Tidak. Seorang atheis, seperti halnya penganut
Islam, mempercayai bahwa ia dapat mengetahui ada atau tidak adanya Allah/Tuhan.
Penganut Islam mengatakan bahwa ia dapat mengetahui Tuhan itu ada; kaum atheis
menyatakan bahwa kita dapat mengtahui Tuhan itu tidak ada. Orang agnostik
menunda pengambilan keputusan, dengan menyatakan bahwa tidak cukup bukti untuk
menegaskan atau menolak adanya Tuhan/Allah. Pada saat bersamaan, orang agnostik
mungkin mengatakan bahwa eksistensi Allah meskipun bukan tidak mungkin, sangat
kecil kemungkinan adanya; ia mungkin menyatakan begitu kecil kemungkinan adanya
Allah, maka Allah pada kenyataannya tidak cukup bermakna untuk dipakai sebagai
bahan pertimbangan. Dalam hal demikian, Allah disingkirkan tak jauh berbeda
seperti dalam atheisme. Sikapnya adalah mirip seperti filsuf yang teliti
terhadap dewa-dewa Yunani Kuno. Apabila saya disuruh membuktikan bahwa Zeus dan
Poseidon dan Hera dan dewa-dewi Olympia lainnya tidak ada, maka saya pasti
kebingungan dalam memberikan argumen yang memadai. Orang agnostik akan
berpendapat bahwa Allah orang Islam sama kecil dengan kemungkinan adanya dengan
dewa-dewi Olympia; dalam hal demikian, untuk mudahnya ia sama dengan orang
atheis.
2. Karena Anda menolak "hukum Allah",
otoritas apa yang Anda terima sebagai pedoman hidup?
Orang agnostik tidak menerima "otoritas"
apapun sebagai mana halnya yang diterima oleh orang beragama. Dipercayai bahwa
orang harus memikirkan sendiri masalah pedoman hidup. Tentu saja, ia akan
mengambil keuntungan dari pengalaman orang lain, tetapi harus dipilihnya
sendiri orang-orang yang dianggapnya bijak, dan sama sekali tidak akan
menganggap bahwa apapun yang dikatakannya tak boleh dibantah. Teramati bahwa
apa yang ditentukan oleh "Hukum Allah" itu selalu berubah setiap
saat. Al Qur’an mengatakan bahwa seorang laki-laki boleh kawin dengan empat
orang perempuan sebagai istri. Akan tetapi Muhammad sendiri yang mengklaim
dirinya sebagai utusan Allah beristri lebih dari 4 orang. Dikatakan dalam surat
Al Kafirun bahwa “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” yang berarti tidak ada
paksaan untuk mempercayai Islam dan sebagaimana dikuatkan lagi dengan ayat-ayat
lain: “Laa Iqraha fid diin” yang berarti “tidak ada paksaan dalam agama”, namun
dalam ayat-ayat lain pernyataan-pernyataan tersebut ditetentangnya sendiri.
Dalam ayat yang lain Al Qur’an memerintahkan... BUNUHLAH orang kafir (non
Islam) itu di mana saja kamu jumpai mereka. (Surah 9 ayat 5) Maka jika orang
non Islam itu berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya
(surah 4 ayat 89), maka logikanya "hukum Allah" mana yang Anda pakai
dan terapkan?
3. Bagaimana Anda mengetahui baik dan buruk? Apakah
yang dianggap Dosa oleh orang agnostik?
Orang agnostik tidak begitu pasti sebagaimana yang
diyakini penganut Islam terhadap apa yang disebut baik dan buruk. Tidak akan
diklaim seperti yang diklaim penganut Islam di masa lalu bahwa orang yang tak
setuju dengan perintah mengenai keimanan Tauhid yang absurd harus menerima
hukum mati yang menyakitkan. Memang apa jahatnya jika dalam hati seseorang
percaya akan adanya beberapa ‘Tuhan’, toh sama-sama belum ada yang pernah
membuktikan bahwa tuhan ataupun Allah itu ada/eksis, dan berapa jumlahnya.
Hukum mati demikian ditentang, dan lebih hati-hati mengenai tuduhan moral.
Kata "dosa" dianggap bukan sebagai ide
yang ada gunannya. Tentu saja diakui bahwa sebagian macam tindakan adalah patut
dan sebagian lagi tidak patut, tapi diyakini bahwa hukuman untuk tindakan yang
tidak patut hanya diterapkan jika dimaksudkan untuk menghindari atau
memperbaiki, bukan karena hukuman itu memang dianggap baik dan dengan pikiran
bahwa orang jahat harus menderita. Kepercayaan inilah yang ada dalam hukuman
balas dendam sehingga orang menerima ide neraka. Ini adalah bagian merugikan
yang telah diakibatkan oleh adanya ide "dosa".
4. Apakah orang agnostik melakukan apapun asal
dikehendakinya?
Dalam satu hal tidak, dilain hal siapapun akan
melakukan apa yang dikehendakinya. Kalau misalnya Anda begitu membenci
seseorang sampai Anda mau membunuhnya: Kenapa tidak? Anda akan menjawab:
"Sebab agama mengatakan bahwa pembunuhan adalah dosa." Namun dalam
kenyataan statistik, orang-orang agnostik tidak lebih cenderung melakukan
pembunuhan dari pada orang lain, dan kenyataannya kecenderungan mereka memang
lebih kecil. Mereka mempunyai motif sama untuk tidak melakukan pembunuhan
sebagaimana orang lain. Jauh dalam lubuk hatinya, motif paling kuat adalah
takut dihukum. Namun dalam keadaan tanpa hukum, seperti demam menambang emas,
segala macam orang akan melakukan kejahatan, meski dalam keadaan normal mereka
adalah orang-orang yang taat pada hukum. Bukan hanya karena adanya hukuman,
tapi juga ada rasa tidak nyaman mengetahui hal menakutkan itu, dan rasa sepi
karena mengetahuinya, untuk menghindari kebencian orang, anda harus memakai
topeng meski dengan teman terdekat anda sekalipun. dan ada lagi yang sering
disebut "conscience" atau suara hati: Jika anda pernah berangan-angan
untuk membunuh, anda akan takut pada ingatan yang mengerikan saat-saat terakhir
tubuh korban anda tak bernyawa. Semua ini benar, ya, tergantung pada kehidupan
anda dalam masyarakat yang taat hukum, tetapi banyak sekali alasan-alasar non
agama/sekuler yang dipakai untuk menciptakan dan mengabadikan masyarakat
demikian.
Saya katakan ada alasan lain mengapa siapapun akan
melakukan apa yang diinginkannya. Tak seorangpun kecuali orang tolol yang
menuruti segala keinginan, tetapi apa yang menahan keinginan dalam hati adalah
selalu merupakan keinginan yang lain. Keinginan anti-sosial seseorang dapat
dikendalikan oleh keinginan untuk menyenangkan Allah, tapi dapat juga
dikendalikan oleh keinginan untuk menyenangkan teman-temannya, atau mendapatkan
respek penghormatan dari masyarakatnya, atau agar dapat mencitrakan dirinya
sendiri tanpa rasa jijik. Namun jika tak memiliki keinginan-2 tersebut, maka
satu-2 nya aturan abstrak moralitas tak akan dapat meluruskan orang itu.
5. Bagaimanaka anggapan orang agnostik terhadap
Al-Qur’an?
Orang agnostik menganggap Qur’an tepat sebagaimana
Babad Tanah Jawa yang dianggap oleh seorang sejarawan. Tidak dianggapnya
sebagai inspirasi illahi; akan dianggapnya sebagai legenda sejarah awal, dan
tak lebih akurat dari pada yang tertulis dalam Homer; dianggapnya ajaran moral
yang terkandung didalamnya kadang baik, tapi kadang sangat buruk. Misalnya,
Quran memerintahkan Muslim untuk membunuh orang yang tidak percaya, dimana saja
mereka ditemukan (Q2:191), memperlakukan mereka dengan kasar (Q9:123), sembelih
mereka(9:5), memerangi mereka(8:65), menentang mereka dengan segala
kemampuan(25:52), memperlakukan mereka dengan kekerasan karena tempat mereka di
neraka (66:9) dan hajar kepala mereka; kemudian setelah membunuh banyak
diantara mereka, sisa tawanan bisa ditukar dengan imbalan (47:4)
Saya tak pernah mampu menyenangi nabi Muhammad
karena membunuhi orang-orang yang mengolok-oloknya, atau mempercayai (yang
dinyatakan Qur’an) bahwa bumi ini tercipta sebagai hamparan/datar.
6. Bagaimanakah anggapan orang agnostik terhadap
Muhammad, Malaikat, dan Tauhid/Kemaha-tunggalan Allah?
Karena orang agnostik tidak percaya Allah, tak dapat
dipercayai bahwa Muhammad adalah utusan/suruhan Allah. Saya tidak tahu apakah
orang-orang agnostik menghargai kehidupan dan ajaran Muhammad sebagaimana
ditulis dalam Qur’an dan Hadits, tetapi toh jika ada yang dihargainya hal itu
tidak harus melebihi penghargaan terhadap orang lain. Ada yang menempatkan
Muhammad sama dengan sang Buddha, sebagian dengan Socrates dan lainnya dengan
Abraham Lincoln. Namun sepengetahuan saya, kini Muhammad semakin rendah
kedudukannya. Orang agnostik juga tidak menganggap apa-apa yang dikatakannya
tidak boleh dibantah, oleh karena orang Agnostik tidak menerima suatu otoritas
sebagai hal yang absolute. Orang Aganostik menganggap Malaikat sebagai satu
kepercayaan yang diambil dari mitologi Kristianitas dan Judaisme/ kafir, dimana
makhluk-makhluk demikian bukan hal yang aneh (ada dewa-dewa dalam kepercayaan
Hindu, Cina, Jepang, Mesir, Yunani dll.). Orang Aganostik tak dapat memberikan
kepercayaannya kepada hal tersebut, ataupun kepada doktrin Tauhid, karena kedua
kepercayaan tsb tidak mungkin tanpa adanya kepercayaan pada Allah.
7. Dapatkah orang agnostik menjadi penganut Islam?
Kata " Islam" mempunyai berbagai makna
dalam waktu yang berbeda. Selama berabad-abad sejak jaman Muhammad, kata itu
berarti orang yang percaya kepada Allah dan keabadian dan serta bahwa Muhammad
adalah suruhan Allah yang terakhir. Tetapi kaum Ahmadiah menyebut diri mereka
penganut Islam masih mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad juga seorang suruhan
Allah/Tuhan. Banyak orang yang sekarang mempercayai Allah sebagai penguasa Alam
atau kekuatan yang kecenderungannya tidak mempunyai belas kasihan. Lebih jauh lagi,
orang lain mengartikan "Islam" hanyalah sebuah ideologi politik
Arabisasi yang ekspansionis dan harus dihentikan.
Jika yang Anda maksudkan "Penganut Islam"
berarti orang yang mencintai tetangganya, yang sangat bersimpati terhadap
penderitaan, dan yang sangat menginginkan agar dunia bebas dari kebuasan dan
kebencian yang jaman sekarang ini diabaikan, maka jelas Anda mendapat
justifikasi untuk menyebut saya seorang Islam. Dan dalam hal ini, saya kira
anda akan dapat menemukan lebih banyak "penganut Islam" diantara
orang-orang agnostik dibandingkan dalam kalangan Islam. Namun menurut saya,
Saya tak dapat menerima definisi demikian. Selain penolakan lainnya, nampaknya
agak kasar bagi orang Yahudi, Buddhis, Kristen, penganut non Islam lainnya,
yang sepanjang sejarah ditunjukkan oleh sejarah, paling tidak cenderung untuk
melakukan moralitas diklaim dengan arogan oleh penganut Islam sebagai unik
milik agama mereka sediri.
Saya kira juga bahwa siapapun yang menyebut diri
penganut Islam dari jaman dulu, dan sebagian besar orang yang melakukannya
sampai saat ini, akan menganggap bahwa kepercayaan pada Allah, keabadian dan
rasulNya adalah essensial bagi penganut Islam. Dengan dasar ini, saya menyebut
saya sendiri sebagai bukan penganut Islam, harus saya katakan bahwa orang
agnostik tak dapat menjadi penganut Islam. Namun jika kata
"Islam/Mukminin" ternyata digunakan secara umum dulunya hanya berarti
sejenis moralitas yang baik, maka jelaslah sangat mungkin bagi seorang agnostik
untuk menjadi penganut Islam.
8. Apakah Orang agnostik menolak bahwa manusia punya
Jiwa?
Pertanyaan ini tidak mempunyai arti yang tepat
kecuali kita diberi definisi sari kata "jiwa". Saya kira yang
dimaksudkan secara kasar adalah sesuatu nonmaterial yang berada dalam seluruh
hidup seseorang bahkan, bagi yang mempercayai immoralitas, sepanjang waktu-waktu
yang akan datang. Jika yang begitu maksudnya maka orang agnostik mungkin tidak
akan percaya bahwa manusia mempunyai jiwa. Tetapi akan segera saya tambahkan
bahwa hal ini tidak berarti orang agnostik pasti penganut materialis. Banyak
orang-orang agnostik (termasuk saya sendiri) sangat ragu pada tubuh sebagaimana
ketidak tahuan mengenai jiwanya, namun ini adalah cerita lama untuk
mempertimbangkan metafisik yang sulit ini. Baik jiwa maupun materi harus saya
katakan adalah simbol yang mudah dalam satu diskursus, sebenarnya bukan sesuatu
yang eksis.
9. Apakah orang agnostik percaya Akhirat, Surga atau
Neraka?
Pertanyaan mengenai apakah orang akan hidup setelah
mati adalah pertanyaan mengenai bukti mana yang memungkinkan. Riset fisika dan
spiritualisme dianggap oleh banyak orang dapat memberikan buktinya. Orang
agnostik dengan demikian tidak mempunyai pandangan mengenai kelangsungan jiwa
kecuali dianggapnya ada bukti yang serba sedikit-pun. Menurut pandangan saya
sendiri, saya anggap tidak ada alasan memadai untuk mempercayai bahwa kita akan
hidup lagi setelah mati, namun saya terbuka untuk percaya jika ada bukti yang
memadai.
Surga atau neraka adalah hal lain lagi. Percaya pada
adanya neraka terikat pada adanya kepercayaan bahwa hukuman pembalasan atas
dosa adalah hal yang baik, sangat terpisah dari tujuan pencegahan atau
perbaikan yang mungkin dapat diberikan. Orang agnostik hampir tak percaya akan
hal ini. Sehubungan dengan surga, barangkali ada bukti yang dapat diraba dengan
eksistensinya melalui spiritualisme, namun kebanyakan orang-orang agnostik
menganggap tidak ada bukti demikian, dan oleh karenanya tidak mempercayai
adanya surga.
10. Apakah anda tak pernah takut pada pembalasan
Allah karena menolak Allah dan Rasulnya?
Tentu tidak. Saya juga menolak Zeus dan Jupiter dan
Odin dan Brahma, namun hal ini tidak menyebabkan kebingungan/ keraguan bagi
saya. Saya perhatikan bahwa sebagian besar dari ummat manusia tidak percaya
Allah dan tidak menderita hukuman yang nyata karenanya. Dan jika memang ada
Allah, saya kira Allah itu tidak akan merasa tak nyaman karena ditolak
eksistensinya. apalagi tak mengakui utusannya, maka si pengaku utusan itu
sendirilah yang berjiwa kerdil jika ia marah-marah karena dianggap berdusta
sehingga ia mengancam orang yang tak mempercayainya dengan mengatas-namakan
Allah.
11. Bagaimana Orang Agnostik menerangkan keindahan
dan harmoni Alam?
Saya tak tahu dimana ketemunya "keindahan"
dan "harmoni". Dalam kelompok kerajaan binatang, binatang-binatang
itu saling memakan. Kebanyakan dari mereka terbunuh dengan kejam oleh binatang
lain atau mati pelan-pelan karena kelaparan. Menurut saya sendiri, saya tak
bisa melihat keindahan luar biasa atau harmoni dalam diri Cacing Pita.
Janganlah dikatakan bahwa binatang ini dikirim sebagai hukuman atas dosa-dosa
kita, sebab binatang itu lebih banyak terdapat pada binatang dibandingkan
manusia. Saya kira si penanya sedang memikirkan keindahan langit yang penuh
bintang. Akan tetapi harus diingat bahwa bintang kadang meledak dan
menghancurkan tetangga sekitarnya menjadi asap yang gelap. Keindahan, dalam
segala hal adalah subyektif dan hanya ada di mata orang yang memandangnya saja.
12. Bagaimana Orang Agnostik menjelaskan mukjizat
dan wahyu lain dari Allah YME?
Orang-orang agnostik beranggapan tidak ada bukti
"mukjizat" dengan arti kejadian-kejadian yang bertentangan dengan
Hukum Alam. Kita tahu bahwa penyembuhan dengan iman dapat terjadi dan sama
sekali bukan mukjizat. Dengan berdzikir, penyakit tertentu dapat disembuhkan dan
lainnya tidak dapat disembuhkan. Yang dapat tersembuhkan dapat saja disembuhkan
oleh dokter manapun terhadap pasien yang percaya kepadanya. Menurut catatan
mukjizat lain, seperti Miuhammad yang naik ke lagit lapisan ke tujuh dalam
Isra’ Mi’raj, bertemu Allah dan orang-orang yang sudah mati, orang agnostik
menolaknya dan menganggap hanya legenda dan menunjukkan bahwa semua agama penuh
dengan legenda yang begitu. Sama banyaknya mukjizat yang ada pada dewa-dewa
Yunani dalam cerita Homer seperti halnya Allah Islam dalam Qur’an.
13. Banyak nafsu rendah dan jahat yang ditentang
agama. Jika Anda meninggalkan prinsip-prinsip keagamaan, dapatkan umat manusia
terus eksis?
Adanya nafsu rendah dan jahat tak dapat ditolak,
tapi tak saya temui bukti dalam sejarah bahwa agama agama-agama telah menentang
nafsu-nafsu tersebut. Sebaliknya, malah disucikan, dan memungkinkan orang untuk
mentolerirnya tanpa rasa sesal. Hukuman kejam lebih umum terjadi dalam Islam
dibandingkan tempat lainnya. Apa yang nampak dapat membenarkan hukum mati
adalah kepercayaan dogmatis. Keramahan dan toleransi hanya terjadi sejalan
dengan berkurangnya kepercayaan dogmatis. Dalam jaman kita sekarang, agama baru
yang dogmatis, yakni Islam Fundamentalis telah muncul. Untuk itu, sebagaimana
terhadap sistem dogma lainnya, orang agnostik ditenentangnya. Ciri
hukum-menghukum dan terorisme Islam Fundamentalis jaman ini persis seperti Ciri
hukum-menghukum Islam di abad-abad dahulu dan di negara-2 yang mayoritas
berpenduduk Muslim. Dengan berlangsungnya waktu, Islam di beberapa negara
kurang cenderung menghukum, ini adalah hasil kerja para penganut berfikir bebas
yang menjadikan penganut dogmatis berkurang ke-dogmatisannya. Jika mereka tetap
dogmatis seperti jaman dulu, mereka akan tetap menganggap benar membakar,
membunuh dan memenjarakan orang yang tak percaya. Semangat toleransi yang
dianggap oleh penganut Islam modern sebagaimana Islam, pada kenyataannya
merupakan produk moderasi yang memperkenankan ketidak-jelasan dan mencurigai
kepastian absolut. Saya kira siapapun yang meneliti sejarah tanpa memihak akan
menuju kesimpulan bahwa agama-agama telah mengakibatkan penderitaan dari pada
yang telah diselamatkannya.
14. Apakah arti hidup bagi Orang Agnostik?
Saya cenderung menjawabnya dengan pertanyaan lain:
Apa maksudnya "arti hidup" ? Saya kira itu adalah apa yang
dimaksudkan sebagai tujuan umum. Saya tidak menganggap bahwa hidup itu ada
tujuannya. Cuma asal terjadi saja. Tetapi tiap individu memiliki tujuan hidup
tertentu, dan tak ada alasan dalam agnostisisme untuk meninggalkan
tujuan-tujuan hidup ini. Tentu mereka tidak pasti yakin akan dapat mencapai
hasil yang diusahakannya; namun anda akan menganggap gila jika seorang tentara
menolak tugas bertempur sampai ia yakin pasti menang. Orang yang memerlukan
agama untuk menekankan tujuan hidupnya sendiri adalah orang yang ketakutan, dan
saya tidak dapat menanggapnya pula sebagai orang yang mencari jalan aman, meski
mengakui juga bahwa kekalahan bukan merupakan hal yang tak mungkin.
15. Apakah penolakan terhadap agama berarti
penolakan terhadap perkawinan dan kesetiaan?
Lagi, hal ini akan dijawab dengan pertanyaan: Apakah
orang yang mempertanyakan ini percaya bahwa perkawianan dan kesetiaan dapat
meningkatkan kebahagiaan di dunia, atau apakah ia mengaanggap bahwa perkawinan
dan kesetiaan itu, meski menyebabkan kseusahan di dunia, dipakai sebagai alat
mencapai surga? Orang yang mengambil pandangan terakhir jelas tak dapat
mengharapkan agnostisisme akan menyebabkan menurunnya moralitas, namun harus
kita akui bahwa moralitas adalah sebab utama adanya kebahagiaan umat manusia
dalam kehidupannya di dunia. Jika sebaliknya ia mengambil pandangan pertama
yaitu bahwa ada argumen yang membumi untuk perkawinan dan kesetiaan, harus juga
diyakininya bahwa argumen-argumen ini mesti meyakinkan juga bagi orang
agnostik. Orang agnostik dengan demikian tidak mempunyai pandangan berbeda
mengenai moralitas seksual. Akan tetapi kebanyakan akan mengakui bahwa, ada
argumen yang shahih untuk menentang toleransi terhadap nafsu seksual tanpa
kendali. Namun demikian, akan mendasarkan argumen ini pada sumber-sumber
membumi yang jelas dan bukan berdasarkan dugaan perintah keilahian.
16. Apakah keimanan karena logika saja merupakan
kepercayaan yang berbahaya?
Bukankan logika tidak sempurna dan tidak memadai
tanpa hukum spiritual dan moral? Tak seorangpun yang mau memakai otak meski ia
agnostik, "hanya mengimani logika saja". Logika berkaitan dengan
kenyataan, sebagian teramati, sebagian lagi disimpulkan. Pertanyaan apakah ada
kehidupan masa depan dan pertanyaan apakah ada Allah berkaitan dengan
kenyataan, dan orang agnostik percaya bahwa pertanyaan-pertanyaan itu harus
diselidiki mirip dengan pertanyaan, "Apakah akan ada gerhana rembulan
besok?" Namun kenyataan saja tidak cukup untuk menentukan tindakan, karena
tidak diberitahukan apa tujuan yang harus kita capai. Dalam wilayah
tujuan-tujuan, kita memerlukan hal lain selain logika. Orang agnostik menemukan
tujuan dalam hatinya sendiri dan bukan dalam perintah dari luar. Coba kita
ambil contoh: Misalkan Anda ingin bepergian dengan kereta api dari New York ke
Chicago; Anda akan menggunakan logika untuk mengetahui kapan kereta api
berangkat, dan orang yang mengira bahwa ia punya kemampuan mengetahui atau
intuisi yang menyuruhnya agar menyesuaikan dengan jadwal akan dianggap agak
****. Namun tak ada jadwal yang akan memberitahu bahwa pergi ke Chicago adalah
bijaksana. Jelas dalam menentukan apakah hal itu bijaksana, ia mesti
memperhitungkan fakta-fakta lain; namun dibalik segala fakta, ada tujuan yang
dianggapnya cocok untuk diusahakan, dan bagi orang agnostik sebagaimana
orang-orang lain, hal-hal ini termasuk dalam wilayah yang bukan wilayah logika,
meski tidak harus bertentangan sama sekali dengan logika. Wilayah yang saya
maksudkan adalah emosi dan perasaan dan keinginan.
17. Apakah anda menganggap semua agama sebagai
bentuk takhayul atau dogma? Agama-agama mana yang Anda hormati, dan mengapa?
Semua agama besar dan terorganisir yang mendominasi
umat manusia sedikit banyak mengandung dogma, tetapi "agama" adalah
kata yang maknanya tidak pasti. Sebagai contoh Khonghucu dapat disebut agama,
meski tidak mengandung dogma. Dan dalam beberapa bentuk kepercayaan Kristen,
elemen dogma diperkecil sampai minim.
Dari agama-agama besar sepanjang sejarah, Saya lebih
cenderung Buddhisme, terutama dalam bentunya yang paling awal, sebab agama itu
yang melibatkan hukuman paling minim.
18. Komunisme, seperti agnostisisme bertentangan
dengan agama. Apakah orang-orang agnostik itu komunis?
Komunisme tidak menentang agama. Hanya menentang
agama Kristen saja, sebagaimana yang ditentang oleh agama Islam. Komunisme,
paling tidak dalam bentuk yang diciptakan oleh pemerintah Soviet dan Partai
Komunis, adalah suatu sistem dogma usang yang maut dan banyak melibatkan
penghukuman. Oleh karena itu, tiap orang agnostik asli mesti menentangnya.
19. Apakah orang-orang agnostik menganggap sains dan
agama tak mungkin bersahabat?
Jawabannya kembali pada apa yang dimaksud dengan
"agama". Jika hanya berarti sistem etika, agama dapat akrab dengan
sains. Jika hanya berarti sistem dogma, yang dianggap sebagai mutlak benar,
maka hal itu tidak cocok dengan semangat ilmiah/sains yang menolak diterimanya
kenyataan tanpa bukti, dan juga menganggap bahwa kepastian mutlak jarang sekali
tercapai.
20. Bukti apa yang dapat meyakinkan Anda bahwa Allah
itu ada?
Saya kira jika saya dengar suara dari langit yang
memprediksi segala sesuatu yang akan terjadi pada diri saya dalam waktu 24 jam
mendatang, termasuk kejadian-kejadian yang sangat tidak mungkin, dan dan jika
hal-hal itu terjadi betul, barangkali saya dapat diyakinkan paling tidak
terhadap adanya intelegensia superhuman. Dapat saya bayangkan bukti-bukti lain
sejenis yang mungkin dapat meyakinkan saya, namun sampai kini setahu saya tak
ada bukti demikian.
21. Agnostisisme itu apakah hanya filsafat saja atau
sudah ada organisasinya?
Agnostisisme bukan agama, apalagi sebuah agama
terorganisir. Agnostisisme adalah sikap terhadap ada dan tidak adanya
tuhan/Allah (kalau Allah adalah tuhan sebagaimana dipahami secara umum). Namun
demikian, dalam prakteknya seorang agnostik garis keras akan berperilaku
sebagai orang yang tidak beragama meski tindakannya kadang dipengaruhi oleh
berbagai praktek banyak agama yang dianggapnya baik dan sesuai dengan diri
pribadinya.
Pernah ada seorang kawan dari Amerika yang mengajak
mendirikan "Agnostic Church", dengan mengambil fenomena alam untuk
mengganti ritual-2 agama. Misal Natal, lebaran dsb diganti dengan Solstic
Change apa begitu. (Pergerakan matahari dari selatan ke utara karena fenomena
ini merupakan tanda baik). Kita ternyata juga terus berbenturan karena orang-2
yg ada di daerah tropis tidak merasakan pentingnya fenomena ini. Yang kita
rasakan cuma musim panas dan hujan. Jadinya susah mengkompromikan suatu hari
besar untuk dirayakan. Harus dicari satu feenomena alam universal jika dilihat
dari segala sudut Bumi.
Akhirnya kita kaum agnostik dari Indonesia (mewakili
wilayah tropis) gak begitu tergerak untuk bergabung dengan kaum agnostik dari
belahan bumi utara. Sedangkan kaum agnostik dari belahan bumi selatan kayaknya
malah pada 'opose' ide orang belahan bumi utara karena fenomenanya
berkebalikan.
Jadi kalau saya memandang Islam, akhirnya terasa
sangat primitif. Coba pikir, puasa di Utara/Selatan bisa berlangsung dari Jam
3 dinihari sampai jam 10 Malam jika dijalankan di daerah tropis. Ini bukan
ibadah, tapi cara bunuh diri yg menyakitkan.
1 komentar:
Banyak tulisan yang tidak relevan, terutama mengenai hukum-hukum islam.
Posting Komentar