on 2.20.2013
[untuk: joko pinurbo]

kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain

dinding-dinding masa membentuk kurun yang jauh lebih kutub dari selatan
kehilangan mata bukan berarti buta
kita melihat sesuatu keutuhan yang orang lain buta kepadanya
kehilangan telinga bukan berarti tuli
kita mendengar apa yang orang lain tidak cukup mampu mendengarnya
hidup adalah kutukan dan mati adalah cara untuk melepasnya

penjara-penjara menjadi surga bagi mereka yang ikhlas menerima segala tiba
tapi tidak pada tirani bagi mereka yang selalu mempertanyakan hakikat

matahari merendah dan panasnya ikut salibkan tuduh
kita sejenis buas yang hidup dalam kapas-kapas tanpa nafas
lalu mati kita adalah impas dari nifas selangkiri ibu yang kananya menjadi doa

kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:

apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain

warna apa lagi yang luput dari penerimaan
setelah semua cukup menjadi nama atas berhala-berhala retina
di sinilah ilham mulai dijatuhkan Tuhan kepada tinta 
lalu dari gores-gores resah yang terayatkan
kita mulai membacanya satu demi bait lalu memahami sebagai kaki tangan kehidupan

kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
ternyata kita adalah pelupa atas tulis dan akhirnya orang lupa menjadi baca dalam tulis kita


Makassar, Februari 2013
on 2.19.2013
di mataku: seluruh engkau adalah angka yang memenuhi retina dan menjadi suduttatap pada pandangku.
tidak terbilang jumlah sangka pada prahara. aku turut prihatin pada rangka dalam kepalamu yang menjadikanku sebagai tersangka.
di rumah Tuhan, kita bukan lagi hamba yang disebut pada sebuah pesta penghitungan amal
sebab, kita mencoba bertolak dari realita-realita kesunyian.
jatuh cinta itu bukan agama yang harus memaksamu kita untuk tidak mencintai selain dirimu sendiri.
tangan kita juga bukan duri yang akirnya harus diharamkan untuk bersentuhan.
mata kita juga.
hati kita juga.
bagiku: kau adalah pahala yang lisan tidak cukup kuat merapalnya satu persatu.

di bibirmu: seluruh aku menjadi gelas-gelas bir yang nantinya akan kau susun menjadi bahasa
entah enyah atau sebagai buih, kita memang bukan sepasang mata yang hanya bisa berfokus pada titik yang sama.
kita seliar angin yang tidak pernah menduga arahnya akan kemana setelah berhembus pertama.
juga sepekat kopi yang lupa diadukkan gula.
namun pada akhirnya, sabda Tuhan menutup debat-debat kita di ranjang-ranjang berdarah
kau dan aku, sepasang yang selalu menajdi sama.
sampai kapan aku menduga selamanya.

Makassar, Februari 2013
on 2.16.2013

kepada dinding dingin kamar yang tidak lagi muram.
baru saja kita membuatnya sedikit berdarah oleh petikan warna kutukan.
berdiri diantara pelukan-pelukan paling lekat milik yang menetap.
di dalam seribu tawa menjadi teka-teki yang tidak perlu kita silangkan, itu sudah terlalu rumit untuk tumit kata kita memahaminya.

berceritalah seolah kita paham dengan semua noda dosa yang Tuhan ciptakan
setelah lama mengutuk kutipan kata-kata dan semua judul puisi yang telah mereka tuliskan
pada hari yang entah kapan, kelak kita akas melepaskan diri lalu pura-pura saling mengikhlaskan
biarlah sunyi dan diam kita yang saling memahami

mungkin memang kamar kitalah yang paling berjodoh - 
ada masa kamu akan kembali bertemu di ruang tamu rumah tunggu
membicarakan semisal temu yang masih ingin di angan
memeluk pelukan paling bersaling
adalah kuat yang masih menghinggapi kita di dua tempat kenangan
lalu dan depan: masa

ada kita yang saling bercumbu dengan asmara setelah lama saling ber-amarah
di ruang tamu yang sama
kita masih menjadi penilai pada layak
sepandainya menjaga mata dengan wajah air ketenangan
mambasuh sesekali kursi dan meja yang mulai jenuh menunggu kepulangannya menjadi kayu kembali
itu setelah patah dan dirongsokkan di gudang atau ruang pojokan gedung
tentunya kita senasib

ada saatnya nanti kita akan meminta pada pintu untuk terbuka kembali
setelah lama berjelajah di dahan-dahan tahun masa lalu yang tidak sanggup
membawamu masuk ke masa depan yang masih entah
akupun demikian membacanya sebagai perhatikan
kita tamu-tamu ajaib di rumah kenangan yang ruang tamunya telah menyengsarakan tamu

kita adalah tamu yang senasib di ruang tamu, mungkin kita jodoh -


Makassar, Februari 2013





on 2.13.2013

perempuan itu adalah penjaga terpandai untuk cemburunya. dia suka menyimpannya sendiri. #tweetrhymes

rindunya pun demikian. perempuan suka menyimpannya dalam hati. sangat dalam #tweetrhymes

juga ketika dia terluka. perempuan selalu berusaha menutupinya dengan tetap tersenyum. #tweetrhymes

bagi perempuan: pada saat tertentu, air mata justru lebih mmapu menjelaskan segalanya. #tweetrhymes

jika perempuan setia yang kau sia-siakan telah memilih pergi, mungkin waktunya penyesalan untuk datang. #tweetrhymes

perempuan selalu memberikan "segalanya" hanya kepada dia yang membuatnya nyaman. #tweetrhymes

jangan berjanji kepada perempuan jika kamu tidak bisa memberi alasan mengapa dia harus percaya. #tweetrhymes

perempuan mencintai bukan dengan paksaan. biarkan dia memilih hati yang mana untuk iya cintai. #tweetrhymes

perempuan setia akan selalu menemanimu, bahkan saat susah. bukan saat bahagia saja. percayalah. #tweetrhymes

jangan percaya senyuman wanita saat matanya masih bengkak. mungkin saja dia pura-pura terlihat baik-baik saja agar kamu tenang. #tweetrhymes


on 2.12.2013
di kota rakyat
adipura menjadi buruan wali
tak beradipura berarti kota gagal, walinyapun dianggap demikian.
sedangkan, seenak apa adipura untuk menjadi sarapan buat penghuni perumahan kumuh tanpa nomor dan blok
meraka lapar, tidak butuh adipura

di kota rakyat
adidaya adalah Tuhan
yang punya hak membangun gedung mewah adalah adidaya
tidak beradidaya berarti budak
sedangkan walilah yang memilih adidaya
anak Tuhan yang dilahirkan dari konspirasi setan

di kota rakyat
matinya nurani adalah simbol langit terbalik
kita menjadi beda yang seharusnya sama
kita tidak dise-darah-kan, lalu dianggap tidak saudara

kita tidak sebagaian, kita seluruh
itulah roh bangsa ini
semakin kamu cari persamaan kita
maka semakin kamu temukan perbedaan kita
sebaliknyalah yang akan membantumu menemukan siapa kamu sebenarnya

seluruh juga bukan berarti sama
kita memang adalah beda yang berarti sama
itulah mengapa kita harus bersaudara
negara tidak akan mampu mempertahankan hakmu
sedangkan, saudaramulah yang akan memperjuangjagakan hakmu

di kota rakyat
pelacur dan ustadz adalah sama
tempatnya saja yang berbeda
ada yang melacurkan tubuhnya dan ada yang melacurkan otaknya
jangan-jangan, kita semua adalah pelacur di masing-masing tempat
aku juga pelacur kata-kata di jalanan
kamu juga
dia juga
kita adalah pelacur di kota rakyat

di kota rakyat
kamu tidak akan menemukan siapa-siapa selain rakyat
nasib saja yang membuatnya ber-merah
selebihnya kita semua adalah rakyat

Makassar, Februari 2013
on 2.10.2013

  1. John KeatsPuisi adalah suatu usahauntuk membaca indah atau subline tanpa gurdon dari membayangkan narasi proses pemikiran atau logis. Dia tidak menyiratkan puisi yang tidak masuk akal atau tidak memilik inarasi.   
  2. William Wordswoth Puisia dalah overflow spontan perasaan kuat, yang diperlukan berasal dari emosi teringat dalam ketenangan, emosi yang dimaksud sampai, oleh suatu jenis reaksi, ketenangan secara bertahap menghilang, dan emosi, kerabat itu yang merupakan subjek kontemplasi, iproduksi secara bertahap, dan tidak itu sendiri sebenarnya ada dalam pikiran.      
  3. Paul Valery: Puisia dalah seni didasarkan pada bahasa, namun puisi memiliki makna yang lebih umum yang  sulit untuk menentukan karena kurang menentukan; puisi juga mengungkapkan keadaan pikiran tertentu.
  4. Putu Arya Tirtawirya (1980:9) menjabarkan  bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
  5. H. B. Jassin menjelaskan bahwa Puisi adalah pengucapan dengan perasaan yang didalamnya mengandungi fikiran-fikiran dan tanggapan-tanggapan.
  6. Waluyo (2005:1), mengemukakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif).
  7. Menurut Muhammad Hj. Salleh, Puisi merupakan bentuk sastra yang kental dengan muzik bahasa serta kebijaksanaan penyair dan tradisinya. Dalam segala kekentalan itu, maka puisi setelah dibaca akan menjadikan kita lebih bijaksana. 


on 2.08.2013

Diantara sekian banyak peristiwa yang berkaitan dengan sejarah sastra indonesia, ada dua kisah yang ingin saya angkat disini

“Pengadilan Puisi dan Kredo Puisi”
1. Pengadilan Puisi (1974).
Pengadilan Puisi merupakan ”pemberontakan” terhadap dunia perpuisian Indonesia. Pemberontakan tersebut ditujukan kepada kritikus sastra Indonesia, para penyair mapan dan majalah sastra yang ada di Indonesia. Kritikus yang dibidik dalam konteks ini adalah H.B. Jassin dan M.S. Hutagalung, keduanya dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Mereka dianggap tidak mampu lagi mengikuti perkembangan puisi Indonesia mutakhir. Penyair mapan yang dihujat adalah Subagio Sastrowardoyo, Rendra, dan Goenawan Mohamad. Mereka bertiga  dianggap menghambat kewajaran perkembangan puisi Indonesia. Adapun. majalah sastra yang dijadikan terdakwa adalah Horison, yang dianggap tidak lagi menampung aspirasi orang banyak karena telah menjadi majalah keluarga atau majalah klik.
Slamet Sukirnanto sebagai jaksa menuding  kelemahan para terdakwa dan mengajukan tuntutan sebagai berikut.
1) Para kritikus sastra yang tidak mampu lagi mengikuti perkembangan kehidupan puisi mutakhir Indonesia, yakni H.B. Jassin dan M.S. Hutagalung, harus “dipensiunkan’ dari perannya sebagai kritikus.
2) Redaktur/editor majalah sastra Horison, khususnya Sapardi Djoko Damono,  “dicutibesarkan”.
3) Para penyair mapan: Subagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Darnono,  Rendra, dan para epigon mereka, dikenai hukuman pembuangan. Para reinkarnasinya dibuang ke pulau paling terpencil.
4) Majalah Horison dan majalah Budaya Jaya harus dicabut surat izin terbit (SIT)nya, dan yang sudah terbit dinyatakan tidak berlaku. Kedua majalah itu dilarang dibaca oleh peminat sastra dan masyarakat umum karena akan mengisruhkan perkembangan sastra yang diharapkan sehat dan wajar.
Majelis hakim dalam sidang pengadilan menolak tuntutan jaksa penuntut. Majelis hakim yang diketuai oleh Sanento Yuliman mengambil keputusan yang intinya para kritikus dan para penyair mapan tetap diberi kesempatan berkarya.
Oleh sebab itu, H. B. Jassin mengemukakan sikapnya terhadap pengadilan puisi itu, yang menolak terhadap apa yang dituduhkan kepadanya. H. B. Jassin menganggap bahwa pengadilan puisi itu hanya suatu permainan kanak-kanak yang lucu. Akan tetapi, pengadilan itu merupakan perangsang untuk menimbulkan kesungguhan dalam mencari kebenaran material.
Hampir sama dengan pendirian H. B. Jassin, M. S. Hutagalung dalam makalahnya yang berjudul Puisi Kita Dewasa Ini:  menyatakan bahwa dengan pandangan Sukirnanto dalam pengadilan puisi itu ia merasa tidak perlu mengubah prinsip-prinsip yang diyakininya. Pendiriannya itu disertai pula dengan sikapnya terhadap pengadi1an puisi. Tuduhan tentang kesalahan kritikus dalam melihat perkembangan sastra  beralasan dan tidak benar. Sudut pandang Sukirnantolah yang brengsek. Dapat dikatakan bahwa pandangan-pandangan Sukimanto adalah pandangan yang tidak sehat.
Sapardi Djoko Damono mengemukakan pendiriannya dalam makalahnya yang berjudulCatatan atas Pengadilan Puisi dan Tuntutan Slamet Sukirnanto sebagai berikut.
Pencacimakian terhadap majalah Horison merupakan tindakan yang aneh karena majalah itu merupakan sumber terpenting bagi puji-pujiannya. Sapardi menganggap bahwa Slamet Sukirnanto merupakan korban kekocakan Darmanto Jatman. Sikap Sapardi itu terlihat juga dalam makalahnya. Sapardi rnenganggap bahwa keputusan pengadilan puisi tidak dapat diterima karena keberadaan majalah Horison tidak ditentukan  oleh Slamet Sukirnanto.

1. Kredo Puisi

Kredo Puisi merupakan  sikap dan konsep Sutardji Calzoum Bachri dalam penulisan puisi-puisinya. Kredo ini dimuat pertama kali dalam majalah Horison, Desember 1974, lengkapnya berbunyi:

Kredo Puisi

Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukanlah seperti pipa yang menyalurkan air. Kata-kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam keseharian, kata cenderung dipergunakan untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.
Kata-kata haruslah bebas dari penjajahan pengertian, dari beban ide. Kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri.
Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dan tradisi lapuk yang membelenggu mereka seperti kamus dan penjajahan-.penjajahan seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata-kata tertentu dengan dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata-kata telah dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, dan menentukan kemauannya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tidak terduga sebelumnya, yang kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas: mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mondar-mandir berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
Sebagai penyair saya hanya menjaga, sepanjang tidak mengganggu kebebasannya agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata. Dan Kata Pertama adalah Mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantra.
Jakarta, 30 Maret 1973

2.20.2013

Seseorang yang Aku Sebut dalam Puisiku

Diposting oleh Unknown di 15.31 0 komentar
[untuk: joko pinurbo]

kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain

dinding-dinding masa membentuk kurun yang jauh lebih kutub dari selatan
kehilangan mata bukan berarti buta
kita melihat sesuatu keutuhan yang orang lain buta kepadanya
kehilangan telinga bukan berarti tuli
kita mendengar apa yang orang lain tidak cukup mampu mendengarnya
hidup adalah kutukan dan mati adalah cara untuk melepasnya

penjara-penjara menjadi surga bagi mereka yang ikhlas menerima segala tiba
tapi tidak pada tirani bagi mereka yang selalu mempertanyakan hakikat

matahari merendah dan panasnya ikut salibkan tuduh
kita sejenis buas yang hidup dalam kapas-kapas tanpa nafas
lalu mati kita adalah impas dari nifas selangkiri ibu yang kananya menjadi doa

kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:

apa yang tidak pernah kita tuliskan, tidak akan mampu menjadi baca buat orang lain

warna apa lagi yang luput dari penerimaan
setelah semua cukup menjadi nama atas berhala-berhala retina
di sinilah ilham mulai dijatuhkan Tuhan kepada tinta 
lalu dari gores-gores resah yang terayatkan
kita mulai membacanya satu demi bait lalu memahami sebagai kaki tangan kehidupan

kepada seseorang yang aku sebut dalam puisiku:
ternyata kita adalah pelupa atas tulis dan akhirnya orang lupa menjadi baca dalam tulis kita


Makassar, Februari 2013

2.19.2013

[kepada yang aku sebut perempaunku]

Diposting oleh Unknown di 05.48 0 komentar
di mataku: seluruh engkau adalah angka yang memenuhi retina dan menjadi suduttatap pada pandangku.
tidak terbilang jumlah sangka pada prahara. aku turut prihatin pada rangka dalam kepalamu yang menjadikanku sebagai tersangka.
di rumah Tuhan, kita bukan lagi hamba yang disebut pada sebuah pesta penghitungan amal
sebab, kita mencoba bertolak dari realita-realita kesunyian.
jatuh cinta itu bukan agama yang harus memaksamu kita untuk tidak mencintai selain dirimu sendiri.
tangan kita juga bukan duri yang akirnya harus diharamkan untuk bersentuhan.
mata kita juga.
hati kita juga.
bagiku: kau adalah pahala yang lisan tidak cukup kuat merapalnya satu persatu.

di bibirmu: seluruh aku menjadi gelas-gelas bir yang nantinya akan kau susun menjadi bahasa
entah enyah atau sebagai buih, kita memang bukan sepasang mata yang hanya bisa berfokus pada titik yang sama.
kita seliar angin yang tidak pernah menduga arahnya akan kemana setelah berhembus pertama.
juga sepekat kopi yang lupa diadukkan gula.
namun pada akhirnya, sabda Tuhan menutup debat-debat kita di ranjang-ranjang berdarah
kau dan aku, sepasang yang selalu menajdi sama.
sampai kapan aku menduga selamanya.

Makassar, Februari 2013

2.16.2013

Sunyi dan Diam yang Saling Memahami

Diposting oleh Unknown di 08.15 0 komentar

kepada dinding dingin kamar yang tidak lagi muram.
baru saja kita membuatnya sedikit berdarah oleh petikan warna kutukan.
berdiri diantara pelukan-pelukan paling lekat milik yang menetap.
di dalam seribu tawa menjadi teka-teki yang tidak perlu kita silangkan, itu sudah terlalu rumit untuk tumit kata kita memahaminya.

berceritalah seolah kita paham dengan semua noda dosa yang Tuhan ciptakan
setelah lama mengutuk kutipan kata-kata dan semua judul puisi yang telah mereka tuliskan
pada hari yang entah kapan, kelak kita akas melepaskan diri lalu pura-pura saling mengikhlaskan
biarlah sunyi dan diam kita yang saling memahami

mungkin memang kamar kitalah yang paling berjodoh - 

Tamu yang Senasib di Ruang Temu

Diposting oleh Unknown di 00.33 0 komentar
ada masa kamu akan kembali bertemu di ruang tamu rumah tunggu
membicarakan semisal temu yang masih ingin di angan
memeluk pelukan paling bersaling
adalah kuat yang masih menghinggapi kita di dua tempat kenangan
lalu dan depan: masa

ada kita yang saling bercumbu dengan asmara setelah lama saling ber-amarah
di ruang tamu yang sama
kita masih menjadi penilai pada layak
sepandainya menjaga mata dengan wajah air ketenangan
mambasuh sesekali kursi dan meja yang mulai jenuh menunggu kepulangannya menjadi kayu kembali
itu setelah patah dan dirongsokkan di gudang atau ruang pojokan gedung
tentunya kita senasib

ada saatnya nanti kita akan meminta pada pintu untuk terbuka kembali
setelah lama berjelajah di dahan-dahan tahun masa lalu yang tidak sanggup
membawamu masuk ke masa depan yang masih entah
akupun demikian membacanya sebagai perhatikan
kita tamu-tamu ajaib di rumah kenangan yang ruang tamunya telah menyengsarakan tamu

kita adalah tamu yang senasib di ruang tamu, mungkin kita jodoh -


Makassar, Februari 2013





2.13.2013

#combinedtweet: perempuanku

Diposting oleh Unknown di 23.27 0 komentar

perempuan itu adalah penjaga terpandai untuk cemburunya. dia suka menyimpannya sendiri. #tweetrhymes

rindunya pun demikian. perempuan suka menyimpannya dalam hati. sangat dalam #tweetrhymes

juga ketika dia terluka. perempuan selalu berusaha menutupinya dengan tetap tersenyum. #tweetrhymes

bagi perempuan: pada saat tertentu, air mata justru lebih mmapu menjelaskan segalanya. #tweetrhymes

jika perempuan setia yang kau sia-siakan telah memilih pergi, mungkin waktunya penyesalan untuk datang. #tweetrhymes

perempuan selalu memberikan "segalanya" hanya kepada dia yang membuatnya nyaman. #tweetrhymes

jangan berjanji kepada perempuan jika kamu tidak bisa memberi alasan mengapa dia harus percaya. #tweetrhymes

perempuan mencintai bukan dengan paksaan. biarkan dia memilih hati yang mana untuk iya cintai. #tweetrhymes

perempuan setia akan selalu menemanimu, bahkan saat susah. bukan saat bahagia saja. percayalah. #tweetrhymes

jangan percaya senyuman wanita saat matanya masih bengkak. mungkin saja dia pura-pura terlihat baik-baik saja agar kamu tenang. #tweetrhymes


2.12.2013

Kota Rakyat

Diposting oleh Unknown di 19.12 0 komentar
di kota rakyat
adipura menjadi buruan wali
tak beradipura berarti kota gagal, walinyapun dianggap demikian.
sedangkan, seenak apa adipura untuk menjadi sarapan buat penghuni perumahan kumuh tanpa nomor dan blok
meraka lapar, tidak butuh adipura

di kota rakyat
adidaya adalah Tuhan
yang punya hak membangun gedung mewah adalah adidaya
tidak beradidaya berarti budak
sedangkan walilah yang memilih adidaya
anak Tuhan yang dilahirkan dari konspirasi setan

di kota rakyat
matinya nurani adalah simbol langit terbalik
kita menjadi beda yang seharusnya sama
kita tidak dise-darah-kan, lalu dianggap tidak saudara

kita tidak sebagaian, kita seluruh
itulah roh bangsa ini
semakin kamu cari persamaan kita
maka semakin kamu temukan perbedaan kita
sebaliknyalah yang akan membantumu menemukan siapa kamu sebenarnya

seluruh juga bukan berarti sama
kita memang adalah beda yang berarti sama
itulah mengapa kita harus bersaudara
negara tidak akan mampu mempertahankan hakmu
sedangkan, saudaramulah yang akan memperjuangjagakan hakmu

di kota rakyat
pelacur dan ustadz adalah sama
tempatnya saja yang berbeda
ada yang melacurkan tubuhnya dan ada yang melacurkan otaknya
jangan-jangan, kita semua adalah pelacur di masing-masing tempat
aku juga pelacur kata-kata di jalanan
kamu juga
dia juga
kita adalah pelacur di kota rakyat

di kota rakyat
kamu tidak akan menemukan siapa-siapa selain rakyat
nasib saja yang membuatnya ber-merah
selebihnya kita semua adalah rakyat

Makassar, Februari 2013

2.10.2013

Definisi Puisi Menurut beberapa Ahli

Diposting oleh Unknown di 05.21 0 komentar

  1. John KeatsPuisi adalah suatu usahauntuk membaca indah atau subline tanpa gurdon dari membayangkan narasi proses pemikiran atau logis. Dia tidak menyiratkan puisi yang tidak masuk akal atau tidak memilik inarasi.   
  2. William Wordswoth Puisia dalah overflow spontan perasaan kuat, yang diperlukan berasal dari emosi teringat dalam ketenangan, emosi yang dimaksud sampai, oleh suatu jenis reaksi, ketenangan secara bertahap menghilang, dan emosi, kerabat itu yang merupakan subjek kontemplasi, iproduksi secara bertahap, dan tidak itu sendiri sebenarnya ada dalam pikiran.      
  3. Paul Valery: Puisia dalah seni didasarkan pada bahasa, namun puisi memiliki makna yang lebih umum yang  sulit untuk menentukan karena kurang menentukan; puisi juga mengungkapkan keadaan pikiran tertentu.
  4. Putu Arya Tirtawirya (1980:9) menjabarkan  bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
  5. H. B. Jassin menjelaskan bahwa Puisi adalah pengucapan dengan perasaan yang didalamnya mengandungi fikiran-fikiran dan tanggapan-tanggapan.
  6. Waluyo (2005:1), mengemukakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif).
  7. Menurut Muhammad Hj. Salleh, Puisi merupakan bentuk sastra yang kental dengan muzik bahasa serta kebijaksanaan penyair dan tradisinya. Dalam segala kekentalan itu, maka puisi setelah dibaca akan menjadikan kita lebih bijaksana. 


2.08.2013

ANTARA PENGADILAN PUISI DAN KREDO PUISI

Diposting oleh Unknown di 20.53 0 komentar

Diantara sekian banyak peristiwa yang berkaitan dengan sejarah sastra indonesia, ada dua kisah yang ingin saya angkat disini

“Pengadilan Puisi dan Kredo Puisi”
1. Pengadilan Puisi (1974).
Pengadilan Puisi merupakan ”pemberontakan” terhadap dunia perpuisian Indonesia. Pemberontakan tersebut ditujukan kepada kritikus sastra Indonesia, para penyair mapan dan majalah sastra yang ada di Indonesia. Kritikus yang dibidik dalam konteks ini adalah H.B. Jassin dan M.S. Hutagalung, keduanya dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Mereka dianggap tidak mampu lagi mengikuti perkembangan puisi Indonesia mutakhir. Penyair mapan yang dihujat adalah Subagio Sastrowardoyo, Rendra, dan Goenawan Mohamad. Mereka bertiga  dianggap menghambat kewajaran perkembangan puisi Indonesia. Adapun. majalah sastra yang dijadikan terdakwa adalah Horison, yang dianggap tidak lagi menampung aspirasi orang banyak karena telah menjadi majalah keluarga atau majalah klik.
Slamet Sukirnanto sebagai jaksa menuding  kelemahan para terdakwa dan mengajukan tuntutan sebagai berikut.
1) Para kritikus sastra yang tidak mampu lagi mengikuti perkembangan kehidupan puisi mutakhir Indonesia, yakni H.B. Jassin dan M.S. Hutagalung, harus “dipensiunkan’ dari perannya sebagai kritikus.
2) Redaktur/editor majalah sastra Horison, khususnya Sapardi Djoko Damono,  “dicutibesarkan”.
3) Para penyair mapan: Subagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Darnono,  Rendra, dan para epigon mereka, dikenai hukuman pembuangan. Para reinkarnasinya dibuang ke pulau paling terpencil.
4) Majalah Horison dan majalah Budaya Jaya harus dicabut surat izin terbit (SIT)nya, dan yang sudah terbit dinyatakan tidak berlaku. Kedua majalah itu dilarang dibaca oleh peminat sastra dan masyarakat umum karena akan mengisruhkan perkembangan sastra yang diharapkan sehat dan wajar.
Majelis hakim dalam sidang pengadilan menolak tuntutan jaksa penuntut. Majelis hakim yang diketuai oleh Sanento Yuliman mengambil keputusan yang intinya para kritikus dan para penyair mapan tetap diberi kesempatan berkarya.
Oleh sebab itu, H. B. Jassin mengemukakan sikapnya terhadap pengadilan puisi itu, yang menolak terhadap apa yang dituduhkan kepadanya. H. B. Jassin menganggap bahwa pengadilan puisi itu hanya suatu permainan kanak-kanak yang lucu. Akan tetapi, pengadilan itu merupakan perangsang untuk menimbulkan kesungguhan dalam mencari kebenaran material.
Hampir sama dengan pendirian H. B. Jassin, M. S. Hutagalung dalam makalahnya yang berjudul Puisi Kita Dewasa Ini:  menyatakan bahwa dengan pandangan Sukirnanto dalam pengadilan puisi itu ia merasa tidak perlu mengubah prinsip-prinsip yang diyakininya. Pendiriannya itu disertai pula dengan sikapnya terhadap pengadi1an puisi. Tuduhan tentang kesalahan kritikus dalam melihat perkembangan sastra  beralasan dan tidak benar. Sudut pandang Sukirnantolah yang brengsek. Dapat dikatakan bahwa pandangan-pandangan Sukimanto adalah pandangan yang tidak sehat.
Sapardi Djoko Damono mengemukakan pendiriannya dalam makalahnya yang berjudulCatatan atas Pengadilan Puisi dan Tuntutan Slamet Sukirnanto sebagai berikut.
Pencacimakian terhadap majalah Horison merupakan tindakan yang aneh karena majalah itu merupakan sumber terpenting bagi puji-pujiannya. Sapardi menganggap bahwa Slamet Sukirnanto merupakan korban kekocakan Darmanto Jatman. Sikap Sapardi itu terlihat juga dalam makalahnya. Sapardi rnenganggap bahwa keputusan pengadilan puisi tidak dapat diterima karena keberadaan majalah Horison tidak ditentukan  oleh Slamet Sukirnanto.

1. Kredo Puisi

Kredo Puisi merupakan  sikap dan konsep Sutardji Calzoum Bachri dalam penulisan puisi-puisinya. Kredo ini dimuat pertama kali dalam majalah Horison, Desember 1974, lengkapnya berbunyi:

Kredo Puisi

Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukanlah seperti pipa yang menyalurkan air. Kata-kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam keseharian, kata cenderung dipergunakan untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.
Kata-kata haruslah bebas dari penjajahan pengertian, dari beban ide. Kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri.
Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dan tradisi lapuk yang membelenggu mereka seperti kamus dan penjajahan-.penjajahan seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata-kata tertentu dengan dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata-kata telah dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, dan menentukan kemauannya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tidak terduga sebelumnya, yang kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas: mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mondar-mandir berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
Sebagai penyair saya hanya menjaga, sepanjang tidak mengganggu kebebasannya agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata. Dan Kata Pertama adalah Mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantra.
Jakarta, 30 Maret 1973