Manifesto Kebudayaan atau dikenal dengan Manikebu adalah konsep kebudayaan nasinal yang digagas oleh penyair dan pengarang pada tanggal 17 Agustus 1963. Manifestasi ini lahir untuk mengimbangi dan meredam dominasi serta tekanan dari golongan kiri yang beraliran realisme sosial. Aliran yang diperaktekkan oleh seniman yang terhimpun dalam Lembaga kebudayaan Rakyat (Lekra).
Penggagas manifestasi ini adalah Wiratmo Soekito. serta ikut juga dalam kegiataan ini Taufik Ismail, Arif Budiman dan Goenawan Muhammad.
Diilhami oleh semangat humanisme universal yang pertama kali dinyatakan lewat Surat Kepercayaan Gelanggang, Manifesto ini menyerukan, antara lain, pentingnya keterlibatan setiap sektor dalam perjuangan kebudayaan di Indonesia. Manifesto itu sendiri tidak menjabarkan dengan terinci langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk memperjuangkan "martabat diri kami sebagai bangsa Indonesia di tengah masyarakat bangsa-bangsa". Sehingga bisa dikatakan butir-butir yang disampaikan sebenarnya sama sekali tidak berlawanan dengan semangat yang hidup pada zaman itu: keinginan "menyempurnakan kondisi hidup manusia".
Mungkin satu-satunya prinsip yang membedakan adalah penolakan mereka terhadap hubungan antara kebudayaan dan kekuasaan - posisi Sutan Takdir Alisjahbana dalam "Polemik Kebudayaan pada tahun 1930-an. Dengan demikian, posisi Lekra yang mendahulukan pemajuan kebudayaan rakyat demi pembebasan kaum tertindas: buruh dan tani, dilihat sebagai upaya politisasi gerak kebudayaan. Ini dianggap mengancam supremasi prinsip-prinsip Estetika dan menjerumuskan karya seni pada alat Propoganda Politik yang sarat dengan slogan-slogan verbal belaka.
@digali dari berbagai sumber dan ditulis kembali melaui pemikiran penulis
1 komentar:
Kita semua sebagai bangsa Indonesia perlu ber hati2 terhadap invasi kebudayaan asing yg menjurus kepada intoleransi dalam kebinekhaan .
Posting Komentar