JAUH sebelum menaklukan
Sultan Hasanuddin di Selat Buton, Arung Palakka adalah seorang jagoan tanpa
tanding yang ditakuti di seantero Batavia. Lelaki gagah berambut panjang dan
matanya menyala-nyala ini memiliki nama yang menggetarkan seluruh jagoan dan pendekar
di Batavia. Keperkasaan seakan dititahkan untuk selalu bersemayam bersamanya.
Pria Bugis dengan badik yang sanggup memburai usus ini sudah malang melintang
di Batavia sejak tahun 1660, ketika ia bersama pengikutnya melarikan diri dari
cengkeraman Makassar.
Batavia di abad ke-17
adalah arena di mana kekerasan seakan dilegalisir demi pencapaian tujuan. Di
masa Gubernur Jenderal Joan Maetsueyker, kekerasan adalah udara yang menjadi
napas bagi kelangsungan sistem kolonial. Kekerasan adalah satu-satunya mekanisme
untuk menciptakan ketundukan pada bangsa yang harus dihardik dulu agar taat dan
siap menjadi sekrup kecil dari pasang naik kolonialisme Eropa. Kekerasan itu
seakan meneguhkan apa yang dikatakan filsuf Thomas Hobbes bahwa manusia pada
dasarnya jahat dan laksana srigala yang saling memangsa sesamanya. Pada titik
inilah Arung Palakka menjadi seorang perkasa bagi sesamanya.
Aku menemukan nama
Arung Palakka saat membaca sebuah arsip di Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI). Barusan, aku juga membaca sebuah novel yang berisikan data sejarah
tentang Batavia di masa silam dengan sejarah kelam yang membuat bulu kuduk
bergidik. Selama beberapa hari ini, sejarah Batavia seakan berpusar terus di
benakku. Berbagai referensi itu menyimpan sekelumit kisah tentang pria yang
patungnya dipahat dan berdiri gagah di tengah Kota Watampone.
Arung Palakka adalah
potret keterasingan dan menyimpan magma semangat yang menggebu-gebu untuk
penaklukan. Ia terasing dari bangsanya, bangsa Bugis yang kebebasannya
terpasung. Namun, ia bebas sebebas merpati yang melesat dan meninggalkan jejak
di Batavia. Ia sang penakluk yang terasing dari bangsanya. Malang melintang di
kota sebesar Batavia, keperkasaannya kian membuncah tatkala ia membangun
persekutuan yang menakutkan bersama dua tokoh terasing lainnya yaitu pria
Belanda bernama Cornelis Janszoon Speelman dan seorang Ambon yang juga perkasa
bernama Kapiten Jonker. Ketiganya membangun persekutuan rahasia dan memegang
kendali atas VOC pada masanya, termasuk monopoli perdagangan emas dan hasil
bumi.
Ketiga tokoh yang
teralienasi ini adalah horor bagi jagoan di masa itu. Speelman adalah petinggi
VOC yang jauh dari pergaulan VOC. Dia tersisih dari pergaulan karena terbukti
terlibat dalam sebuah perdagangan gelap saat masih menjabat sebagai Gubernur
VOC di Coromandel tahun 1665. Arung Palakka adalah pangeran Bugis yang hidup
terjajah dan dalam tawanan Makassar. Ia memberontak dan bersama pengikutnya
melarikan diri ke Batavia. VOC menyambutnya dengan baik dan memberikan daerah
di pinggiran Kali Angke, hingga serdadu Bugis ini disebut To Angke atau orang
Angke. Sedang Kapiten Jonker adalah seorang panglima yang berasal dari Pulau
Manipa, Ambon. Dia punya banyak pengikut setia, namun tidak pernah
menguasai satu daerah di mana orang mengakuinya sebagai daulat. Akhirnya dia
bergabung dengan VOC di Batavia. Rumah dan tanah luas di daerah Marunda dekat
Cilincing diberikan VOC kepadanya.
Baik Speelman, Arung
Palakka, dan Kapiten Jonker sama-sama berangkat dari hal yang sama yaitu
keterasingan. Ketiganya punya sejarah penaklukan yang membuat nama mereka
menjadi legenda. Speelman menjadi legenda karena berhasil membuat Sultan
Hasanuddin bertekuk lutut di Makassar dalam sebuah perlawanan paling dahsyat
dalam sejarah peperangan yang pernah dialami VOC. Bersama Arung Palakka,
Speelman menghancurkan Benteng Sombaopu yang menjadi momok bagi VOC serta
rintangan (barikade) untuk menguasai Indonesia timur, khususnya jalur rempah-
rempah Maluku, pada bulan November 1667.
Arung Palakka sangat
populer sebab berhasil menaklukan Sumatra dan membumihanguskan perlawanan
rakyat Minangkabau terhadap VOC. Arung Palakka menyimpan dua sisi diametral: di
satu sisi hendak membebaskan Bugis, namun di sisi lain justru menaklukan daerah
lain di Nusantara. Kisahnya berawal pada tahun 1662, dibuat perjanjian antara
VOC dengan pemimpin Minangkabau di Padang. Perjanjian yang kemudian di sebut
Perjanjian Painan itu bertujuan untuk monopoli dagang di pesisir Sumatera,
termasuk monopoli emas Salido. Sayang, rakyat Minang mengamuk pada tahun 1666
dan menewaskan perwakilan VOC di Padang bernama Jacob Gruys. Arung Palakka
kemudian dikirim ke situ dalam ekspedisi yang dinamakan Ekspedisi Verspreet.
Bersama pasukan Bugis, ia berhasil meredam dan mematikan perlawanan rakyat
Minangkabau hingga menaklukan seluruh pantai barat Sumatera, termasuk memutus
hubungan Minangkabau dengan Aceh. Kekuasaan VOC diperluas hingga Ulakan di
Pariaman. Di tempat inilah, Arung Palakka diangkat sebagai Raja Ulakan.
Sedang Kapiten Jonker
punya reputasi menangkap Trunojoyo dan diserahkan pada pegawai keturunan VOC
keturunan Skotlandia, Jacob Couper. Tiga tokoh yaitu Speelman, Arung Palakka,
dan Kapiten Jonker telah menaklukan Nusantara di Barat, Tengah, dan Timur. Mereka
punya andil besar untuk mengantarkan VOC pada puncak kejayaannya pada masa
Gubernur Jenderal Joan Maetsuyker. Tidak heran kalau ketiga tokoh ini menjadi
tulang punggung kekuatan VOC pada masa itu. Maetsueyker tidak berani menolak
permintaan ketiganya sebab mereka punya bala tentara yang besar. Di luar ketiganya,
ia hanya mengandalkan serdadu bayaran multibangsa dengan loyalitas yang rendah.
Akibat kekuasaan yang besar serta penguasaan monopoli emas ini, Speelman
berhasil menjadi Gubernur Jenderal VOC pada tahun 1681.
Sayangnya, kisah
menakjubkan dari tiga jagoan Batavia ini harus berakhir dalam waktu yang tidak
lama. Musuh Speelman yaitu perwira asal Perancis bernama Isaac de’lOrnay de
Saint Martin langsung bergerak. Komandan perang yang memenangkan peperangan di
Cochin, Colombo, Ternate, Buton, Jawa Timur, dan Jawa Barat ini, berhasil
mengungkap semua korupsi dan keculasan Speelman hingga akhirnya Speelman
disingkirkan dari posisi Gubernur Jenderal. Isaac juga berhasil mempengaruhi
Gubernur Jenderal Champuys untuk menyingkirkan Kapiten Jonker. Wilayah kekuasaan
pria Ambon ini di Pejonkeran Marunda dikepung, kemudian diserang. Kapiten
Jonker tewas terbunuh dalam penyerbuan itu. Kepalanya dipancung dan
dipertontonkan. Pengikutnya dibunuh dan keluarganya diasingkan ke Colombo dan
Afrika.
Sedang Arung Palakka
disingkirkan secara halus dengan cara memasung langkahnya untuk tetap menjadi
Raja Bone, kemudian kekuasaannya dikontrol dari Benteng Rotterdam. Pria Bugis
ini dijauhkan dari hiruk-pikuk politik di Batavia sehingga kehilangan semua
kuasa dan pengaruh besarnya di jantung kekuasaan VOC. Ia seakan diasingkan agar
tidak lagi membangun networking atau jaringan dengan bala tentaranya di
Batavia. Hingga akhirnya Arung Palakka kesunyian dan menjemput ajalnya di bumi
Sulawesi. Namun, namanya telah terpatri sebagai jagoan tanpa lawan di tanah
Batavia.
4 komentar:
Pada jaman itu yang membantu rakyatnya lah yang dianggap seorang Pahlawan, belum ada negara Indonesia. Jadi saya setuju kalau arupalaka seorang pahlawan bagi masyarakat Bone/Bugis.
JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT
JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT
JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT
arung palakka dan beberapa kawan nya hanyalah seorang yang senang cari lawan suka keributan.bukan membela masyarakat bugis tp menjadikan masyarakat bugis alat perang untuk melawan saudara yang menentang VOC
Arungpalakka ist the best
Posting Komentar