“Idealisme
tidak untuk membunuh Tuhanmu, mengaburkan pandanganmu terhadap banyak sisi, dan
mengubah caramu mencintai. Justru akan membuatmu merasa kesepian dan
membesarkan hatimu untuk menerima, menerima, menerima semua yang datang padamu.”
Dalam Kitab Zarathustra, Nietzsche
mengungkapkan ketidakbisaannya mengalahkan dirinya sendiri dengan “Tuhan telah
mati, Tuhan telah terbunuh” yang Ia karang untuk mengajak pembacanya merasakan
betapa sulitnya mengalahkan hidup, sebab selalu terbentur pada sudut pandang
ke-Tuhan-an.
Pada masa itu, orang-orang belum
membangun paru-paru dalam rongga maya yang saling menghubungkan dunia yang sebenarnya
tidak punya hubungan sama sekali. Benar-benar membesarkan banyak jiwa dari
pengalaman dan memberikan waktu yang cukup untuk merefleksi semua kejadian-kejadian
yang manusia kerjakan. Manusia dipaksa untuk bertahan dengan keterbatasan
peredaran informasi dan komunikasi.
Dengan kondisi seperti itu, akhirnya
manusia bebas memilih repotnya masing-masing. Hidup survive dan menciptakan kelompok-kelompok yang dilatarbelakangi
oleh kegemaran, kesamaan pikiran, sudut pandang, atau kebiasaan. Manusia terus
berkembang dan menuai semua hasil yang ia kerjakan dengan senang hati.
***
Entah sejak kapan, internet kemudian hadir
sebagai ruas utama hilangnya batasan-batasan yang awalnya membuat kita merasa
sama, kokohnya sikap individualis, dan merangsang pertumbuhan dunia baru. Dunia
ciptaan sekelompok orang adikuasa yang menentukan kebijakan dunia baru yang
turut melibatkan kita sebagai objek yang memiliki peran penting.
Kita mungkin bisa membela diri dengan
mengatakan “apa hubungannya perang di Palestina dengan saya” atau “mengapa saya
mesti memikirkan kudeta politik di Mesir” secara sederhana tentu tidak ada
hubungannya jika kita memposisikan diri sebagai “bukan bagian mereka” tapi
tanpa sadar semua rutinitas manusia dan skandal yang terjadi memiliki benang
merah yang jika ditarik akan ada hubungannya dengan kita.
Hubungan paling erat dari semua skandal
dan kejadian itu adalah mampu mengubah pandangan kita terhadap hidup. Kita diburu
ketakutan akan hilangnya pekerjaan meskipun sadar bahwa ada yang salah dari
tempat kita kerja, mengapa kita mesti repot-repot ikut kerja bakti di
lingkungan rumah, semua pasti akan kembali seperti semula. Pikiran-pikiran ini
mengantarkan kita pada pandangan yang melihat dunia untuk hari ini saja. Tidak
lagi melihat jauh ke depan dan mulai ragu dengan kekuatan mimpi dan cita-cita.
Kembali lagi pada persoalan kepentingan
untuk memuluskan jalan bagi terciptanya dunia baru. Manusia akhirnya tanpa
sadar menjadi bahan utama sebuah tatanan baru yang diciptakan melalui corong
kebudayaan, politik, ekonomi, gaya hidup, hingga hal terkecil seperti buku bacaan.
Manusia mulai tergila-gila pada kemudahan akses informasi dan komunikasi. Imingan
menjadi orang kaya membuat semua orang berpikir untuk pekerjaan layak yang akan
menguntungkan dirinya.
***
Entah kekuatan apa yang menciptakan
kematian yang cantik ini. Kita merasa bahwa yang kita lakukan adalah proses
mandiri, namun itulah sebenarnya inti dari sebuah rekayasa besar yang
diciptakan oleh orang adikuasa. Membuat kita merasa nyaman dengan sekitar dan
malas memikirkan hal-hal yang terjadi di luar sana.
Pernahkah kita menyadari bahwa setiap
hari saat membuka akun sosial media seperti facebook
atau twitter kita diperhadapakn oleh
pertanyaan “apa yang terjadi hari ini?” atau “apa yang sedang anda pikirkan?”
kita didoktrin untuk terus memikirkan tentang “hari ini” saja. Tapi sekejam
apapun sosial media membangun pikiran manusia, kita tidak bisa
mengkambinghitamkannya dalam urusan ini. Tetap saja sosial media berhasil
membantu banyak orang dalam kehidupan sehari-hari. Cara kitalah yang mesti
sedikit diberikan ruang untuk merefleksi banyak hal.
Saya bermimpi suatu saat akan ada akun
sosial media yang ketika dibuka, kita akan diperhadapkan oleh pertanyaan
“seperti apa hidup anda 10 tahun yang lalu?” atau “sudah sejauh mana anda
mempersiapkan masa depan keluarga anda?” dan pertanyaan itu membantu orang
untuk bangun dari pengontrolan ini. Pertanyaan itu juga tiap hari akan
berubah-ubah, tidak monoton dan mencoba membangun akal sehat manusia.
Seperti yang Nietzsche ingin katakan
kepada kita bahwa membunuh Tuhan itu mustahil, tapi untuk mengalahkan
ciptaannya pasti punya jalan sendiri. Sayapun berada diposisi yang sama dengan
anda, mungkin senang berdunia maya namun pernahkah kita meluangkan satu hari
dalam hidup kita untuk melakukan kebalikan dari semua yang rutin kita kerjakan.
Mungkin jawabannya ada disitu. Media sosial baru.