on 7.23.2013

Kenapa jika Ayah Saya Komunis?

Jakarta, 1955
Akhir bulan Juli. Pagi itu sedang cerah, musim penghujan masih jauh. Di lapangan Senayan Jakarta, massa berkumpul untuk merayakan masuknya PKI sebagai empat partai besar di Indonesia pada pemilu 1955. Ayah mengajak saya untuk datang di rapat akbar PKI. Umur saya waktu itu kira-kira 5 tahun. Tidak banyak yang saya ingat, lapangan penuh dengan warna merah dan umbul-umbul bergambarkan palu arit. Beberapa tahun kemudian saya baru mengerti jika itu adalah lambang Partai Komunis Indonesia.
Lapangan sesak, di atas panggung seorang sedang berpidato dengan penuh semangat. Siapa dia, saya tidak tertarik ditambah waktu itu saya tidak mengerti apa isi pidatonya. Saya lebih tertarik mendengar cerita Ayah saya dengan teman lamanya. Ayah saya sedang sibuk mengenang perjuangan mereka ketika partai ini baru terbentuk. Belakangan juga saya baru tahu jika ternyata orang yang sedang berpidato itu adalah D.N Aidit, ketua PKI waktu itu.
Sepulang dari rapat akbar itu, Ayah singgah di toko buku yang terletak di simpang jalan merpati nomor 58. Membeli beberapa buku dan memasukkannya ke tas jinjing yang selalu ia bawa kemanapun Ayah pergi. Ayah membonceng saya pulang dengan sepada. Satu hal yang terus saya ingat, bahwa Ayah saya adalah salah satu jenis manusia pendiam yang sangat ramah. Bahkan dengan anaknya sendiri, ayah selalu membatasi kata-katanya.
Ayah cukup dikenal di lingkungan tempat kami tinggal. Oh ya, saya hampir lupa mengisahkan tentang Ibu saya. Ibu saya adalah aktivis di Gerwani. Setidaknya itu kata yang suka ibu sebut ketika berkumpul dengan ibu-ibu yang sering bertandang ke rumah saya. Saya bersaudara hanya dua orang. Kakak saya seorang perempuan yang kala itu berumur 8 tahun.
Selain aktif di PKI, Ayah saya juga berkantor di Lekra atau dikenal juga dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat. Saya beberapa kali dibawa oleh Ayah ke kantornya. Dari situlah saya kenal beberapa teman Ayah yang sangat kritis dan anti imperialis, Pramoedya Ananta Toer salah satunya. Saya termasuk anak yang selalu ingin tahu dan saya lebih suka diajak ke kantor Ayah dari pada ikut pertemuan, apa lagi yang semacam rapat akbar seperti di lapangan senayan tempo hari itu.
Di usia delapan tahun, saya bisa membaca dan menulis. Itu membuat saya bisa tahu beberapa berita yang bahkan orang tua tidak bisa membacanya. Anak sebaya saya waktu itu masih senang bermain kelereng dan cangklok sedangkan saya sudah mulai gemar membaca buku-buku dan koran. Di kantor ayah, saya senang karena bisa membaca dengan puas beberapa tulisan dari teman ayah. Salah satu Koran yang sering saya baca adalah Bintang Timur.
Keluarga saya hidup sangat sederhana. Kakak perempuan saya beruntung, setidaknya ia bisa sekolah tidak seperti anak perempuan yang lain. Sedangkan saya terus diajar otodidak oleh ibu untuk menulis indah. Ayah suka dengan hewan, salah satu yang ayah pelihara adalah kuda. Nama kuda itu djagal. Ayah sangat merawatnya dan menganggap kuda kesayanggannya itu sebagai bagian dari keluarga kecil kami. Kebahagiaan ini berlangsung sampai usia saya belasan tahun

***

on 7.17.2013
ada setanak luka yang kau tanam di akar rumahku yang banjir. tak pernah ungkap.
ada setanak duka yang kau simpan di puncak rumahku yang gunung. tak pernah ungkap.

ada setanak ingatan yang kau hanyutkan di laut kepalaku yang maha lepas. tak pernah tiba.
ada setanak kenangan yang kau leburkan di badai kepalaku yang maha gaduh. tak pernah tiba.


Menurut Prof. Dr. H. G. Tarigan majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata,frasa, klausa, dan kalimat.
Majas dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Majas perulangan        c.     Majas pertentangan
b. Majas perbandingan    d.     Majas pertautan
berikut adalah contoh majas yang sering digunakan secara umum:

on 7.03.2013
pagi-pagi di kantor urusan pajak
hari ini orang pertama yang aku temui adalah perempuan penjaga pintu masuk
saban hari ia tiba tepat waktu
dengan setia berdiri menyambut tamu
menyampaikan pesan berbeda ke tiap tamu pertamu yang ia temui
jangan menimang banyak perasaan, pesannya kepadaku

keesokannya
aku datang lebih tiba dari perempuan itu
berdiri di gerbang lebih siap dari dirinya
yang setia itu langsung meminang, pesanku kepadanya



Makassar – dua ribu tiga belas

7.23.2013

catatan kecil!

Diposting oleh Unknown di 12.15 0 komentar

Kenapa jika Ayah Saya Komunis?

Jakarta, 1955
Akhir bulan Juli. Pagi itu sedang cerah, musim penghujan masih jauh. Di lapangan Senayan Jakarta, massa berkumpul untuk merayakan masuknya PKI sebagai empat partai besar di Indonesia pada pemilu 1955. Ayah mengajak saya untuk datang di rapat akbar PKI. Umur saya waktu itu kira-kira 5 tahun. Tidak banyak yang saya ingat, lapangan penuh dengan warna merah dan umbul-umbul bergambarkan palu arit. Beberapa tahun kemudian saya baru mengerti jika itu adalah lambang Partai Komunis Indonesia.
Lapangan sesak, di atas panggung seorang sedang berpidato dengan penuh semangat. Siapa dia, saya tidak tertarik ditambah waktu itu saya tidak mengerti apa isi pidatonya. Saya lebih tertarik mendengar cerita Ayah saya dengan teman lamanya. Ayah saya sedang sibuk mengenang perjuangan mereka ketika partai ini baru terbentuk. Belakangan juga saya baru tahu jika ternyata orang yang sedang berpidato itu adalah D.N Aidit, ketua PKI waktu itu.
Sepulang dari rapat akbar itu, Ayah singgah di toko buku yang terletak di simpang jalan merpati nomor 58. Membeli beberapa buku dan memasukkannya ke tas jinjing yang selalu ia bawa kemanapun Ayah pergi. Ayah membonceng saya pulang dengan sepada. Satu hal yang terus saya ingat, bahwa Ayah saya adalah salah satu jenis manusia pendiam yang sangat ramah. Bahkan dengan anaknya sendiri, ayah selalu membatasi kata-katanya.
Ayah cukup dikenal di lingkungan tempat kami tinggal. Oh ya, saya hampir lupa mengisahkan tentang Ibu saya. Ibu saya adalah aktivis di Gerwani. Setidaknya itu kata yang suka ibu sebut ketika berkumpul dengan ibu-ibu yang sering bertandang ke rumah saya. Saya bersaudara hanya dua orang. Kakak saya seorang perempuan yang kala itu berumur 8 tahun.
Selain aktif di PKI, Ayah saya juga berkantor di Lekra atau dikenal juga dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat. Saya beberapa kali dibawa oleh Ayah ke kantornya. Dari situlah saya kenal beberapa teman Ayah yang sangat kritis dan anti imperialis, Pramoedya Ananta Toer salah satunya. Saya termasuk anak yang selalu ingin tahu dan saya lebih suka diajak ke kantor Ayah dari pada ikut pertemuan, apa lagi yang semacam rapat akbar seperti di lapangan senayan tempo hari itu.
Di usia delapan tahun, saya bisa membaca dan menulis. Itu membuat saya bisa tahu beberapa berita yang bahkan orang tua tidak bisa membacanya. Anak sebaya saya waktu itu masih senang bermain kelereng dan cangklok sedangkan saya sudah mulai gemar membaca buku-buku dan koran. Di kantor ayah, saya senang karena bisa membaca dengan puas beberapa tulisan dari teman ayah. Salah satu Koran yang sering saya baca adalah Bintang Timur.
Keluarga saya hidup sangat sederhana. Kakak perempuan saya beruntung, setidaknya ia bisa sekolah tidak seperti anak perempuan yang lain. Sedangkan saya terus diajar otodidak oleh ibu untuk menulis indah. Ayah suka dengan hewan, salah satu yang ayah pelihara adalah kuda. Nama kuda itu djagal. Ayah sangat merawatnya dan menganggap kuda kesayanggannya itu sebagai bagian dari keluarga kecil kami. Kebahagiaan ini berlangsung sampai usia saya belasan tahun

***

7.17.2013

yang tidak pernah ungkap dan tiba

Diposting oleh Unknown di 03.49 0 komentar
ada setanak luka yang kau tanam di akar rumahku yang banjir. tak pernah ungkap.
ada setanak duka yang kau simpan di puncak rumahku yang gunung. tak pernah ungkap.

ada setanak ingatan yang kau hanyutkan di laut kepalaku yang maha lepas. tak pernah tiba.
ada setanak kenangan yang kau leburkan di badai kepalaku yang maha gaduh. tak pernah tiba.


Majas

Diposting oleh Unknown di 03.42 0 komentar
Menurut Prof. Dr. H. G. Tarigan majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata,frasa, klausa, dan kalimat.
Majas dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Majas perulangan        c.     Majas pertentangan
b. Majas perbandingan    d.     Majas pertautan
berikut adalah contoh majas yang sering digunakan secara umum:

7.03.2013

Pintu Masuk

Diposting oleh Unknown di 22.16 0 komentar
pagi-pagi di kantor urusan pajak
hari ini orang pertama yang aku temui adalah perempuan penjaga pintu masuk
saban hari ia tiba tepat waktu
dengan setia berdiri menyambut tamu
menyampaikan pesan berbeda ke tiap tamu pertamu yang ia temui
jangan menimang banyak perasaan, pesannya kepadaku

keesokannya
aku datang lebih tiba dari perempuan itu
berdiri di gerbang lebih siap dari dirinya
yang setia itu langsung meminang, pesanku kepadanya



Makassar – dua ribu tiga belas