatapan
mata menjelaskan lebih tajam dari lisan
Sampai
kapan kau akan menganggapku seperti ini
Meski
pernah kukoyak hatimu
Jika kau
membenciku katakanlah
Meski
dengan isyarat diammu
Akan
kukepul cintaku dan aku akan hilang untuk selamanya
Dan
anggap aku tak pernah ada
Seandainya
kau beri waktu untukku mengungkapkan seribu pilu dari letihnya perjalananku
Aku
telah menempuh kegundahan yang menyesatkan jejakku
Maka
akan kubaca di hadapanmu prosa kata dengan memakan waktu tujuh hari lamanya
Penyesalan
mengalir di derasnya kekuatan tersisa
Serasa
aku ingin pergi dan menghilang saja
Alasan
apa yang membuatku bertahan selain dirimu
Aku
ingin kau mengatakan sesuatu
Sebagai
asa agar aku bisa yakin dapat bertahan tanpa permainan
Seandainya
kau ingin membalas dendam akan dosaku
Kupersilahkan
di atas cintaku
Tak
perlu ragu karena semua itu akan kutatap dengan senyum
Meski
kutahu itu sakit
Sampai
kapan kau akan menganggapku seperti ini
Meski
pernah kukoyak hatimu
Jika kau
membenciku katakanlah
Meski
dengan isyarat diammu
Akan
kukepul cintaku dan aku akan hilang untuk selamanya
Dan
anggap aku tak pernah ada
Maaf
Aku
bukan lelaki pilhan
09.10.2010
Diposting oleh
Unknown
di
17.28
Jika aku
mencintai kesepian ini
Izinkan
aku mati membusuk tanpa kafan
Dalam
kepengapan hidup yang melibatkanku
Jika aku
mencintai gelisah ini
Biarkan
aku gila tak terurus tanpa harapan
Dalam
kehampaan hidup yang kelam
Jika aku
tetap seperti ini
Ada
keyakinan yang kunanti
Kematian
27.04.2010
Diposting oleh
Unknown
di
17.24
Musim
hujan menuduhku sebagai tersangka
Ah,
biarlah senyumku menjelaskan
Diamku
mengisyaratkan
Tatapanku
membenarkan
Kebencianmu
menyudutkanku pada kasus ini
Dimana
saat kau terjebak pada alur ceritaku
Oleh
ingin kita dipertemukan
Saat
semua terjadi begitu saja
Masih
ingatkah saat hujan mengguyur kota
Dirumah
yang kau pakai untuk bersembunyi
Kulumat
bibirmu dalam satu adegan
Kemudian
terasa sesak oleh permainanmu
Satu
kecupan dikeningmu mengakhirinya
Kisahkan
pada orang lain
Tentang
terbunuhnya cintamu dimalam itu
Saat
kepergian mengakhirinya
Terpaksa
aku menyita lentera ini
Untuk
menuntun dalam lorong perkara
17.01.2010
Diposting oleh
Unknown
di
17.20
Semisal
aku meminta rindu
Akankah
tetap utuh cintamu
Memang
bukanlah takdir yang kutakuti
Semenjak
pinjaman tragedi
Rumahku
dipenuhi prahara yang dalam
Bukan
kutukan yang menyeliti hidup
Toh
tetap mampu aku tersenyum
Pun
demikian aku terkadang merasa lemah
Hiburan
dari sepi menggoda lagi
Ingin ku
sampaikan hasratku
Aku
butuh dirimu saat itu
Bukan
sebagai kekasih juga teman
Melainkan
kekuatan dari hadirmu
20.01.2010
Diposting oleh
Unknown
di
16.57
Kemudian matilah aku dalam cerita sekawan
Membawa secawan arak dan menuangkannya pada derai nostalgia
Berhambur padu sobekan surat kecil pemberianmu
Di taburi pada nisan sang hidup
Menyelinap pada rasa misteri
Menyeruak tanya dalam-dalam
Menyusuri jejak langkah kembang beterbangan
Aku di tiang pancungan Menjadi terdakwa pembunuhan sahabat
Lalu matilah aku dalam cerita sekawan
Membawa secawan arak dan menuangkannya pada derai nostalgia
Berhambur padu sobekan surat kecil pemberianmu
Di taburi pada nisan sang hidup
Menyelinap pada rasa misteri
Menyeruak tanya dalam-dalam
Menyusuri jejak langkah kembang beterbangan
Aku di tiang pancungan Menjadi terdakwa pembunuhan sahabat
Lalu matilah aku dalam cerita sekawan
17.01.2010
Diposting oleh
Unknown
di
15.39
Malam menghampiri
Rindu dan cinta memadu dalam dingin
Adakah kesetiaan dalam jiwa yang kosong
Aku telah lama hilang
Dari aura jiwa yang selalu menyelubungi sesal
Kemana kaki menapak setelah kaku
Dan kehampaan selalu menjadi kekeringan
Di taman setia Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah cahaya menebar dan aku hanya menjadi penikmat senyummu
Setelah lelah rembulan bisa saja mencari penopang yang lain
Dan aku menjadi kisah yang terlupakan
Kisah yang mengusang dalam kenangan
Kisah yang retak dalam bentuk cekung
Dan aku sekali lagi menjadi penjawab dari sesal
Di taman setia
Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah aku menepi dari cahaya
Setelah lelah aku tetap menolak menjadi penyesal
Rindu dan cinta memadu dalam dingin
Adakah kesetiaan dalam jiwa yang kosong
Aku telah lama hilang
Dari aura jiwa yang selalu menyelubungi sesal
Kemana kaki menapak setelah kaku
Dan kehampaan selalu menjadi kekeringan
Di taman setia Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah cahaya menebar dan aku hanya menjadi penikmat senyummu
Setelah lelah rembulan bisa saja mencari penopang yang lain
Dan aku menjadi kisah yang terlupakan
Kisah yang mengusang dalam kenangan
Kisah yang retak dalam bentuk cekung
Dan aku sekali lagi menjadi penjawab dari sesal
Di taman setia
Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah aku menepi dari cahaya
Setelah lelah aku tetap menolak menjadi penyesal
Makassar 23 Mei 2012
Diposting oleh
Unknown
di
04.51
Pertukaran atau pergesekan pendapat, perdebatan secara lisan maupun tulisan, umumnya berlangsung di media massa cetak atau di radio-tv atau forum umum lainnya. Menurut Grand Dictionnaire de Culture Générale, Polemique adalah kata benda dan kata sebutan berasal dari bahasa Yunani: polemikos. "berkaitan dengan peperangan". Polemik adalah perdebatan sengit politik atau intelektual. Suatu bentuk perjuangan ide atau wawasan; soal yang jadi persoalan kepentingan umum, estetika, politik, sosial, falsafah atau pandangan dunia. Umumnya polemik timbul ditimbulkan oleh kalangan penulis, jurnalis atau intelektual yang selalu gelisah dalam menghadapi situasi stagnasi, dekadensi, kemunduran atau ketimpangan dalam kehidupan masyarakat manusia, istimewa sekali di bidang kehidupan kebudayaan, kesenian dan ke-ilmu-an. Polemik tentang "l'art pour l'art" ("seni untuk seni") dan "l'art pour l'engagée" ("seni bertendens", "memihak") telah terjadi di zaman Poejangga Baroe, dengan sosok-sosok tokohnya seperti Sutan Takdir Alisyahbana, Ki Hadjardewantara dan Sanusi Pane. Kemudian polemik segera sesudah zaman kemerdekaan, terutama sekali antara pembawa gagasan "humanisme universal" dengan "seni untuk rakyat". Sebagai kelanjutan saja dari perdebatan soal yang jadi persoalan antara "seni untuk seni" dengan "seni bertendens". Yang kemudian muncul dimunculkan polemik sekitar Manikebu dan Pramoedya/Lekra dengan "Lentera"nya. Di zaman jaya berjayanya OrBa/Manikebu, tak ada polemik yang selayaknya, kecuali pengeroyokan sewenang-wenang dari pihak yang berkuasa atau yang berada dalam kantong kekuasaan demi kepentingan atau kemapanan mereka. Tanpa adanya kehidupan demokratis, tanpa pengakuan dan penghormatan atas pluralisma atau keberbedaan, polemik tidak dimungkinkan, maka dampaknya adalah stagnasi bahkan kemunduran. David T. Hill mengkonstatasi bahwa setelah kaum Manikebu/OrBa menghegemoni kehidupan kebudayaan, yang berpusat di Ibukota Jakarta, "kegiatan sastra jadi mandek karena tidak mendapat dorongan tantangan ideologi dari kaum kiri". Situasi mana mulai terjadi perubahan, 15 tahun kemudian, ketika kaum kiri, seniman dan sastrawan kiri mulai hadir kembali dengan hasil-hasil karyanya. Setelah mereka diberangus, dibungkam, dipenjara dan dibuang ke Kamp Konsentrasi Kerjapaksa Pulau Buru. Kehadiran kaum kiri dengan Pramoedya Ananta Toer sebagai simbolnya, sekaligus sebagai canang bahwa hari depan yang membawakan semangat perjuangan demi kemajuan dan keadilan telah dimulai kembali. Cepat atau lambat, kecerahan pastilah menggantikan kegelap-pengapan. R.I. Republik Indonesia. Negara Hukum. Ditegakkan berkat hasil perjuangan kemerdekaan nasional melawan penjajahan dan diproklamirkan oleh Bung Karno dengan didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Bung Karno adalah Presiden R.I. yang pertama ; Bung Hatta sebagai Wakil Presiden. ABRI - Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Pangti - Panglima Tertinggi PBR - Pemimpin Besar Revolusi OrLa - Orde Lama OrLa atau Orde Lama adalah sebutan yang diberikan oleh penguasa militer untuk rezim Sukarno. Rezim yang di bawah Presiden/PBR/Pangti ABRI Sukarno menjalankan jurus perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang penuh, perjuangan anti nekolim dan anti-feodalisme, demi terciptanya kehidupan masyarakat Indonesia yang aman, adil dan makmur. Jurus mendasar adalah pembinaan menuju Sosialisme ala Indonesia. Seperti yang dijabarkan oleh Bung Karno dalam pidato-pidato atau ajarannya yang antara lain tercantum dalam MANIPOL (Manifesto Politik) dan USDEK. Suatu perangkat perjuangan yang digagalkan oleh lawan-lawan politiknya, dengan Kudeta Militer 1 Oktober 1965. OrBa – OrBaru Sejak 1 Oktober 1965, kaum penguasa militer membelah masyarakat Indonesia menjadi 2 macam, yakni Orde Lama (OrLa) dan Orde Baru (OrBa). OrLa adalah kekuatan Bung Karno dengan sekalian para pendukung atau yang dianggap sebagai pendukungnya. Yang otomatis sebagai lawan politik yang harus dikalahkan, dilumpuhkan, dilikwidasi secara psikik ataupun fisik. Sedangkan penguasa yang menang, yang berhasil merebut kekuasaan negara, menamakan diri sebagai OrBa – dengan lokomotip militer yang jurumudinya jenderal ; sedangkan gerbong utamanya orsospol Golkar, dan sambungan gerbong lainnya yang juga hasil rekayasa kaum militer. Jurus mendasar pembinaan masyarakat berbeda dengan jurus OrLa BK yakni menuju Sosialimse ala Indonesia, sedangkan OrBa menjurus pada pembinaan kapitalisme, dengan sudah sejak mulanya membuka pintu lebar-lebar bagi investasi modal asing. Peristiwa 1 Oktober 1965 sampai dengan Supersemar 1966 merupakan Kudeta Militer yang sukses menaikkan kaum militeris ke singgasana kekuasaan negara -- sejak terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952, di mana Nasution beserta pasukannya menodongkan meriam langsung ke arah Istana Negara teriring tuntutan Pembubaran Parlemen. Presiden Sukarno menolak tuntutan militer tersebut dan upaya kudeta itupun gagal. Setelah juga terjadinya serangkaian pemberontakan reaksioner bersenjata seperti DI/TII, RMS, PRRI dan PERMESTA. SOKSI - GOLKAR Serikat Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia - didirikan di zaman OrLa oleh kaum militer untuk menghadapi sekaligus menyaingi SOBSI - Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia. Cikal bakalnya adalah rekayasa kaum militer untuk aktip berpolitik dan memperoleh kekuatan politik dengan menciptakan "golongan fungsional" (kata fongsional yang bermakna dan dimaknai sebagai karyawan) untuk bisa menduduki kursi parlemen; dengan demikian bisa mengibangi atau menyaingi kekuatan politik sipil (partai-partai politik). Di zaman OrBa, SOKSI berubah menjadi GOLKAR (Golongan Karya) sebagai gerbong utama dari orsospol rekayasa OrBa, di samping partai-partai hasil rekayasa OrBa lainnya: PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PDI.(Partai Demokrasi Indonesia). "Golkar adalah partner atau sambungan tangan ABRI dalam politik". (Dr. Alfian, in "Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia", P.T. Gramedia 1978, hlm 5). NASAKOM Nasionalis Agamis Komunis - suatu jurus politik persatuan besar rakyat dan bangsa Indonesia; kekuatan orsospol (organisasi sosial politik) yang terdiri dari ragam macam partai penganut ragam macam aliran, kepercayaan dan agama yang ada secara obyektif di Indonesia. Jurus persatuan besar dalam perjuangan meneruskan perjuangan anti-kolonialisme, neo-kolonialisme dan imperialisme (nekolim) serta sisa-sisa feodalisme. Perjuangan demi mencapai kemerdekaan yang penuh. Partai-partai seperti PNI (Partai Nasional Indonesia), PARTINDO (Partai Indonesia), Partai NU (Nahdatul Ulama), PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia), Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Partai Murba, PKI (Partai Komunis Indonesia) adalah merupakan salah satu bentuk poros kekuatan politik OrLa. Oleh OrBa, jurus dan poros politik OrLa ini dilumpuh-hancurkan oleh manifestasi aksi Teror Putih di seluruh Indonesia, dengan hanya alasan berupa tuduhan sewenang-wenang: terlibat "G30S/PKI". Seiring dengan itu, OrBa menjadikan kekuatan militer sebagai poros kekuatan politiknya, dengan Golkar sebagai orsospol utamanya, disamping orosospol hasil rekayasa atau yang tunduk pada tongkat komando politik kaum militeris -- terutama sekali dari golongan masyarakat yang anti-komunis. Teror Putih Teror putih, seperti manifestasi aksi teroris pada umumnya, adalah penyebaran rasa ketakutan teriring ancaman marabahaya secara psikik maupun fisik; suatu manifestasi aksi kekerasan secara lisan maupun tulisan teriring kekerasan bersenjata yang dilancarkan oleh kekuatan reaksioner secara resmi ataupun non-resmi guna mencapai tujuan politik tertentu. Di zaman penjajahan Belanda pernah terjadi manifestasi aksi Teror Putih oleh kekuatan kapitalis bersenjata untuk menindas pemberontakan rakyat bersenjata tahun 1926-1927. Belasan ribu jiwa jadi korban manifestasi aksi teroris tersebut: tewas ditembak langsung, dihukum tembak, digantung di tiang-tiang gantungan dan dibuang ke Boven Digul. Dari mereka yang dibuang itu, salah seorangnya adalah penulis-jurnalis terkenal: Mas Marco Kartodikromo -- murid sekaligus pengikut sosok tokoh jurnalis dan pejuang nasional Tirto Adhisoerjo. Sedangkan contoh yang paling gadang-gamblang akan manifestasi aksi teroris yang merupakan Teror Putih yang terjadi dalam sejarah modern Indonesia adalah yang dilancarkan oleh kaum militeris OrBa dalam tahun 1965-1966 bahkan 1967. Sejak itu, manifestasi aksi teroris telah menjadi salah satu macam budaya biadab dalam masyarakat Indonesia. Pembantaian Massal Manifestasi aksi Teror Putih yang berkecamuk di Nusantara, terutama sekali terkenal di media internasional, sebagai peristiwa Pembunuhan Massal 1965-1966 dan 1967 yang menelan korban jutaan jiwa. Hal mana mendapat perhatian para pakar, seperti antara lain Ben Anderson, WF Wertheim dan Noam Chomsky. Pasalnya? Menurut Ben Anderson ada dua faktor. "Faktor yang pertama adalah policy atau kebijaksanaan dari pimpinan tentara di Jakarta yang diwujukdkan dengan pengiriman RPKAD ke Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Mereka ingin supaya PKI dihancurkan dan mereka ingin juga bahwa ini tidak hanya dikerjakan oleh tentara tapi juga oleh kelompok-kelompok yang mau dijadikan sekutu untuk membangun apa yang belakangan dinamakan Orde Baru. Jadi mereka menyertakan warga Banteng, NU, Katolik, Protestan dsb. Karena itu senjata, latihan, perlindungan, kendaraan, dsb, dikasih kepada kelompok-kelompok pemuda yang mereka hubungi. Jadi kalau policy pimpinan tentara ini tidak ada, kemungkinan pembunuhan massal itu saya kira tidak besar." (Ben Anderson: Tentang Pembunuhan Massal'65. In Majalah ARENA N° 24 Januari 1998, Stichting ISDM, Culemborg. Editor: A.Kohar Ibrahim). Massaker Dari kata Perancis: massacre. Pembunuhan besar-besaran, massal, pembantaian, pembinasaan. LKN Lembaga Kebudayaan Nasional. LESBUMI Lembaga Seni Budaya Musilim Indonesia LEKRA Lembaga Kebudayaan Rakyat -- adalah sebuah gerakan kebudayaan yang nasional dan kerakyatan (Joebar Ajoeb). Lestra Lembaga Seni Sastra Indonesia salah sebuah dari lembaga-lembaga kesenian LEKRA lainnya. Seperti Lesrupa (Lembaga Senirupa), Lembaga Seni Drama, Film, Musik, Tari dan yang lainnya lagi. Mukaddimah Lekra berisi konsepsi, wacana, gagasan sekaligus jurus bagi pembinaan kebudayaan yang nasional dan kerakyatan. Manikebu Manifes Kebudayaan -- formator-formatornya berhubungan erat dengan militer; konseptornya sendiri, Wiratmo Soekito, mengaku bekerja untuk Dinas Rahasia ABRI. Lihat pula Wiratmo Soekito: "Satyagraha Hoerip Atau Apologi Pro-Vita Lekra" (Horison N° 11 1982) dan "Catatan Mengenai Manifes Kebudayaan" in Tifa Budaya, Jakarta 1981 hlm-29-32. KKPI Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia. Manifestasi aksi dari kesepakatan para formator-konseptor-promotor Manikebu dan Militer; terselenggarakan berkat perlindungan dan dukungan (akomodasi, biaya, uang bagi peserta) oleh militer dan diketuai oleh Jenderal Dr. Sudjono. PKPI Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia Proyek ke-karyawan-an militer di bidang kebudayaan. Majalah Sastra Majalah sastra -- organ para calon kaum Manikebuis. Majalah Horison Majalah sastra OrBa -- organ kaum Manikebuis. Majalah Zaman Baru Majalah Sastra dan Seni organ Lekra. HR Minggu Edisi Kebudayaan Harian Rakyat Lentera Ruang Kebudayaan Harian Bintang Timur pemimpin redaksi: Pramoedya Ananta Toer. Humanisme Ajaran yang mementingkan nilai-nilai manusia dalam harkat dan martabatnya serta perkembangan jiwa dan pikirannya, humanisme. Humanis: budayawan atau penganut humanisme. Pancasila Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pancasila: asas kenegaraan yang lima (ialah asas Republik Indonesia yaitu: Ketuhanan Yang Mahaesa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan di permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Hasil galian pemikiran Bung Karno ini, oleh dan selama berjayanya OrBa telah "dipersucikan" dalam retorika, namun dikotori dalam perbuatan dengan diberlakukannya budaya kekerasan berupa kejahatan atas manusia dan kemanusiaan serta pelanggaran Hak-Hak Azasi Manusia lainnya, teriring budaya KKN yang dampak negatipnya bertolak-belakang dengan makna Pancasila. HAM Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Azasi Manusia diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948. Sedangkan teks Indonesia diterbitkan di Jakarta tahun 1952 oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia. Nasionalisme Faham, rasa kebangsaan, nasionalis. Kolonialisme Faham, sistim kolonialis, penjajahan. Imperialisme Faham, sistim imperialis -- kolonialisme dalam tingkat tertinggi. Nekolim Neo kolonialisme dan imperialisme. Feodalisme Kefeodalan, sifat feodal. Sistim politik dan sosial feodal dengan bangsawan feodal sebagai penguasanya yang memiliki hak-hak istimewa, terutama pemilikan atas tanah dan eksploitasi atas kaum tani nyaris seperti zaman perbudakan. Kapitalisme Faham, sistim kapitalis. Sistim politik dan sosial yang lebih maju dari sistim feodalis. Sosialisme Faham, sistim sosialis. Sistim politik dan sosial yang lebih maju dari sistim kapitalis. Komunisme Faham, sistim komunis. Sistim politik dan sosial yang lebih maju dari sistim sosialis. MARXISME Isme, faham, berdasarkan teori Karl Marx. Leninisme Isme, faham, berdasarkan teori V.I. Lenin. Stalinisme Isme, faham, berdasarkan teori J. Stalin. Maoisme Isme, faham, berdasarkan teori Mao Zedong. Trotskisme Isme, faham, berdasarkan teori L. Trotski. Monolit Suatu kesatuan yang absolut bulat, tanpa keretakan atau cacat. Pluralis Jamak, lebih dari satu. Demokrasi Demo: Rakyat. Krasi: Kekuasaan. Demokrasi: kekuasaan tertinggi ditangan Rakyat (melalui perwakilan atau parlemen). Diktatur Sistim politik yang sewenang-wenang, anti-demokrasi, represip. Kekuasaan ditangan seorang atau suatu klik penguasa. Otoriter Penguasa atau kekuasaan politik yang sewenang-wenang, represip. Totaliter Mengenai atau bersifat keseluruhannya; negara totaliter, negara yang menggunakan segala-galanya (manusia dan benda) demi kepentingan negara. Tirani Kekuasaan yang digunakan sewenang-wenang, represip. Suatu negara yang diperintah oleh seorang raja atau penguasa yang dapat bertindak sekehendak hatinya. Militeris Faham, sifat, prilaku ala militer dengan andalan cara kekerasan atau cara-gaya primitif lainnya. Fasisme Faham, sistim politik dan sosial represip, diktatorial, otoriter dan biadab. Contoh: fasisme Nazi Jerman dan fasisme Jepang. Demokrat Kaum demokrat penganut faham demokrasi. Progresip Kaum progresip, kaum yang berpikiran maju, menghendaki kemajuan; kebalikan dari kaum konservatip yang menggelayuti adat-faham lama dan kemapanan. Revolusioner Kaum revolusioner yang menghendaki perubahan radikal, mendasar dan cepat. Reaksioner Kaum yang bersikap reaktif, lebalikannya dari kaum revolusioner. Kiri Sikap-pendirian yang umumnya anti-konservativisme; kaum yang berpihak pada kaum yang tertindas dan lemah; berpihak pada rakyat pekerja yang luas, bukan pada kekuasaan yang sewenang-wenang; kaum kiri adalah pembela kebenaran dan keadilan. Kanan Kaum Kanan adalah kebalikannya dari kaum Kiri. Tengah Kaum atau golongan tengah memiliki sikap-pendirian antara dua kekuatan politik dan sosial. Ekstrim Yang paling paling... Ekstrim kiri atau ekstrim kanan. Ekstrimis kaum yang persikap-pandangan ekstrim. Komprador Begundal atau oknum pengabdi kepentingan (politik dan ekonomi) kolonialis atau imperialis atau nekolim. AS Amerika Serikat, mengepalai Blok Barat -- Blok Kapitalis anti-Komunis dalam Perang Dingin. US Uni Soviet atau URSS (Uni Republik Soviet Sosialis), mengepalai Blok Timur dalam Perang Dingin. RRT Ripublik Rakyat Tiongkok Perang Dingin Dicetuskan segera seusai Perang Dunia Kedua. Perang Dingin merupakan manifestasi aksi adu kekuatan dari dua Blok sistim politiko-sosial-ekonomi-militer yang masing-masing dikepalai oleh negara adikuasa AS dan US untuk mendominasi atau menghegemoni dunia, kongkretnya untuk menguasai kekayaan dunia. Tembok Berlin Kota Berlin dibelah dua oleh Tembok. Tembok Berlin, disebut juga sebagai Tembok Yang Memalukan ummat manusia yang beradab, salah satu monumen dari variasi Perang Dingin, yang diruntuhkan pada akhir tahun 1989. Perang Vietnam Perang Vietnam adalah bukti dari Perang Dingin Yang Panas; atau perang agresi yang dilancarkan oleh kaum nekolim pimpinan AS. Secara fakta: Vietnam tak terkalahkan; kaum agresor hengkang pulang. Tapi dampak Perang Vietnam cukup besar bagi Asia, khususnya Asia Tenggrara, lebih khusus lagi bagi Indonesia dan Timor Timur. Menurut Noam Chomsky, "bloodbath archipelago" tidak hanya terjadi di Vietnam, tapi juga di Nusantara. Kaum komprador Indonesia, seperti halnya Ngodinh Diem di Vietnam, telah dengan taat melaksanakan "panglima politik" Pentagon sejak 1 Oktober 1965 di Indonesia; disusul dengan pendudukan militer Timor Timur tahun 1975. Dengan korban teramat besar: 200.000 korban jiwa kebanding penduduk Timtim yang hanya 700.000 jiwa waktu itu. Perang Kemerdekaan Perang Kemerdekaan atau Perang Pembebasan anti-belenggu kolonialis dan imperialis berkobar setelah usai Perang Dunia Kedua dan bareng dengan dimulainya Perang Dingin. Dengan inspirasi dan kobaran perang kemerdekaan Vietnam dan Indonesia serta Konferensi Bandung 1955 yang turut mengangkat kepopuleritasan Bung Karno di mata rakyat dan pejuang kemerdekaan Asia dan Afrika. Dusta dan Fitnah Akhirnya, terutama setelah sang kepala OrBa lengser, umum mengetahui bahwa salah satu manifestasi aksi budaya OrBa adalah Dusta teriring Fitnah. Adalah Jenderal Nasution, pada hari-hari di bulan Oktober 1965 yang mempopulerkan makna kajian bahwa Fitnah adalah lebih berbahaya dari pembunuhan. Ironis sekaligus tragisnya, sang jenderal bersama konco jenderalnya pula yang demi tegaknya OrBa memberlakukan budaya dusta dan fitnah selama berdasa-dasa-warsa lamanya, bahkan sampai sekarang! Yakni dusta teriring fitnah sekitar 7 mayat korban "G30S" yang ditemukan di Lubang Buaya. Mayat yang dinyatakan sebagai korban kebiadaban kaum komunis perempuan Gerwani itu dalam kenyataannya adalah akibat tindakan kaum militer sendiri, dan segala apa yang dikisahkan secara sensasional itu adalah fitnahan belaka. Dampaknya luarbiasa: kabar yang digencar-siar sarana propaganda hitam kaum militeris OrBa itu telah menjadi penyulut kebencia teriring tindakan biadab berupa pembantaian massal. Salah satu bukti dusta teriring fitnahan tersebut diabadikan dalam foto yang terpasang di halaman buku salah seorang penandatangan Manikebu Taufik Ismail "Tirani Dan Benteng" halaman 56. Munafik Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata munfik bermakna: hanya kelihatannya saja percaya (suci, setia dan sebagainya) tetapi sebenarnya tidak; kemunafikan -- hal (perbuatan dan sebagainya) munafik. Pura-pura saja. Seperti sikap-pendirian tak-berpolitik, a-politik, menentang-politik, terutama sekali dalam kepura-puraan menentang "politik adalah panglima" seperti prilaku kaum Manikebu. Padahal secara faktual, lagi memanifestasikan aksi politik dengan deklarasi Manikebu dan yang disusul oleh pengorganisasian KKPI yang diketuai oleh Jenderal dan yang merupakan proyek kekaryawanan militer. Kemunafikan juga gamblang sekali dalam soal sikap-pendirian terhadap jurus politik Bung Karno seperti Manipol dan juga terhadap Pancasila -- yang dengan melagak untuk upaya "pengamanan" pun mempersucikannya, dengan upacara munafik tiap 1 Oktober. Khususnya dalam hal perikemanusiaan yang salah satu sila dari Pancasila, atau humanisme atau kehumanisannya, kepura-puraan kaum Manikebu juga gamblang sekali, seperti yang dikonstatasi oleh Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggirnya (Suara Independen N° 3/1, Agustus 1995). Tapi tidaklah mengherankan, kalau dari orang awam sampai budayawan, serta para penggede sampai pada orang kuat sekalipun, telah memberlakukan budaya munafik atau kemunafikan. Karena justeru Sang Orang Pertama yang bertindak sebagai Panglima Politik -- yang Jenderal beneran, bukan sekedar kiasan -- memang sudah menjadikan kemunafikan sebagai tabiatnya: nampak senyum manis sebenarnya senyum bengis fasis! Coba lah diingat bagaimana prilakunya ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, Presiden, PBR dan Pangti ABRI pula -- Bung Karno itu! Asbun Asbun, yang kadang kala sebagai kata yang bisa menyembulkan senyum ini, bermakna : asal bunyi. Untuk orang yang mengucapkan kata atau opini tanpa keseriusan, ikut-ikutan atau asal-asalan saja. Iya. Jika yang menyuarakan itu aktor lenong atau ketoprak, pelawak atau humoris sih dampaknya nggak seberapa, atau malah sebagai salah satu cara memancing senyum tawa. Tetapi kalau ada kata atau kata-kata yang mengandung muatan politiko-ideologis lalu dikenakan begitu saja secara asbun, orang yang bersangkutan bisa mengalami kerugian bahkan bencana luar biasa. Seperti kata berupa cap sekaligus tuduhan: "komunis" atau "terlibat G30S/PKI" itu! Akibatnya: ratusan tibu bahkan jutaan menjadi korban pembantaian atau derita sengsara. Padahal, kebanyakan sang pemberi cap atau pengucap bahkan jadi algojo itu cuma lagi asbun saja. Alias tak tahu apa makna dan apalagi akar sejarah kata-kata yang diucap-kenakan pada sasaran korbannya! Jangankan orang dari massa biasa, bahkan orang yang berfungsi sebagai komandan RPKAD macam Sarwo Edhie pun belum tentu mengerti benar apa komunisme atau ideologi komunis yang di-anti-kan dan jadi alasan untuk melakukan pengejaran dan pembunuhan massal -- selaras perintah sang Panglima Politik anti-komunis di Jakarta dan selaras sang Panglima Politik di Pentagon! Begitupun para jenderal-jenderal Vietsel, Korsel, Iran, Kinsasa atau Santiago dan semacamnya lagi yang menuruti tongkat komando Panglima Politik Pentagon. Ketika mereka melancarkan propaganda anti-komunis selaras paduan suara pimpinan Pentagon, bukankah merekapun lagi mengumandangkan suara asbun juga? Jika diingat kenyataan yang hakiki baik sang penuding maupun yang tertuding atau dituding-tuding itu: idemdito alias sami mawon! Sang penuding (dari Blok Barat) mengumandangkan corong sebagai mewakili Dunia Kapitalis Anti-Komunis melancarkan tudingan ke pihak yang dijadikan musuh, yakni Blok Timur sebagai "Sosialis-Komunis" yang anti-Kapitalis! Padahal secara hakiki sama-sama Kapitalis-nya! Yang satu kapitalisme bebuyutan yang kedua kapitalisme negara! Maka itu, terbukti, dalam hal peperangan yang merupakan pernyataan politik tertinggi ltu mereka memiliki kesamaan kandungan watak ke-imperialistisan-nya. Jika yang pertama dengan watak keimperialisannya yang buyutan, sedangkan yang kedua disebut sebagai "sosio-imperialisme". Alias sosialis dalam kata-kata tapi imperialis dalam tindakan. Seperti yang dikonstatasi oleh Tiongkok pada masa polemik besar GKI (Gerakan Komunis Internasional) tahun-tahun 60-an: Dogmatisme vs Revisionisme. Dalam kenyataannya yang hakiki, baik di Blok Timur maupun di Uni Soviet sendiri, masyarakat sosialis apa lagi komunis belum pernah terwujudkan. Yang ada adalah upaya-upaya ke arah itu; yang ada adalah tampuk kekuasaan politik yang dipimpin oleh partai sosialis atau partai komunis dan yang menamakan diri demikian. Yang kebenaran atau ketepatannya jurus-jurus perjuangan yang dilancarkannya layak mengalami ujian ataupun dipertanyakan adanya. * Serangkaian referensi atau bahan bacaan, antara lain: Kamus Umum Bahasa Indonesia, WJS Poerwadarminta, Balai Pustaka, Jakarta 1986. Grand Dictionnaire de Culture Générale, Bruno Hongre, Marabout, Allour 1996. Kamus Perancis Indonesia, Winarsih Arifin, Farida Soemargono, PT Gramedia, Jakarta 2001. Pertumbuhan Perkembangan Dan Kejatuhan Lekra Di Indonesia, Yahya Ismail, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur 1972. Sastera dan Budaya, Ajip Rosidi, Pustaka Jaya, Jakarta 1995. Tirani dan Benteng, Taufik Ismail, Penerbit Yayasan Ananda, Jakarta 1993. SASTRA, Introduction à la Litterature Indonésienne Contemporaine, Cahier d'Archipel 11.1980. Indonesia Di Bawah Sepatu Lars, S. Indrotjahyono, Komite Pembelaan Mahasiswa Dewan Mahasiswa ITB Bandung 1979. Sepuluh Sanjak Berkisah, HR Bandaharo, World Citizen Press, SKBSI, Amsterdam 1987. Siapa Yang Kiri, Sastra Indonesia Pada Mula Tahun 80-an, David T. Hill, Kertas-kerja no.33 Departemen Indonesia dan Malaya, Universitas Monas, 1984. Esei Sastra, Alan Hogeland, Stichting ISDM Culemborg, Nederland, 1994. Lekra dan PKI, Politik Adalah Panglima, Joebaar Ajoeb, Kreasi N° 10, 1989-92, Stichting Budaya, Amsterdam. Beberapa Pertimbangan Atas Terbitan Yayasan Budaya Dan ISDM, Prof. Wim F. Wertheim, Arena N° 22 1990-97, Culemborg, Nederland. Pernyataan Sedunia Tentang HAM, PBB, Teks Indonesia Kempen RI, Arena N° 1 1990, Culemborg, Nederland. Serangkaian esai dan pernyataan oleh Pramoedya Ananta Toer dan sastrawan serta intelektual lainnya disiar majalah seni dan sastra KREASI dan majalah budaya dan opini pluralis ARENA dalam periode 1989-1999 yang di-editor-i oleh Abe alias D. Tanaera alias A. Kohar Ibrahim. ***
Haji Said Daeng Muntu atau dikenal juga dengan nama H.S.D Muntu ialah seorang sastrawan dari Sulawesi Selatan.
Karya roman dari H. S. D. Muntu antara lain :
a. Pembalasan (1935), merupakan roman sejarah yang terjadi di daerah Goa ketika daerah itu mulai dikuasai oleh Belanda, menceritakan sekitar pengkhianatan seorang seorang pembantu yang mendapat kepercayaan dari tuannya.
b. Karena Kerendahan Budi (1941), mempermasalahkan persoalan sosial dan pendidikan modern.
Diposting oleh
Unknown
di
05.44
Menulis sebuah karya sastra adalah pekerjaan yang sangat membutuhkan imajinasi dan kreatifitas. Melalui karya sastra aku membiarkan diriku liar dan bebas dalam mengekspresikan apa yang menjadi kerisauanku. Aku memilih sastra karena bagiku itulah jalan untuk mengabadikan aku dtu indah dalam bentuk karya.
Teori Sastra bagiku hanyalah pengetahuan yang lahir dari kepala manusia dan kadang memaksa kita untuk mengikutinya sebagai pembenaran yang absolud. Tidka penting teori apa yang anda gunakan yang jelas dalam melahirkan karya itu kita bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya harus kita ungkapkan.
Bagiku karya sastra adalah ungkapan yang lahir dari keresahan dan dituangkan dengan penuh ekspresi diri dalam tulisan. Sebagai penikmat dan pemerkosa sastra aku begitu menikmatinya sebagai onani senja antara langit dan bumi. Begitu indah dan sangat menarik untuk dikenang.
Karya sastra punya masa dan masa dalam karya sastra itu akan mewakili sebuah generasi sastra.
Sastra merupakan bentuk ketakutan dari diri yang dituangkan melalui kata-kata dengan pengungkapan penuh makna. Liar dan bebas merupakan gaya penulisan yang sangat emosional bagiku. Menjadikan sastra sebagai dewa terlalu memarjinalkan maknanya tapi menjadikannya abadi merupakan penghormatan untuk sastra itu sendiri.
Sebaris kata atau
sebutir penting isi Manikebu bunyinya : PANCASILA adalah filsafat
kebudayaan kami. Itu suatu pernyataan, tapi bagaimana sikap-pendirian dan
bagaimana dalam kenyataan perbuatan yang sebenarnya ? Seperti secara gamblang dicontohkan
oleh salah seorang pakar dari Manikebu/KKPI Wiratmo Sukito, yang dikemukakan
dalam tulisan yang diumumkan Majalah Horison Mei 1967 itu. Bukankah suatu bukti
akan kepura-puraan atau kemunafikan kaum Manikebuis ? Terutama sekali dalam hal
Sila Perikemanusiaan atau Humanisme ? Dalam pada itu, mungkin saja, apa yang
telah saya ungkapkan itu jadi penambah kesan dari kalangan pembaca, bahwa
sepertinya saya lagimenangisi apa yang telah terjadi. Padahal, ada saya
utarakan dan yang saya garis-bawahi baris kata-kata Ignazio Silone : Jangan
nangis, jangan ketawa, pahamilah. Tidak. Saya tidak lagi menangisi masa lalu,
khususnya Tragedi Nasional Indonesia, dimana saya sendiri salah seorang
korbannya. Tetapi memang iya, meskipun saya bukan sejarawan, tapi peduli pada
peristiwa bersejarah. Apa pula peristiwa itu menyangkut diri pribadi saya
sendiri. Apalagi, justeru, masalah kesejarahan Indonesia masih semrawut,
dicincang dan diputarbalikkan secara sewenang-wenang. Apalagi masih banyak
hal-ihwal yang masih menjadi tanda-tanya. Dan saya merasa berkepentingan untuk
mencari atau memperoleh jawaban atasnya. Apa Kenapa Bagaimana hal ihwal itu
terjadi, dan seribu tanda tanya lainnya. Dan dari sekian banyak hal yang
menimbulkan tanda tanya besar adalah sekaitan dengan bidang yang saya geluti,
yang sudah sejak masa remaja menjadi perhatian saya. Sampai timbul bencana
berupa Tragedi Nasional yang bukan hanya dengan korbannya seorang atau 7 orang,
melainkan jutaan orang ! Iya. Saya tidak lagi menangisi masa lalu pun masa
kini, karena derita yang ragam macam yang kami alami itu belum berkesudahan.
Tapi, saya ngaku,
memang iya, bukan saja saya tidak bisa melupakannya, melainkan masih menyimpan
ragam macam perasaan dan pikiran. Kata yang paling tepat, ya, itu – seperti
yang digunakan oleh Goenawan Mohamad dalam Tanggapan-nya untuk saya : Masygul !
Betapa tidak. Kalau dari dulu hingga saat ini kami -- secara langsung maupun
tak langsung – masih diposisikan sebagai orang yang tertuding, dengan nada yang
hakikatnya sama dengan tudingan otak Maniebu/KKPI Wiratmo Sukito itu. Terutama
sekali, tentu saja, ujung tombak terarahkan ke diri Pramoedya Ananta Toer –
yang dicap anti-perikemanusiaan atau anti-Pancasila. Oleh karena itu, bagaimana
saya tidak hendak mengungkapkan kekontrasan antara ucapan atau pernyataan kaum
Manikebuis macam Wiratmo Sukito dengan realitas aksi kebiadaban yang
berlangsung di sekitarnya ? Di atas bumi Nusantara yang berubah merah darah ?
Karena seperti dikonstatasi Pramoedya, di negeri ini telah terjadi mandi darah
bangsa sendiri ? Sehingga esais kondang Amerika, Noam Chomsky mengungkapkannya
dalam Bains de Sang dengan « L’Archipel Bloodbath » -- semata-mata untuk
menjadi perbandingannya dengan Archipel du Gulag. Dalam kaitan ini, bagaimana
persisnya antara koar-koar Panca Sila dengan Sila Perikemanusiaannya dan
Humanisme Universil di satu segi, kebanding dengan perbuatan yang nyata yang
berupa kejahatan kemanuisaan. Kejahatan dengan salah satu contoh seperti
dilukiskan oleh Ruslan Widjajasastra. Salah seorang yang dijadikan korbannya.
Langganan:
Postingan (Atom)
5.31.2012
Latar Sosial dan Budaya
Pengetahuan tentang latar sosial dan budaya sangat penting dalam kajian budaya begitu pula dalam kajian budaya inggris. Berdasarkan karya Krishan Kumar terdapat beberapa peristiwa penting dalam sejarah kebudayaan inggris. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain Perang Dunia II, perubahan sosial politik, perubahan sistem ekonomi, nasionalisasi kebudayaan, politik identitas, politik media, perang cendikiawan, dan munculnya budaya populer sebagai budaya tandingan. Beberapa peristiwa tersebut akan dibahas dalam sub bab berikutnya.
Aku yang Kini Kehilangan Nama
5.29.2012
Mati Menanti Mati
Agnostis = Atheis ?
1. Apakah orang agnostik itu Atheis?
Tidak. Seorang atheis, seperti halnya penganut
Islam, mempercayai bahwa ia dapat mengetahui ada atau tidak adanya Allah/Tuhan.
Penganut Islam mengatakan bahwa ia dapat mengetahui Tuhan itu ada; kaum atheis
menyatakan bahwa kita dapat mengtahui Tuhan itu tidak ada. Orang agnostik
menunda pengambilan keputusan, dengan menyatakan bahwa tidak cukup bukti untuk
menegaskan atau menolak adanya Tuhan/Allah. Pada saat bersamaan, orang agnostik
mungkin mengatakan bahwa eksistensi Allah meskipun bukan tidak mungkin, sangat
kecil kemungkinan adanya; ia mungkin menyatakan begitu kecil kemungkinan adanya
Allah, maka Allah pada kenyataannya tidak cukup bermakna untuk dipakai sebagai
bahan pertimbangan. Dalam hal demikian, Allah disingkirkan tak jauh berbeda
seperti dalam atheisme. Sikapnya adalah mirip seperti filsuf yang teliti
terhadap dewa-dewa Yunani Kuno. Apabila saya disuruh membuktikan bahwa Zeus dan
Poseidon dan Hera dan dewa-dewi Olympia lainnya tidak ada, maka saya pasti
kebingungan dalam memberikan argumen yang memadai. Orang agnostik akan
berpendapat bahwa Allah orang Islam sama kecil dengan kemungkinan adanya dengan
dewa-dewi Olympia; dalam hal demikian, untuk mudahnya ia sama dengan orang
atheis.
Sejarah Kesusastraan
Apa Itu Satra ?
Banyak dari kita yang sering mendengar suatu istilah bahkan sampe hafal istilah itu. Tapi kelemahan kita adalah menghafal tampa mengerti arti sebenarnya dari istilah tersebut. Istilah sastra kerap melintas diselaput telinga kita tapi apa sih sesungguhnya sastra itu?
Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Keresahan Terhadap Fakultas Sastraku
Fakultas Sastra. Ada kebanggan masuk kedalamnya, apa lagi setelah menjadi bagian keluarga mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin. Tapi bayangan tentang sastra dibenakku sebelum masuk ternyata berbeda. Aku tak menemukan orang gila yang sangat menikmati sastra itu sebagai kehidupan. Itu yang menjadi keresahan saya. Lembaga terlalu mengurung kita dan akhirnya selama setahun kita hanya menjadi pekerja program kerja lembaga dan melahirkan kita menjadi seorang pekerja bukan pemikir. Di sisi lain unit kegiatan mahasiswa yang berhaluan seni lebih mengarah pada teater, tari dan musik kurang yang mengarah pada sastra itu sendiri sementara kita berada dalam lingkungan sastra. Akhirnya tidak salah jika fakultas ini hanya banyak melahirkan seniman bukan sastrawan. Resah.
Aku mencoba keluar dari semua teori apapun. Teori menurutku hanyalah pembenaran dari satu akal manusia dan memaksa kita untuk ikut membenarkannya. Akhirnya aku memilih menjadi sastrawan liar dan gila. Aku tak peduli mendengar kata orang yang membaca karyaku yang menurutnya terlalu bebas dan liar. Aku tak peduli jika orang melihatku begitu kumuh. Aku jelaskan sekali lagi tujuanku bersastra. Aku menolak segala bentuk tatanan yang baku. Tatanan yang menuntut kita hanya menjadi pekerja seni. Itulah yang membuat saya mengurungkan niat berkecimpung pada dunia seni diluar sastra karena aku takut terhanyut dan akhirnya lupa pada tujuan utamaku bersastra. Liar dan gila.
Aku berpikir untuk membangun komunitas sastra. Komunitas sastra yang gila pada sastra itu sendiri. Akhirnya aku menemukan satu orang dari sekian itu. Kesamaan tujuan membuat kami terangsang untuk bergerak melawan rotasi. Semua berawal dari mimpi dan kami serius untuk masuk kedalam mimpi itu dan mewujudkannya. Sastra begitu kuat mendoktrin otak kami meskipun sebagian orang menuduh kami sudah tidak waras tapi bagi kami inilah sastra yang sesungguhnya. Sastra murni dan lebih jauh lagi menjawab keresahanku bertahun-tahun untuk mencari tokoh sastra dari Sulawesi Selatan ternyata aku hanya menemukan satu dari sekian sastrawan besar di Indonesia. Dialah H. S. Daeng Muntu yang merupakan tokoh sastra.
Semoga dengan ini akan lahir lagi sastrawan besar dari Sulawesi Selatan.
5.25.2012
Si Baso Mencari Cinta II
Minggu
Pagi
hari baso pergi tebar pesona di pasar desa
Menggunakan
baju terbaiknya dengan kaca mata pantat botol
Berjalan
menuju kios-kios yang berjejer di sepenjang jalan sempit itu
Oo Baso
mau kemana ?
Tanya
salah seorang tetangganya yang pedang telur ayam di pasar
Biasa
Daeng anak muda..
Minggu
Pagi
hari Baso pergi tebar pesona di pasar desa
Menggunakan
baju terbaiknya dengan kaca mata pantat botol
Dia
bertemu dengan kekasihku yang sedang sibuk memilih baju
Naluri
kelaki-lakian Baso muncul
Rupanya
dia tak melihat aku di sampingnya
Sendiriki
itu pergi ke pasar ?
Tanya
Baso menggombal dengan senyum di ujung bibirnya
Pacarku
hanya tersenyum..
Kenapa
senyum-senyum ki ?
Baso
kembali bertanya
Kembali
juga pacarku tersenyum
Rupanya
Baso tak mengerti
Dia
langsung memegang tangan kekasihku
Maaf
kali ini cemburuki tidak bercanda
Kulabrak
saja muka Baso dengan penuh kesadaran
Kulihat
dia meringis kesakitan dan berusaha berdiri
Dia
mengancamku dengan kata-kata
Aku
hanya tersenyum dan memegang tanganku yang masih kesakitan
Pergilah
dia hilang dibungkus malu
Baso
salah memilih wanita
01.02.2011
Si Baso Mencari Cinta I
Baso
katanya mendekati pacarku
Setiap
bertemu dia sering menggombalnya
Dia
sering memanggil kekasihku dengan nama manis
Mengajak
pergi kekantin berdua untuk makan semangkok bakso
Bila
malam dia menawarkan untuk menonton komedi putar di alun-alun desa
Bahkan
biasa menggandengnya ketika pulang sekolah sampai kerumah
Kata orang
aku harus cemburu melihat Si Baso
Melihat
Baso saja aku tak pernah
Hanya
biasa mendengar namanya dari temanku
Baso
Risih
juga mendengar penuturan temanku
Aku
takut cemburu buta
Aku kira
Baso seorang laki-laki
Klimaks
juga rasanya jika dia tak jatuh cinta
Lebih
klimaks lagi jika aku cemburu padanya
Buat apa
membuat merah hatiku dengan marah
Itu pula
cerita tak pasti di hadapanku
Kekasihku
tetap kekasihku
Jika
Baso berhasil menarik hatinya dariku
Selamat
Baso
01.02.2011
Marilah Kekasihku
Marilah
kekasihku
Kita menutup
diri dari terangnya mentari yang sering menyalahkan kita
Kita
buat seribu tengkonan di taman belakang rumah kita
Agar
kelak kita bisa memilih kemana kita akan menyepi
Marilah
kekasihku
Kita
belajar merenungi hasil kerja dalam setahun ini
Kita kumpulkan
keringat hasil kerja kita dalam tabungan masa depan
Agar
kelak kita bisa memberikan jaminan pada hidup kita
Marilah
kekasihku
Kita
memberi warna pada pelangi malam dalam harmoni kisah kita
Kita
jadikan dia misteri bagi sebagian orang
Agar
kelak kita akan dikenang
Marilah
kekasihku
Kita
kembali menghiasi jejak ini
Kita
jadikan taman seribu bunga tanpa layu dengan warnanya yang eksotis
Agar
kenangan kita semakin indah dinikmati
15.12.2010
Seribu Pilu
Seandainya
kau beri waktu untukku mengungkapkan seribu pilu dari letihnya perjalananku
Aku
telah menempuh kegundahan yang menyesatkan jejakku
Maka
akan kubaca di hadapanmu prosa kata dengan memakan waktu tujuh hari lamanya
Derita
yang menjadikan diriku seperti ini
Meski
kata kekasihku setialah pada satu hati
Inginku
seperti itu namun hasrat kelaki-lakianku mengatakan tidak
Cinta
yang aku pelihara tanpa kadar
Rupanya
menjadi keraguan untukmu
Aku tak
perlu heran
Tatapan
mata menjelaskan lebih tajam dari lisan
Sampai
kapan kau akan menganggapku seperti ini
Meski
pernah kukoyak hatimu
Jika kau
membenciku katakanlah
Meski
dengan isyarat diammu
Akan
kukepul cintaku dan aku akan hilang untuk selamanya
Dan
anggap aku tak pernah ada
Seandainya
kau beri waktu untukku mengungkapkan seribu pilu dari letihnya perjalananku
Aku
telah menempuh kegundahan yang menyesatkan jejakku
Maka
akan kubaca di hadapanmu prosa kata dengan memakan waktu tujuh hari lamanya
Penyesalan
mengalir di derasnya kekuatan tersisa
Serasa
aku ingin pergi dan menghilang saja
Alasan
apa yang membuatku bertahan selain dirimu
Aku
ingin kau mengatakan sesuatu
Sebagai
asa agar aku bisa yakin dapat bertahan tanpa permainan
Seandainya
kau ingin membalas dendam akan dosaku
Kupersilahkan
di atas cintaku
Tak
perlu ragu karena semua itu akan kutatap dengan senyum
Meski
kutahu itu sakit
Sampai
kapan kau akan menganggapku seperti ini
Meski
pernah kukoyak hatimu
Jika kau
membenciku katakanlah
Meski
dengan isyarat diammu
Akan
kukepul cintaku dan aku akan hilang untuk selamanya
Dan
anggap aku tak pernah ada
Maaf
Aku
bukan lelaki pilhan
09.10.2010
5.24.2012
Jika III
Jika II
Lorong Perkara
Musim
hujan menuduhku sebagai tersangka
Ah,
biarlah senyumku menjelaskan
Diamku
mengisyaratkan
Tatapanku
membenarkan
Kebencianmu
menyudutkanku pada kasus ini
Dimana
saat kau terjebak pada alur ceritaku
Oleh
ingin kita dipertemukan
Saat
semua terjadi begitu saja
Masih
ingatkah saat hujan mengguyur kota
Dirumah
yang kau pakai untuk bersembunyi
Kulumat
bibirmu dalam satu adegan
Kemudian
terasa sesak oleh permainanmu
Satu
kecupan dikeningmu mengakhirinya
Kisahkan
pada orang lain
Tentang
terbunuhnya cintamu dimalam itu
Saat
kepergian mengakhirinya
Terpaksa
aku menyita lentera ini
Untuk
menuntun dalam lorong perkara
17.01.2010
Hasrat
Semisal
aku meminta rindu
Akankah
tetap utuh cintamu
Memang
bukanlah takdir yang kutakuti
Semenjak
pinjaman tragedi
Rumahku
dipenuhi prahara yang dalam
Bukan
kutukan yang menyeliti hidup
Toh
tetap mampu aku tersenyum
Pun
demikian aku terkadang merasa lemah
Hiburan
dari sepi menggoda lagi
Ingin ku
sampaikan hasratku
Aku
butuh dirimu saat itu
Bukan
sebagai kekasih juga teman
Melainkan
kekuatan dari hadirmu
20.01.2010
Cerita Sekawan
Kemudian matilah aku dalam cerita sekawan
Membawa secawan arak dan menuangkannya pada derai nostalgia
Berhambur padu sobekan surat kecil pemberianmu
Di taburi pada nisan sang hidup
Menyelinap pada rasa misteri
Menyeruak tanya dalam-dalam
Menyusuri jejak langkah kembang beterbangan
Aku di tiang pancungan Menjadi terdakwa pembunuhan sahabat
Lalu matilah aku dalam cerita sekawan
Membawa secawan arak dan menuangkannya pada derai nostalgia
Berhambur padu sobekan surat kecil pemberianmu
Di taburi pada nisan sang hidup
Menyelinap pada rasa misteri
Menyeruak tanya dalam-dalam
Menyusuri jejak langkah kembang beterbangan
Aku di tiang pancungan Menjadi terdakwa pembunuhan sahabat
Lalu matilah aku dalam cerita sekawan
17.01.2010
Aku Masih Berdiri Menopang Rembulan
Malam menghampiri
Rindu dan cinta memadu dalam dingin
Adakah kesetiaan dalam jiwa yang kosong
Aku telah lama hilang
Dari aura jiwa yang selalu menyelubungi sesal
Kemana kaki menapak setelah kaku
Dan kehampaan selalu menjadi kekeringan
Di taman setia Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah cahaya menebar dan aku hanya menjadi penikmat senyummu
Setelah lelah rembulan bisa saja mencari penopang yang lain
Dan aku menjadi kisah yang terlupakan
Kisah yang mengusang dalam kenangan
Kisah yang retak dalam bentuk cekung
Dan aku sekali lagi menjadi penjawab dari sesal
Di taman setia
Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah aku menepi dari cahaya
Setelah lelah aku tetap menolak menjadi penyesal
Rindu dan cinta memadu dalam dingin
Adakah kesetiaan dalam jiwa yang kosong
Aku telah lama hilang
Dari aura jiwa yang selalu menyelubungi sesal
Kemana kaki menapak setelah kaku
Dan kehampaan selalu menjadi kekeringan
Di taman setia Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah cahaya menebar dan aku hanya menjadi penikmat senyummu
Setelah lelah rembulan bisa saja mencari penopang yang lain
Dan aku menjadi kisah yang terlupakan
Kisah yang mengusang dalam kenangan
Kisah yang retak dalam bentuk cekung
Dan aku sekali lagi menjadi penjawab dari sesal
Di taman setia
Aku masih berdiri menopang rembulan
Biarlah aku menepi dari cahaya
Setelah lelah aku tetap menolak menjadi penyesal
Makassar 23 Mei 2012
5.23.2012
Jika I
Polemik Lekra VS Manikebu
Pertukaran atau pergesekan pendapat, perdebatan secara lisan maupun tulisan, umumnya berlangsung di media massa cetak atau di radio-tv atau forum umum lainnya. Menurut Grand Dictionnaire de Culture Générale, Polemique adalah kata benda dan kata sebutan berasal dari bahasa Yunani: polemikos. "berkaitan dengan peperangan". Polemik adalah perdebatan sengit politik atau intelektual. Suatu bentuk perjuangan ide atau wawasan; soal yang jadi persoalan kepentingan umum, estetika, politik, sosial, falsafah atau pandangan dunia. Umumnya polemik timbul ditimbulkan oleh kalangan penulis, jurnalis atau intelektual yang selalu gelisah dalam menghadapi situasi stagnasi, dekadensi, kemunduran atau ketimpangan dalam kehidupan masyarakat manusia, istimewa sekali di bidang kehidupan kebudayaan, kesenian dan ke-ilmu-an. Polemik tentang "l'art pour l'art" ("seni untuk seni") dan "l'art pour l'engagée" ("seni bertendens", "memihak") telah terjadi di zaman Poejangga Baroe, dengan sosok-sosok tokohnya seperti Sutan Takdir Alisyahbana, Ki Hadjardewantara dan Sanusi Pane. Kemudian polemik segera sesudah zaman kemerdekaan, terutama sekali antara pembawa gagasan "humanisme universal" dengan "seni untuk rakyat". Sebagai kelanjutan saja dari perdebatan soal yang jadi persoalan antara "seni untuk seni" dengan "seni bertendens". Yang kemudian muncul dimunculkan polemik sekitar Manikebu dan Pramoedya/Lekra dengan "Lentera"nya. Di zaman jaya berjayanya OrBa/Manikebu, tak ada polemik yang selayaknya, kecuali pengeroyokan sewenang-wenang dari pihak yang berkuasa atau yang berada dalam kantong kekuasaan demi kepentingan atau kemapanan mereka. Tanpa adanya kehidupan demokratis, tanpa pengakuan dan penghormatan atas pluralisma atau keberbedaan, polemik tidak dimungkinkan, maka dampaknya adalah stagnasi bahkan kemunduran. David T. Hill mengkonstatasi bahwa setelah kaum Manikebu/OrBa menghegemoni kehidupan kebudayaan, yang berpusat di Ibukota Jakarta, "kegiatan sastra jadi mandek karena tidak mendapat dorongan tantangan ideologi dari kaum kiri". Situasi mana mulai terjadi perubahan, 15 tahun kemudian, ketika kaum kiri, seniman dan sastrawan kiri mulai hadir kembali dengan hasil-hasil karyanya. Setelah mereka diberangus, dibungkam, dipenjara dan dibuang ke Kamp Konsentrasi Kerjapaksa Pulau Buru. Kehadiran kaum kiri dengan Pramoedya Ananta Toer sebagai simbolnya, sekaligus sebagai canang bahwa hari depan yang membawakan semangat perjuangan demi kemajuan dan keadilan telah dimulai kembali. Cepat atau lambat, kecerahan pastilah menggantikan kegelap-pengapan. R.I. Republik Indonesia. Negara Hukum. Ditegakkan berkat hasil perjuangan kemerdekaan nasional melawan penjajahan dan diproklamirkan oleh Bung Karno dengan didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Bung Karno adalah Presiden R.I. yang pertama ; Bung Hatta sebagai Wakil Presiden. ABRI - Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Pangti - Panglima Tertinggi PBR - Pemimpin Besar Revolusi OrLa - Orde Lama OrLa atau Orde Lama adalah sebutan yang diberikan oleh penguasa militer untuk rezim Sukarno. Rezim yang di bawah Presiden/PBR/Pangti ABRI Sukarno menjalankan jurus perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang penuh, perjuangan anti nekolim dan anti-feodalisme, demi terciptanya kehidupan masyarakat Indonesia yang aman, adil dan makmur. Jurus mendasar adalah pembinaan menuju Sosialisme ala Indonesia. Seperti yang dijabarkan oleh Bung Karno dalam pidato-pidato atau ajarannya yang antara lain tercantum dalam MANIPOL (Manifesto Politik) dan USDEK. Suatu perangkat perjuangan yang digagalkan oleh lawan-lawan politiknya, dengan Kudeta Militer 1 Oktober 1965. OrBa – OrBaru Sejak 1 Oktober 1965, kaum penguasa militer membelah masyarakat Indonesia menjadi 2 macam, yakni Orde Lama (OrLa) dan Orde Baru (OrBa). OrLa adalah kekuatan Bung Karno dengan sekalian para pendukung atau yang dianggap sebagai pendukungnya. Yang otomatis sebagai lawan politik yang harus dikalahkan, dilumpuhkan, dilikwidasi secara psikik ataupun fisik. Sedangkan penguasa yang menang, yang berhasil merebut kekuasaan negara, menamakan diri sebagai OrBa – dengan lokomotip militer yang jurumudinya jenderal ; sedangkan gerbong utamanya orsospol Golkar, dan sambungan gerbong lainnya yang juga hasil rekayasa kaum militer. Jurus mendasar pembinaan masyarakat berbeda dengan jurus OrLa BK yakni menuju Sosialimse ala Indonesia, sedangkan OrBa menjurus pada pembinaan kapitalisme, dengan sudah sejak mulanya membuka pintu lebar-lebar bagi investasi modal asing. Peristiwa 1 Oktober 1965 sampai dengan Supersemar 1966 merupakan Kudeta Militer yang sukses menaikkan kaum militeris ke singgasana kekuasaan negara -- sejak terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952, di mana Nasution beserta pasukannya menodongkan meriam langsung ke arah Istana Negara teriring tuntutan Pembubaran Parlemen. Presiden Sukarno menolak tuntutan militer tersebut dan upaya kudeta itupun gagal. Setelah juga terjadinya serangkaian pemberontakan reaksioner bersenjata seperti DI/TII, RMS, PRRI dan PERMESTA. SOKSI - GOLKAR Serikat Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia - didirikan di zaman OrLa oleh kaum militer untuk menghadapi sekaligus menyaingi SOBSI - Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia. Cikal bakalnya adalah rekayasa kaum militer untuk aktip berpolitik dan memperoleh kekuatan politik dengan menciptakan "golongan fungsional" (kata fongsional yang bermakna dan dimaknai sebagai karyawan) untuk bisa menduduki kursi parlemen; dengan demikian bisa mengibangi atau menyaingi kekuatan politik sipil (partai-partai politik). Di zaman OrBa, SOKSI berubah menjadi GOLKAR (Golongan Karya) sebagai gerbong utama dari orsospol rekayasa OrBa, di samping partai-partai hasil rekayasa OrBa lainnya: PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PDI.(Partai Demokrasi Indonesia). "Golkar adalah partner atau sambungan tangan ABRI dalam politik". (Dr. Alfian, in "Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia", P.T. Gramedia 1978, hlm 5). NASAKOM Nasionalis Agamis Komunis - suatu jurus politik persatuan besar rakyat dan bangsa Indonesia; kekuatan orsospol (organisasi sosial politik) yang terdiri dari ragam macam partai penganut ragam macam aliran, kepercayaan dan agama yang ada secara obyektif di Indonesia. Jurus persatuan besar dalam perjuangan meneruskan perjuangan anti-kolonialisme, neo-kolonialisme dan imperialisme (nekolim) serta sisa-sisa feodalisme. Perjuangan demi mencapai kemerdekaan yang penuh. Partai-partai seperti PNI (Partai Nasional Indonesia), PARTINDO (Partai Indonesia), Partai NU (Nahdatul Ulama), PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia), Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Partai Murba, PKI (Partai Komunis Indonesia) adalah merupakan salah satu bentuk poros kekuatan politik OrLa. Oleh OrBa, jurus dan poros politik OrLa ini dilumpuh-hancurkan oleh manifestasi aksi Teror Putih di seluruh Indonesia, dengan hanya alasan berupa tuduhan sewenang-wenang: terlibat "G30S/PKI". Seiring dengan itu, OrBa menjadikan kekuatan militer sebagai poros kekuatan politiknya, dengan Golkar sebagai orsospol utamanya, disamping orosospol hasil rekayasa atau yang tunduk pada tongkat komando politik kaum militeris -- terutama sekali dari golongan masyarakat yang anti-komunis. Teror Putih Teror putih, seperti manifestasi aksi teroris pada umumnya, adalah penyebaran rasa ketakutan teriring ancaman marabahaya secara psikik maupun fisik; suatu manifestasi aksi kekerasan secara lisan maupun tulisan teriring kekerasan bersenjata yang dilancarkan oleh kekuatan reaksioner secara resmi ataupun non-resmi guna mencapai tujuan politik tertentu. Di zaman penjajahan Belanda pernah terjadi manifestasi aksi Teror Putih oleh kekuatan kapitalis bersenjata untuk menindas pemberontakan rakyat bersenjata tahun 1926-1927. Belasan ribu jiwa jadi korban manifestasi aksi teroris tersebut: tewas ditembak langsung, dihukum tembak, digantung di tiang-tiang gantungan dan dibuang ke Boven Digul. Dari mereka yang dibuang itu, salah seorangnya adalah penulis-jurnalis terkenal: Mas Marco Kartodikromo -- murid sekaligus pengikut sosok tokoh jurnalis dan pejuang nasional Tirto Adhisoerjo. Sedangkan contoh yang paling gadang-gamblang akan manifestasi aksi teroris yang merupakan Teror Putih yang terjadi dalam sejarah modern Indonesia adalah yang dilancarkan oleh kaum militeris OrBa dalam tahun 1965-1966 bahkan 1967. Sejak itu, manifestasi aksi teroris telah menjadi salah satu macam budaya biadab dalam masyarakat Indonesia. Pembantaian Massal Manifestasi aksi Teror Putih yang berkecamuk di Nusantara, terutama sekali terkenal di media internasional, sebagai peristiwa Pembunuhan Massal 1965-1966 dan 1967 yang menelan korban jutaan jiwa. Hal mana mendapat perhatian para pakar, seperti antara lain Ben Anderson, WF Wertheim dan Noam Chomsky. Pasalnya? Menurut Ben Anderson ada dua faktor. "Faktor yang pertama adalah policy atau kebijaksanaan dari pimpinan tentara di Jakarta yang diwujukdkan dengan pengiriman RPKAD ke Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Mereka ingin supaya PKI dihancurkan dan mereka ingin juga bahwa ini tidak hanya dikerjakan oleh tentara tapi juga oleh kelompok-kelompok yang mau dijadikan sekutu untuk membangun apa yang belakangan dinamakan Orde Baru. Jadi mereka menyertakan warga Banteng, NU, Katolik, Protestan dsb. Karena itu senjata, latihan, perlindungan, kendaraan, dsb, dikasih kepada kelompok-kelompok pemuda yang mereka hubungi. Jadi kalau policy pimpinan tentara ini tidak ada, kemungkinan pembunuhan massal itu saya kira tidak besar." (Ben Anderson: Tentang Pembunuhan Massal'65. In Majalah ARENA N° 24 Januari 1998, Stichting ISDM, Culemborg. Editor: A.Kohar Ibrahim). Massaker Dari kata Perancis: massacre. Pembunuhan besar-besaran, massal, pembantaian, pembinasaan. LKN Lembaga Kebudayaan Nasional. LESBUMI Lembaga Seni Budaya Musilim Indonesia LEKRA Lembaga Kebudayaan Rakyat -- adalah sebuah gerakan kebudayaan yang nasional dan kerakyatan (Joebar Ajoeb). Lestra Lembaga Seni Sastra Indonesia salah sebuah dari lembaga-lembaga kesenian LEKRA lainnya. Seperti Lesrupa (Lembaga Senirupa), Lembaga Seni Drama, Film, Musik, Tari dan yang lainnya lagi. Mukaddimah Lekra berisi konsepsi, wacana, gagasan sekaligus jurus bagi pembinaan kebudayaan yang nasional dan kerakyatan. Manikebu Manifes Kebudayaan -- formator-formatornya berhubungan erat dengan militer; konseptornya sendiri, Wiratmo Soekito, mengaku bekerja untuk Dinas Rahasia ABRI. Lihat pula Wiratmo Soekito: "Satyagraha Hoerip Atau Apologi Pro-Vita Lekra" (Horison N° 11 1982) dan "Catatan Mengenai Manifes Kebudayaan" in Tifa Budaya, Jakarta 1981 hlm-29-32. KKPI Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia. Manifestasi aksi dari kesepakatan para formator-konseptor-promotor Manikebu dan Militer; terselenggarakan berkat perlindungan dan dukungan (akomodasi, biaya, uang bagi peserta) oleh militer dan diketuai oleh Jenderal Dr. Sudjono. PKPI Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia Proyek ke-karyawan-an militer di bidang kebudayaan. Majalah Sastra Majalah sastra -- organ para calon kaum Manikebuis. Majalah Horison Majalah sastra OrBa -- organ kaum Manikebuis. Majalah Zaman Baru Majalah Sastra dan Seni organ Lekra. HR Minggu Edisi Kebudayaan Harian Rakyat Lentera Ruang Kebudayaan Harian Bintang Timur pemimpin redaksi: Pramoedya Ananta Toer. Humanisme Ajaran yang mementingkan nilai-nilai manusia dalam harkat dan martabatnya serta perkembangan jiwa dan pikirannya, humanisme. Humanis: budayawan atau penganut humanisme. Pancasila Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pancasila: asas kenegaraan yang lima (ialah asas Republik Indonesia yaitu: Ketuhanan Yang Mahaesa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan di permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Hasil galian pemikiran Bung Karno ini, oleh dan selama berjayanya OrBa telah "dipersucikan" dalam retorika, namun dikotori dalam perbuatan dengan diberlakukannya budaya kekerasan berupa kejahatan atas manusia dan kemanusiaan serta pelanggaran Hak-Hak Azasi Manusia lainnya, teriring budaya KKN yang dampak negatipnya bertolak-belakang dengan makna Pancasila. HAM Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Azasi Manusia diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948. Sedangkan teks Indonesia diterbitkan di Jakarta tahun 1952 oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia. Nasionalisme Faham, rasa kebangsaan, nasionalis. Kolonialisme Faham, sistim kolonialis, penjajahan. Imperialisme Faham, sistim imperialis -- kolonialisme dalam tingkat tertinggi. Nekolim Neo kolonialisme dan imperialisme. Feodalisme Kefeodalan, sifat feodal. Sistim politik dan sosial feodal dengan bangsawan feodal sebagai penguasanya yang memiliki hak-hak istimewa, terutama pemilikan atas tanah dan eksploitasi atas kaum tani nyaris seperti zaman perbudakan. Kapitalisme Faham, sistim kapitalis. Sistim politik dan sosial yang lebih maju dari sistim feodalis. Sosialisme Faham, sistim sosialis. Sistim politik dan sosial yang lebih maju dari sistim kapitalis. Komunisme Faham, sistim komunis. Sistim politik dan sosial yang lebih maju dari sistim sosialis. MARXISME Isme, faham, berdasarkan teori Karl Marx. Leninisme Isme, faham, berdasarkan teori V.I. Lenin. Stalinisme Isme, faham, berdasarkan teori J. Stalin. Maoisme Isme, faham, berdasarkan teori Mao Zedong. Trotskisme Isme, faham, berdasarkan teori L. Trotski. Monolit Suatu kesatuan yang absolut bulat, tanpa keretakan atau cacat. Pluralis Jamak, lebih dari satu. Demokrasi Demo: Rakyat. Krasi: Kekuasaan. Demokrasi: kekuasaan tertinggi ditangan Rakyat (melalui perwakilan atau parlemen). Diktatur Sistim politik yang sewenang-wenang, anti-demokrasi, represip. Kekuasaan ditangan seorang atau suatu klik penguasa. Otoriter Penguasa atau kekuasaan politik yang sewenang-wenang, represip. Totaliter Mengenai atau bersifat keseluruhannya; negara totaliter, negara yang menggunakan segala-galanya (manusia dan benda) demi kepentingan negara. Tirani Kekuasaan yang digunakan sewenang-wenang, represip. Suatu negara yang diperintah oleh seorang raja atau penguasa yang dapat bertindak sekehendak hatinya. Militeris Faham, sifat, prilaku ala militer dengan andalan cara kekerasan atau cara-gaya primitif lainnya. Fasisme Faham, sistim politik dan sosial represip, diktatorial, otoriter dan biadab. Contoh: fasisme Nazi Jerman dan fasisme Jepang. Demokrat Kaum demokrat penganut faham demokrasi. Progresip Kaum progresip, kaum yang berpikiran maju, menghendaki kemajuan; kebalikan dari kaum konservatip yang menggelayuti adat-faham lama dan kemapanan. Revolusioner Kaum revolusioner yang menghendaki perubahan radikal, mendasar dan cepat. Reaksioner Kaum yang bersikap reaktif, lebalikannya dari kaum revolusioner. Kiri Sikap-pendirian yang umumnya anti-konservativisme; kaum yang berpihak pada kaum yang tertindas dan lemah; berpihak pada rakyat pekerja yang luas, bukan pada kekuasaan yang sewenang-wenang; kaum kiri adalah pembela kebenaran dan keadilan. Kanan Kaum Kanan adalah kebalikannya dari kaum Kiri. Tengah Kaum atau golongan tengah memiliki sikap-pendirian antara dua kekuatan politik dan sosial. Ekstrim Yang paling paling... Ekstrim kiri atau ekstrim kanan. Ekstrimis kaum yang persikap-pandangan ekstrim. Komprador Begundal atau oknum pengabdi kepentingan (politik dan ekonomi) kolonialis atau imperialis atau nekolim. AS Amerika Serikat, mengepalai Blok Barat -- Blok Kapitalis anti-Komunis dalam Perang Dingin. US Uni Soviet atau URSS (Uni Republik Soviet Sosialis), mengepalai Blok Timur dalam Perang Dingin. RRT Ripublik Rakyat Tiongkok Perang Dingin Dicetuskan segera seusai Perang Dunia Kedua. Perang Dingin merupakan manifestasi aksi adu kekuatan dari dua Blok sistim politiko-sosial-ekonomi-militer yang masing-masing dikepalai oleh negara adikuasa AS dan US untuk mendominasi atau menghegemoni dunia, kongkretnya untuk menguasai kekayaan dunia. Tembok Berlin Kota Berlin dibelah dua oleh Tembok. Tembok Berlin, disebut juga sebagai Tembok Yang Memalukan ummat manusia yang beradab, salah satu monumen dari variasi Perang Dingin, yang diruntuhkan pada akhir tahun 1989. Perang Vietnam Perang Vietnam adalah bukti dari Perang Dingin Yang Panas; atau perang agresi yang dilancarkan oleh kaum nekolim pimpinan AS. Secara fakta: Vietnam tak terkalahkan; kaum agresor hengkang pulang. Tapi dampak Perang Vietnam cukup besar bagi Asia, khususnya Asia Tenggrara, lebih khusus lagi bagi Indonesia dan Timor Timur. Menurut Noam Chomsky, "bloodbath archipelago" tidak hanya terjadi di Vietnam, tapi juga di Nusantara. Kaum komprador Indonesia, seperti halnya Ngodinh Diem di Vietnam, telah dengan taat melaksanakan "panglima politik" Pentagon sejak 1 Oktober 1965 di Indonesia; disusul dengan pendudukan militer Timor Timur tahun 1975. Dengan korban teramat besar: 200.000 korban jiwa kebanding penduduk Timtim yang hanya 700.000 jiwa waktu itu. Perang Kemerdekaan Perang Kemerdekaan atau Perang Pembebasan anti-belenggu kolonialis dan imperialis berkobar setelah usai Perang Dunia Kedua dan bareng dengan dimulainya Perang Dingin. Dengan inspirasi dan kobaran perang kemerdekaan Vietnam dan Indonesia serta Konferensi Bandung 1955 yang turut mengangkat kepopuleritasan Bung Karno di mata rakyat dan pejuang kemerdekaan Asia dan Afrika. Dusta dan Fitnah Akhirnya, terutama setelah sang kepala OrBa lengser, umum mengetahui bahwa salah satu manifestasi aksi budaya OrBa adalah Dusta teriring Fitnah. Adalah Jenderal Nasution, pada hari-hari di bulan Oktober 1965 yang mempopulerkan makna kajian bahwa Fitnah adalah lebih berbahaya dari pembunuhan. Ironis sekaligus tragisnya, sang jenderal bersama konco jenderalnya pula yang demi tegaknya OrBa memberlakukan budaya dusta dan fitnah selama berdasa-dasa-warsa lamanya, bahkan sampai sekarang! Yakni dusta teriring fitnah sekitar 7 mayat korban "G30S" yang ditemukan di Lubang Buaya. Mayat yang dinyatakan sebagai korban kebiadaban kaum komunis perempuan Gerwani itu dalam kenyataannya adalah akibat tindakan kaum militer sendiri, dan segala apa yang dikisahkan secara sensasional itu adalah fitnahan belaka. Dampaknya luarbiasa: kabar yang digencar-siar sarana propaganda hitam kaum militeris OrBa itu telah menjadi penyulut kebencia teriring tindakan biadab berupa pembantaian massal. Salah satu bukti dusta teriring fitnahan tersebut diabadikan dalam foto yang terpasang di halaman buku salah seorang penandatangan Manikebu Taufik Ismail "Tirani Dan Benteng" halaman 56. Munafik Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata munfik bermakna: hanya kelihatannya saja percaya (suci, setia dan sebagainya) tetapi sebenarnya tidak; kemunafikan -- hal (perbuatan dan sebagainya) munafik. Pura-pura saja. Seperti sikap-pendirian tak-berpolitik, a-politik, menentang-politik, terutama sekali dalam kepura-puraan menentang "politik adalah panglima" seperti prilaku kaum Manikebu. Padahal secara faktual, lagi memanifestasikan aksi politik dengan deklarasi Manikebu dan yang disusul oleh pengorganisasian KKPI yang diketuai oleh Jenderal dan yang merupakan proyek kekaryawanan militer. Kemunafikan juga gamblang sekali dalam soal sikap-pendirian terhadap jurus politik Bung Karno seperti Manipol dan juga terhadap Pancasila -- yang dengan melagak untuk upaya "pengamanan" pun mempersucikannya, dengan upacara munafik tiap 1 Oktober. Khususnya dalam hal perikemanusiaan yang salah satu sila dari Pancasila, atau humanisme atau kehumanisannya, kepura-puraan kaum Manikebu juga gamblang sekali, seperti yang dikonstatasi oleh Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggirnya (Suara Independen N° 3/1, Agustus 1995). Tapi tidaklah mengherankan, kalau dari orang awam sampai budayawan, serta para penggede sampai pada orang kuat sekalipun, telah memberlakukan budaya munafik atau kemunafikan. Karena justeru Sang Orang Pertama yang bertindak sebagai Panglima Politik -- yang Jenderal beneran, bukan sekedar kiasan -- memang sudah menjadikan kemunafikan sebagai tabiatnya: nampak senyum manis sebenarnya senyum bengis fasis! Coba lah diingat bagaimana prilakunya ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, Presiden, PBR dan Pangti ABRI pula -- Bung Karno itu! Asbun Asbun, yang kadang kala sebagai kata yang bisa menyembulkan senyum ini, bermakna : asal bunyi. Untuk orang yang mengucapkan kata atau opini tanpa keseriusan, ikut-ikutan atau asal-asalan saja. Iya. Jika yang menyuarakan itu aktor lenong atau ketoprak, pelawak atau humoris sih dampaknya nggak seberapa, atau malah sebagai salah satu cara memancing senyum tawa. Tetapi kalau ada kata atau kata-kata yang mengandung muatan politiko-ideologis lalu dikenakan begitu saja secara asbun, orang yang bersangkutan bisa mengalami kerugian bahkan bencana luar biasa. Seperti kata berupa cap sekaligus tuduhan: "komunis" atau "terlibat G30S/PKI" itu! Akibatnya: ratusan tibu bahkan jutaan menjadi korban pembantaian atau derita sengsara. Padahal, kebanyakan sang pemberi cap atau pengucap bahkan jadi algojo itu cuma lagi asbun saja. Alias tak tahu apa makna dan apalagi akar sejarah kata-kata yang diucap-kenakan pada sasaran korbannya! Jangankan orang dari massa biasa, bahkan orang yang berfungsi sebagai komandan RPKAD macam Sarwo Edhie pun belum tentu mengerti benar apa komunisme atau ideologi komunis yang di-anti-kan dan jadi alasan untuk melakukan pengejaran dan pembunuhan massal -- selaras perintah sang Panglima Politik anti-komunis di Jakarta dan selaras sang Panglima Politik di Pentagon! Begitupun para jenderal-jenderal Vietsel, Korsel, Iran, Kinsasa atau Santiago dan semacamnya lagi yang menuruti tongkat komando Panglima Politik Pentagon. Ketika mereka melancarkan propaganda anti-komunis selaras paduan suara pimpinan Pentagon, bukankah merekapun lagi mengumandangkan suara asbun juga? Jika diingat kenyataan yang hakiki baik sang penuding maupun yang tertuding atau dituding-tuding itu: idemdito alias sami mawon! Sang penuding (dari Blok Barat) mengumandangkan corong sebagai mewakili Dunia Kapitalis Anti-Komunis melancarkan tudingan ke pihak yang dijadikan musuh, yakni Blok Timur sebagai "Sosialis-Komunis" yang anti-Kapitalis! Padahal secara hakiki sama-sama Kapitalis-nya! Yang satu kapitalisme bebuyutan yang kedua kapitalisme negara! Maka itu, terbukti, dalam hal peperangan yang merupakan pernyataan politik tertinggi ltu mereka memiliki kesamaan kandungan watak ke-imperialistisan-nya. Jika yang pertama dengan watak keimperialisannya yang buyutan, sedangkan yang kedua disebut sebagai "sosio-imperialisme". Alias sosialis dalam kata-kata tapi imperialis dalam tindakan. Seperti yang dikonstatasi oleh Tiongkok pada masa polemik besar GKI (Gerakan Komunis Internasional) tahun-tahun 60-an: Dogmatisme vs Revisionisme. Dalam kenyataannya yang hakiki, baik di Blok Timur maupun di Uni Soviet sendiri, masyarakat sosialis apa lagi komunis belum pernah terwujudkan. Yang ada adalah upaya-upaya ke arah itu; yang ada adalah tampuk kekuasaan politik yang dipimpin oleh partai sosialis atau partai komunis dan yang menamakan diri demikian. Yang kebenaran atau ketepatannya jurus-jurus perjuangan yang dilancarkannya layak mengalami ujian ataupun dipertanyakan adanya. * Serangkaian referensi atau bahan bacaan, antara lain: Kamus Umum Bahasa Indonesia, WJS Poerwadarminta, Balai Pustaka, Jakarta 1986. Grand Dictionnaire de Culture Générale, Bruno Hongre, Marabout, Allour 1996. Kamus Perancis Indonesia, Winarsih Arifin, Farida Soemargono, PT Gramedia, Jakarta 2001. Pertumbuhan Perkembangan Dan Kejatuhan Lekra Di Indonesia, Yahya Ismail, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur 1972. Sastera dan Budaya, Ajip Rosidi, Pustaka Jaya, Jakarta 1995. Tirani dan Benteng, Taufik Ismail, Penerbit Yayasan Ananda, Jakarta 1993. SASTRA, Introduction à la Litterature Indonésienne Contemporaine, Cahier d'Archipel 11.1980. Indonesia Di Bawah Sepatu Lars, S. Indrotjahyono, Komite Pembelaan Mahasiswa Dewan Mahasiswa ITB Bandung 1979. Sepuluh Sanjak Berkisah, HR Bandaharo, World Citizen Press, SKBSI, Amsterdam 1987. Siapa Yang Kiri, Sastra Indonesia Pada Mula Tahun 80-an, David T. Hill, Kertas-kerja no.33 Departemen Indonesia dan Malaya, Universitas Monas, 1984. Esei Sastra, Alan Hogeland, Stichting ISDM Culemborg, Nederland, 1994. Lekra dan PKI, Politik Adalah Panglima, Joebaar Ajoeb, Kreasi N° 10, 1989-92, Stichting Budaya, Amsterdam. Beberapa Pertimbangan Atas Terbitan Yayasan Budaya Dan ISDM, Prof. Wim F. Wertheim, Arena N° 22 1990-97, Culemborg, Nederland. Pernyataan Sedunia Tentang HAM, PBB, Teks Indonesia Kempen RI, Arena N° 1 1990, Culemborg, Nederland. Serangkaian esai dan pernyataan oleh Pramoedya Ananta Toer dan sastrawan serta intelektual lainnya disiar majalah seni dan sastra KREASI dan majalah budaya dan opini pluralis ARENA dalam periode 1989-1999 yang di-editor-i oleh Abe alias D. Tanaera alias A. Kohar Ibrahim. ***
5.21.2012
Sastrawan Sulawesi H.S.D Muntu
Haji Said Daeng Muntu atau dikenal juga dengan nama H.S.D Muntu ialah seorang sastrawan dari Sulawesi Selatan.
Karya roman dari H. S. D. Muntu antara lain :
a. Pembalasan (1935), merupakan roman sejarah yang terjadi di daerah Goa ketika daerah itu mulai dikuasai oleh Belanda, menceritakan sekitar pengkhianatan seorang seorang pembantu yang mendapat kepercayaan dari tuannya.
b. Karena Kerendahan Budi (1941), mempermasalahkan persoalan sosial dan pendidikan modern.
Bagiku Sastra Itu
Menulis sebuah karya sastra adalah pekerjaan yang sangat membutuhkan imajinasi dan kreatifitas. Melalui karya sastra aku membiarkan diriku liar dan bebas dalam mengekspresikan apa yang menjadi kerisauanku. Aku memilih sastra karena bagiku itulah jalan untuk mengabadikan aku dtu indah dalam bentuk karya.
Teori Sastra bagiku hanyalah pengetahuan yang lahir dari kepala manusia dan kadang memaksa kita untuk mengikutinya sebagai pembenaran yang absolud. Tidka penting teori apa yang anda gunakan yang jelas dalam melahirkan karya itu kita bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya harus kita ungkapkan.
Bagiku karya sastra adalah ungkapan yang lahir dari keresahan dan dituangkan dengan penuh ekspresi diri dalam tulisan. Sebagai penikmat dan pemerkosa sastra aku begitu menikmatinya sebagai onani senja antara langit dan bumi. Begitu indah dan sangat menarik untuk dikenang.
Karya sastra punya masa dan masa dalam karya sastra itu akan mewakili sebuah generasi sastra.
Sastra merupakan bentuk ketakutan dari diri yang dituangkan melalui kata-kata dengan pengungkapan penuh makna. Liar dan bebas merupakan gaya penulisan yang sangat emosional bagiku. Menjadikan sastra sebagai dewa terlalu memarjinalkan maknanya tapi menjadikannya abadi merupakan penghormatan untuk sastra itu sendiri.
5.20.2012
Tuhan Abadi
5.18.2012
Polemik Manikebu
Sebaris kata atau
sebutir penting isi Manikebu bunyinya : PANCASILA adalah filsafat
kebudayaan kami. Itu suatu pernyataan, tapi bagaimana sikap-pendirian dan
bagaimana dalam kenyataan perbuatan yang sebenarnya ? Seperti secara gamblang dicontohkan
oleh salah seorang pakar dari Manikebu/KKPI Wiratmo Sukito, yang dikemukakan
dalam tulisan yang diumumkan Majalah Horison Mei 1967 itu. Bukankah suatu bukti
akan kepura-puraan atau kemunafikan kaum Manikebuis ? Terutama sekali dalam hal
Sila Perikemanusiaan atau Humanisme ? Dalam pada itu, mungkin saja, apa yang
telah saya ungkapkan itu jadi penambah kesan dari kalangan pembaca, bahwa
sepertinya saya lagimenangisi apa yang telah terjadi. Padahal, ada saya
utarakan dan yang saya garis-bawahi baris kata-kata Ignazio Silone : Jangan
nangis, jangan ketawa, pahamilah. Tidak. Saya tidak lagi menangisi masa lalu,
khususnya Tragedi Nasional Indonesia, dimana saya sendiri salah seorang
korbannya. Tetapi memang iya, meskipun saya bukan sejarawan, tapi peduli pada
peristiwa bersejarah. Apa pula peristiwa itu menyangkut diri pribadi saya
sendiri. Apalagi, justeru, masalah kesejarahan Indonesia masih semrawut,
dicincang dan diputarbalikkan secara sewenang-wenang. Apalagi masih banyak
hal-ihwal yang masih menjadi tanda-tanya. Dan saya merasa berkepentingan untuk
mencari atau memperoleh jawaban atasnya. Apa Kenapa Bagaimana hal ihwal itu
terjadi, dan seribu tanda tanya lainnya. Dan dari sekian banyak hal yang
menimbulkan tanda tanya besar adalah sekaitan dengan bidang yang saya geluti,
yang sudah sejak masa remaja menjadi perhatian saya. Sampai timbul bencana
berupa Tragedi Nasional yang bukan hanya dengan korbannya seorang atau 7 orang,
melainkan jutaan orang ! Iya. Saya tidak lagi menangisi masa lalu pun masa
kini, karena derita yang ragam macam yang kami alami itu belum berkesudahan.
Tapi, saya ngaku,
memang iya, bukan saja saya tidak bisa melupakannya, melainkan masih menyimpan
ragam macam perasaan dan pikiran. Kata yang paling tepat, ya, itu – seperti
yang digunakan oleh Goenawan Mohamad dalam Tanggapan-nya untuk saya : Masygul !
Betapa tidak. Kalau dari dulu hingga saat ini kami -- secara langsung maupun
tak langsung – masih diposisikan sebagai orang yang tertuding, dengan nada yang
hakikatnya sama dengan tudingan otak Maniebu/KKPI Wiratmo Sukito itu. Terutama
sekali, tentu saja, ujung tombak terarahkan ke diri Pramoedya Ananta Toer –
yang dicap anti-perikemanusiaan atau anti-Pancasila. Oleh karena itu, bagaimana
saya tidak hendak mengungkapkan kekontrasan antara ucapan atau pernyataan kaum
Manikebuis macam Wiratmo Sukito dengan realitas aksi kebiadaban yang
berlangsung di sekitarnya ? Di atas bumi Nusantara yang berubah merah darah ?
Karena seperti dikonstatasi Pramoedya, di negeri ini telah terjadi mandi darah
bangsa sendiri ? Sehingga esais kondang Amerika, Noam Chomsky mengungkapkannya
dalam Bains de Sang dengan « L’Archipel Bloodbath » -- semata-mata untuk
menjadi perbandingannya dengan Archipel du Gulag. Dalam kaitan ini, bagaimana
persisnya antara koar-koar Panca Sila dengan Sila Perikemanusiaannya dan
Humanisme Universil di satu segi, kebanding dengan perbuatan yang nyata yang
berupa kejahatan kemanuisaan. Kejahatan dengan salah satu contoh seperti
dilukiskan oleh Ruslan Widjajasastra. Salah seorang yang dijadikan korbannya.
Langganan:
Postingan (Atom)