[refleksi sederhana]
Keindahan sebuah kota terasa
dari serapi apa pemerintah menata bangunannya. Tata ruang yang bagus menghasilkan
sebuah sistem pemerintahan yang bagus pula. Kedua hal tersebut saling berkaitan
dalam sistem pemerintahan.
Selain mengatur tata
ruang, pemerintah juga menyediakan ruang publik yang layak untuk masyarakat. Misalnya,
di Kota Makassar ada Lapangan Karebosi yang menjadi tempat orang-orang yang
gemar olahraga, Gedung Kesenian, tempat para seniman – atau mungkin juga orang-orang
yang senang dengan dunia seni – berkumpul dan berdiskusi bersama.
Sejatinya, ruang publik
menjadi tempat yang dimanfaatkan oleh orang-orang untuk membangun pemahaman dan
bertukar gagasan. Ruang publik menjadi penting bagi sebuah kelompok, sebab dari
ruang itulah mereka dapat membicarakan masalah-masalahnya.
Keputusan politik lahir
dari ruang publik. Ruang itu pula dapat memengaruhi kebijakan-kebijakan politik
pada masyarakat.
***
Fakultas Sastra adalah
sebuah komunitas besar. Melingkupi sebuah organ tersendiri dalam kampus
Universitas Hasanuddin. Organ ini terbagi lagi, ada yang bertindak sebagai
dosen dan ada pula yang menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa.
Maka dosen harus punya
ruang publik tersendiri, begitupun mahasiswa. Sebab, di dalam kampus, dosen dan mahasiswa adalah organ yang
menjalankan peranan yang berbeda. Dosen tidak boleh masuk ke dalam ruang privat
mahasiswa meskipun tetap dapat bertukar gagasan di ruang publik Fakultas
Sastra.
Layaknya penghangat di
rumah-rumah eropa yang memiliki perapian. Maka ruang privat adalah ruang perapian
sedangkan corong yang mengeluarkan asap dari atap itu adalah ruang publik.
Publik tetap bisa melihat asap yang keluar dari perapian tanpa perlu tahu
seperti apa ruang perapian yang ada di dalam.
Mahasiswa diwakili oleh
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) – atau di sastra di kenal juga dengan nama
KMFS-UH - badan ini menjadi corong yang mewakili mahasiswa Fakultas Sastra pada
tataran yang lebih luas dan yang lebih tinggi.
BEM KMFS UH seharusnya
memunyai ruang privat tersendiri. Orang-orang yang ada di dalamnya adalah
kumpulan ide yang harus saling bertukar. Bersirkulasi satu sama lain.
Pertanyaan yang patut
kita hadirkan adalah, dimana ruang privat serta ruang publik keluarga mahasiswa
kita?. Sebuah jawaban sederhana tentu akan keluar dari mulut para mahasiswa;
Himpunan, BEM, MAPERWA, dan UKM adalah ruang privat yang memiliki fungsinya
masing-masing. Lantas ruang publik kita di mana?. Jawabannya koridor yang kini
dijadikan lahar parkir.
Sejak dulu, tempat itu
adalah sarana yang mampu mempertemukan warga KMFS. Biasa dimanfaatkan sebagai
tempat diskusi, pemutaran film, atau tempat untuk mengadakan rapat warga.
Perubahan fungsi itu
bisa saja terjadi akibat dua hal, pertama adalah kurangnya kegiatan pada
tataran fakultas maupun himpunan yang memanfaatkan “Parkiran” tersebut. Kedua,
akibat rasa tidak aman di dalam kampus yang menyebabkan para mahasiswa memarkir
motornya di koridor. Beberapa kejadian pencurian motor memang cukup meresahkan
bagi mahasiswa.
***
Menjadikan koridor
sebagai lahan parkir merupakan sebuah budaya yang akan terus berlanjut jika
tidak diatur lebih baik lagi. Hilangnya ruang publik yang memiliki posisi
penting dari perjuangan kawan-kawan mahasiswa di Fakultas Sastra memang
merugikan. Siapa yang bisa tahu jika suatu saat nanti kepingan sejarah fakultas
kita akan hilang. Tempat yang dulunya digunakan untuk konsolidasi atau diskusi berubah
menjadi lahan parkir.
Semoga BEM KMFS-UH
melihat ini sebagai sebuah masalah dan menemukan jalan keluarnya. Salah satunya
mungkin dengan; motor hanya bisa diparkir selain di koridor tersebut!
Makassar – Januari
2014
0 komentar:
Posting Komentar