Seperti
kerata api yang lincah berhenti di stasiun
tiap telingamu mendengar derap kaki, kau
selalu membuka pintu
meski
hanya desis angin ribut yang mengacak-acak halamanmu
menerbangkan
ranting patah, daun-daun, juga pembungkus plastik
yang
sengaja kau letakkan di kiri pot bunga kamboja terasmu
kau
menunggu seorang penumpang yang kau yakini pasti
Seorang lelaki muda
berjubah
hitam dan mengenakan topi seniman yang kau temui di pasar malam
ia
berjanji akan datang ke rumahmu membawa kopi
juga
puisi-puisi yang ingin kau dengar ia bacakan untukmu
membawamu
masuk ke dalam dunia yang tak kau kenal
sama
sekali
Ini
hari kesembilan kau menantinya
seorang
lelaki aneh yang menarikmu ke sebuah lengkungan negeri yang jauh
membuatmu
merasa berarti
kau
selalu menyimpan selusin pembenaran atas ketidakdatangannya
“mungkin
ia sedang tersesat, atau menghadapi masalah besar”
kau
meyakininya seperti sarang merapati
selalu
percaya bahwa pemiliknya pasti akan kembali
Namun penungguanmu tidak salah
lelaki itu datang bersama seorang perempuan
lelaki itu datang bersama seorang perempuan
itu
jarinya bercincin sama, sedang saat itu kau butuh teman untuk bercinta - juga bercerita
melampiaskan
banyak hari dalam hidupmu yang bukan kebahagiaan
itu menyakitkan, luapanya membuatmu berlari ke dapur
membawa
dirimu ke dalam dunia yang tak kau inginkan
“sebenarnya,
aku hanya menunggu pisau untuk diriku”
katamu
sambil mencocokkan tulang rusukmu dan sebilah pisau dapur yang merah
Makassar – Januari 2014
0 komentar:
Posting Komentar