Pernah,
sekali, seumur hidupku
aku
mencintaimu
sejak
itu, aku selalu gagal membuat sajak yang cantik untukmu – juga yang ini
pula,
selalu berhasil tak mati
sampai
tuhan, bosan memanggilku, pulang
dan
aku mulai marah tiap tuhan menyebut namaku, berkali-kali
“kepada
makam: kau tak pernah rela seorang lelaki yang kau cintai mati
meninggalkanmu,
dan kau harus jatuh cinta lagi”
Masa
lampau, kau begitu hebat membayangkan
cinta
yang kita pikul adalah beban buruk yang gembira
menjelma
menjadi twitter, pengeras suara, macet, atau apapun yang kita tak suka
Katamu,
aku kekasih terbaik
seperti
melihat bianglala, hanya karena kita di bumi
sedang
hujan tipis, cahaya matahari, dan garis warna menyimpan rahasia
masing-masing
tak pernah jujur kepada manusia
apakah
memang mereka diciptakan untuk menipu mata kita
atau
manusia memang senang menipu dirinya sendiri dengan keindahan
aku
takut, kau sebenarnya hanya tertipu
kepada
bianglala - juga diriku
Dalam
sajak ini
aku
ingin menjadi kata kedua pada bagian judul
lalu
memasukkan makam dan bianglala ke ruang makan kita
menyantapnya
menjadi tawa
aku
ingin kau jujur melihatku
dari
tempatku dan semua yang ada padaku
sebab
kita hanya dapat berbohong semasa hidup
aku
takut, kau memanfaatkannya untukku.
0 komentar:
Posting Komentar