on 6.29.2014
Prima Wirayani

jika kau menempuh jalan yang sesat
sendiri menelusuri hutan yang tak kau kenal
air terjun dari bukit batu
pohon lebat menepis matahari menjadi irisan pelangi
mata angin menggurui ingatan
sungai mendayung sepi dari hulu
membawanya ke muara untuk menyimpan cintamu

ada gubuk tua berdiri seperti lawan judi yang siap menipumu
mintalah pintunya terbuka
agar kau bisa menceritakan jeratan jalan yang panjang
mungkin ia punya usul atas kebingungan yang memeliharamu

masuklah ke dalam gubuk, mustahil terang bila malam tak pergi
buatlah vas bunga dari kayu
ia layak merawat mawar hutan
letakkan di meja makan bulat
jangan isi dengan air penuh, itu menyesakkan hidup siapa saja

tinggalkanlah tempat itu jika kau telah memiliki alasan
keluarlah dari pintu belakang
sebab mereka yang pergi tak meninggalkan apa-apa
jangan menyimpan kata-kata, jika ia nanti mengkhianatimu

“buatlah pertemanan dengan dirimu sendiri”

temukanlah jalan pulang
pada akhirnya cinta yang kau biarkan hanyut di muara

adalah petunjuk agar kau percaya pada bayanganmu sendiri
on 6.26.2014


kemarau tanpa musim
kekasih pergi mencari gugur bunga yang rela
layu menjatuh percuma ke telaga perempuan
di tanganya hujan semayam
bagai penari telanjang yang terjatuh ke bibir kemaluan

matahari pergi dan menitip terik bersama kita
ia berkelana ke ujung rindu mencari hujan yang hilang
“mungkin muslihat, tuan”
semacam teka-teki
jika hujan pergi, siapa yang membasahi bumi tubuhmu di bawah terik?

matahari tak pulang dan cintanya hilang
kemarau kekal dalam lipatan waktu
kita berdua harus menjadi sepasang hujan
biarlah kekasih, aku pergi mencari kehilangan
dan kau menetap menerima kedatangan
jangan menunggu, mungkin nasibku adalah matahari
on 6.11.2014


bersama M. Irfan Ramli

Aku ingin tidur di punggung tanganmu
agar tak mengganggu apapun yang kau sentuh
menjadi dekat karena berjarak dari telapak
selalu kau ingat karena menadah cemasmu yang singkat

Kerap kubayangkan kau menyembunyikan telapak tanganmu ke wajah
membiarkan aku menjadi penjawab masalah yang kau sembunyikan
dari kerumanan orang yang bertanya
mengapa kau masih saja menulis, sementara negara ini
butuh banyak orang yang percaya kepada dusta

Aku ingin mendengar alasanmu perihal mengapa kau menjadi
apa yang orang lain benci
kemudian menulisnya sebab tak yakin ingatan kekal layaknya kita
on 6.07.2014
Kota kita adalah air mata yang tak pernah melihat mata
ia mengalir dari tanah yang tak pernah kita pijak
berhamburan seperti cacing yang baru saja menyadari
kemunculan matahari di perut bumi
sebagian dari mereka lari dari kenyataan dan sisanya
bertahan, mengamati dan mati ketakutan

Kota ini seperti peziarah yang lupa arah mata angin
ia tersesat di jalan yang benar, ragu-ragu menghitung jumlah langkah
sebab jalan raya yang buas menumbuhkan gedung-gedung serba guna
mereka berdiri seperti saudara tiri yang siap berperang
melawan ketakutan kita yang kian rendah

Kota ini memang tempayan segitiga
penampung segala air mata rahasia
kita belajar menyelam tanpa sadar
sebab gedung berlantai kepala dan wahana maya telah menenggelamkan kita
seperti ikan dewasa yang tak tahu cara berenang melawan raksasa

Kota ini bukan tujuan bijak untuk sepasang kekasih seperti kita
aku terlalu mudah dilupakan dan kau begitu rumit mengingatku
begitulah kota mengajari kita tentang cinta
gedung tinggi seperti jarak jutaan langkah
yang bisa kita tempuh dengan tiga senyuman taman

Tak ada kota semudah ini
hal-hal romantis selalu jatuh di genggaman dan telunjuk
terlalu banyak hiburan yang membuatmu harus meninggalkanku
kau lebih memilih nama gedung-gedung cantik dari pada menyebut satu taman indah

Jika kau percaya pada kota kita
maukah kau membantuku meletakkan gedung-gedung ini seperti semula
rendah, tabah, dan pembohong tanpa lengan yang setia memeluk dirimu

6.29.2014

Petunjuk Mengikuti Mata Hati

Diposting oleh Unknown di 22.31 0 komentar
Prima Wirayani

jika kau menempuh jalan yang sesat
sendiri menelusuri hutan yang tak kau kenal
air terjun dari bukit batu
pohon lebat menepis matahari menjadi irisan pelangi
mata angin menggurui ingatan
sungai mendayung sepi dari hulu
membawanya ke muara untuk menyimpan cintamu

ada gubuk tua berdiri seperti lawan judi yang siap menipumu
mintalah pintunya terbuka
agar kau bisa menceritakan jeratan jalan yang panjang
mungkin ia punya usul atas kebingungan yang memeliharamu

masuklah ke dalam gubuk, mustahil terang bila malam tak pergi
buatlah vas bunga dari kayu
ia layak merawat mawar hutan
letakkan di meja makan bulat
jangan isi dengan air penuh, itu menyesakkan hidup siapa saja

tinggalkanlah tempat itu jika kau telah memiliki alasan
keluarlah dari pintu belakang
sebab mereka yang pergi tak meninggalkan apa-apa
jangan menyimpan kata-kata, jika ia nanti mengkhianatimu

“buatlah pertemanan dengan dirimu sendiri”

temukanlah jalan pulang
pada akhirnya cinta yang kau biarkan hanyut di muara

adalah petunjuk agar kau percaya pada bayanganmu sendiri

6.26.2014

Kemarau Tanpa Musim

Diposting oleh Unknown di 06.52 0 komentar


kemarau tanpa musim
kekasih pergi mencari gugur bunga yang rela
layu menjatuh percuma ke telaga perempuan
di tanganya hujan semayam
bagai penari telanjang yang terjatuh ke bibir kemaluan

matahari pergi dan menitip terik bersama kita
ia berkelana ke ujung rindu mencari hujan yang hilang
“mungkin muslihat, tuan”
semacam teka-teki
jika hujan pergi, siapa yang membasahi bumi tubuhmu di bawah terik?

matahari tak pulang dan cintanya hilang
kemarau kekal dalam lipatan waktu
kita berdua harus menjadi sepasang hujan
biarlah kekasih, aku pergi mencari kehilangan
dan kau menetap menerima kedatangan
jangan menunggu, mungkin nasibku adalah matahari

6.11.2014

Punggung Tanganmu

Diposting oleh Unknown di 01.08 0 komentar


bersama M. Irfan Ramli

Aku ingin tidur di punggung tanganmu
agar tak mengganggu apapun yang kau sentuh
menjadi dekat karena berjarak dari telapak
selalu kau ingat karena menadah cemasmu yang singkat

Kerap kubayangkan kau menyembunyikan telapak tanganmu ke wajah
membiarkan aku menjadi penjawab masalah yang kau sembunyikan
dari kerumanan orang yang bertanya
mengapa kau masih saja menulis, sementara negara ini
butuh banyak orang yang percaya kepada dusta

Aku ingin mendengar alasanmu perihal mengapa kau menjadi
apa yang orang lain benci
kemudian menulisnya sebab tak yakin ingatan kekal layaknya kita

6.07.2014

Kota Kita adalah Air Mata yang tak Pernah Melihat Mata

Diposting oleh Unknown di 20.05 0 komentar
Kota kita adalah air mata yang tak pernah melihat mata
ia mengalir dari tanah yang tak pernah kita pijak
berhamburan seperti cacing yang baru saja menyadari
kemunculan matahari di perut bumi
sebagian dari mereka lari dari kenyataan dan sisanya
bertahan, mengamati dan mati ketakutan

Kota ini seperti peziarah yang lupa arah mata angin
ia tersesat di jalan yang benar, ragu-ragu menghitung jumlah langkah
sebab jalan raya yang buas menumbuhkan gedung-gedung serba guna
mereka berdiri seperti saudara tiri yang siap berperang
melawan ketakutan kita yang kian rendah

Kota ini memang tempayan segitiga
penampung segala air mata rahasia
kita belajar menyelam tanpa sadar
sebab gedung berlantai kepala dan wahana maya telah menenggelamkan kita
seperti ikan dewasa yang tak tahu cara berenang melawan raksasa

Kota ini bukan tujuan bijak untuk sepasang kekasih seperti kita
aku terlalu mudah dilupakan dan kau begitu rumit mengingatku
begitulah kota mengajari kita tentang cinta
gedung tinggi seperti jarak jutaan langkah
yang bisa kita tempuh dengan tiga senyuman taman

Tak ada kota semudah ini
hal-hal romantis selalu jatuh di genggaman dan telunjuk
terlalu banyak hiburan yang membuatmu harus meninggalkanku
kau lebih memilih nama gedung-gedung cantik dari pada menyebut satu taman indah

Jika kau percaya pada kota kita
maukah kau membantuku meletakkan gedung-gedung ini seperti semula
rendah, tabah, dan pembohong tanpa lengan yang setia memeluk dirimu