[sebuah catatan sederhana]
Dalam novel Imperium karya
Robert Harris, Tokoh Marcus Tellius Cicero adalah pengacara yang berani
menggugat pemangku jabatan gubernur Roma, Verres. Korupsi yang dilakukan
gubernur itu memang keterlaluan, ia tega memiskinkan banyak penduduk
kota.
Kisah dimulai ketika
Tiro, sekretaris pribadi senator Romawi, Marcus Tullius Cicero, membuka pintu
pada suatu hari bulan november yang dingin dan menemukan seorang pria tua yang
ketakutan, penduduk Sisilia yang menjadi korban perampokan gubernur Romawi
korup, Verres. Orang itu meminta Cicero mewakilinya menuntut sang gubernur.
Namun, bagaimana seorang senator yang tidak kaya, tak dikenal, bahkan dibenci
kaum aristokrat, dapat memulai tuntutan terhadap seorang gubernur Romawi yang
kejam dan memiliki pendukung di tempat tinggi?
***
Fakultas kita saat ini mengalami krisis
kepercayaan. Dekan yang memimpin telah mencoreng statuta Universitas
Hasanuddin, seperti itulah yang diungkapkan Guru Besar Fakultas Sastra, Prof.
Dr. H. Muhammad Darwis, MS dalam orasinya di depan Gedung Mattulada, bersama
beberapa dosen yang kecewa melihat Fakultas Sastra saat ini.
Mereka turun aksi menuntut Dekan Prof. Dr. Burhanuddin Arafah agar memperbaiki kinerja dan kepemimpinanya. Permasalahan yang berbelit-belit seperti tidak pernahnya terselenggara rapat senat untuk pembahasan program kerja dan anggaran serta pertanggung jawaban dekan, pemilihan ketua, dan sekretaris jurusan tanpa memperoleh pengesahan senat, serta lembaga senat fakultas yang dibiarkan lowong selama lebih delapan bulan sehingga telah menyalahi statuta fakultas. Masalah itu memang mengundang berbagai kecaman dan menyulut kemarahan warga fakultas sastra.
Mereka turun aksi menuntut Dekan Prof. Dr. Burhanuddin Arafah agar memperbaiki kinerja dan kepemimpinanya. Permasalahan yang berbelit-belit seperti tidak pernahnya terselenggara rapat senat untuk pembahasan program kerja dan anggaran serta pertanggung jawaban dekan, pemilihan ketua, dan sekretaris jurusan tanpa memperoleh pengesahan senat, serta lembaga senat fakultas yang dibiarkan lowong selama lebih delapan bulan sehingga telah menyalahi statuta fakultas. Masalah itu memang mengundang berbagai kecaman dan menyulut kemarahan warga fakultas sastra.
Belum lagi permasalah
mendasar mahasiswa seperti kekerasan akademik, WC fakultas yang kotor, dan
ruang belajar yang tidak layak, serta fasilitas kampus yang tidak memadai.
Mahasiswa menjadi
korban “perkelahian” dua kubu akademisi tersebut. Kekerasan akademik adalah hal
paling terkutuk yang tega dilakukan birokrasi terhadap mahasiswa. Mengancam
skorsing dan drop out adalah senjata birokrasi untuk
menakut-nakuti mahasiswa yang turun aksi.
Bagi mahasiswa, ancaman
itu adalah pembodohan yang dilakukan orang terhormat. Sama dengan anggapan
Cicreo, ancaman itu tidak dibenarkan dilakukan oleh seorang pejabat.
Permasalahan itu membuat lembaga mahasiswa memiliki “kepentingan” agar kejadian
seperti itu tidak terulang lagi.
Kebenaran memang
berbeda sekedip mata dengan ketidakbenaran. Dosen mungkin kecewa dengan dekan,
begitupun mahasiswa. Aksi yang dilakukan tim dosen tersebut setidaknya
membuktikan bahwa bukan lembaga mahasiswa saja yang resah terhadap kemiskinan
hati pemimpin kita untuk berbuat lebih baik bagi “warganya”.
***
Cicero tahu bahwa Verres telah menggunakan jabatannya untuk melakukan
kejahatan. Korupsi dan memiskinkan rakyat Roma. Itu salah dan tidak pernah ada
pembenaran seorang gubernur melakukan tindakan korupsi. Dengan menggugat
Verres, Cicero berhasil membuka mata rakyat Roma bahwa tirani yang didirikan
penguasa tetap bisa dijatuhkan melaui ruang-ruang resmi.
Cicero berhasil
memenjarakan Verres. Tuduhan korupsi itu terbukti benar. Rakyat gembira dengan
keberhasil Cicero menumbangkan rezim Verres. Setidaknya rakyat merasa bahwa ada
orang yang mau mendengar aspirasinya dan mereka sekarang telah memiliki pahlawan:
Cicero.
***
Melihat guru besar dan dosen-dosen turun aksi, ada sebuah pertanyaan yang
menggelitik. Jika dekan fakultas sastra itu melepaskan jabatannya, kira-kira
siapa yang berhasil menumbangkan rezimnya?. Apakah tim dosen atau lembaga
mahasiswa yang selama ini dizalimi oleh “Verres?”
Jawabannya adalah bergantung dari sisi mana kita melihatnya. Tim dosen
menyerang pejabat fakultas karena kinerjanya sedangkan lembaga mahasiswa
menyerang pejabat fakultas karena kebijakannya.
Dua serangan telak dengan muntahan peluru yang luar bisa banyak. Tim dosen
punya bukti, begitupun mahasiswa. Dua kubu ini memiliki peluang dan kekuatan
yang sama – juga musuh bersama. Jika kedua kekuatan ini bersatu, rezim apa yang
tidak bisa takluk?
Akhirnya, kita masih harus menunggu perkembangan selanjutnya. Semoga
ruang-ruang resmi dan aksi bisa menjadi solusi yang mendewasakan “rakyat
sastra”.
Salam perjuangan!
Hidup mahasiswa!
0 komentar:
Posting Komentar