Perapian dan Ruang Publik

on 1.26.2014
[refleksi sederhana]

Keindahan sebuah kota terasa dari serapi apa pemerintah menata bangunannya. Tata ruang yang bagus menghasilkan sebuah sistem pemerintahan yang bagus pula. Kedua hal tersebut saling berkaitan dalam sistem pemerintahan.
Selain mengatur tata ruang, pemerintah juga menyediakan ruang publik yang layak untuk masyarakat. Misalnya, di Kota Makassar ada Lapangan Karebosi yang menjadi tempat orang-orang yang gemar olahraga, Gedung Kesenian, tempat para seniman – atau mungkin juga orang-orang yang senang dengan dunia seni – berkumpul dan berdiskusi bersama.
Sejatinya, ruang publik menjadi tempat yang dimanfaatkan oleh orang-orang untuk membangun pemahaman dan bertukar gagasan. Ruang publik menjadi penting bagi sebuah kelompok, sebab dari ruang itulah mereka dapat membicarakan masalah-masalahnya.
Keputusan politik lahir dari ruang publik. Ruang itu pula dapat memengaruhi kebijakan-kebijakan politik pada masyarakat.
***
Fakultas Sastra adalah sebuah komunitas besar. Melingkupi sebuah organ tersendiri dalam kampus Universitas Hasanuddin. Organ ini terbagi lagi, ada yang bertindak sebagai dosen dan ada pula yang menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa.
Maka dosen harus punya ruang publik tersendiri, begitupun mahasiswa. Sebab, di dalam kampus,  dosen dan mahasiswa adalah organ yang menjalankan peranan yang berbeda. Dosen tidak boleh masuk ke dalam ruang privat mahasiswa meskipun tetap dapat bertukar gagasan di ruang publik Fakultas Sastra.
Layaknya penghangat di rumah-rumah eropa yang memiliki perapian. Maka ruang privat adalah ruang perapian sedangkan corong yang mengeluarkan asap dari atap itu adalah ruang publik. Publik tetap bisa melihat asap yang keluar dari perapian tanpa perlu tahu seperti apa ruang perapian yang ada di dalam.
Mahasiswa diwakili oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) – atau di sastra di kenal juga dengan nama KMFS-UH - badan ini menjadi corong yang mewakili mahasiswa Fakultas Sastra pada tataran yang lebih luas dan yang lebih tinggi.
BEM KMFS UH seharusnya memunyai ruang privat tersendiri. Orang-orang yang ada di dalamnya adalah kumpulan ide yang harus saling bertukar. Bersirkulasi satu sama lain.
Pertanyaan yang patut kita hadirkan adalah, dimana ruang privat serta ruang publik keluarga mahasiswa kita?. Sebuah jawaban sederhana tentu akan keluar dari mulut para mahasiswa; Himpunan, BEM, MAPERWA, dan UKM adalah ruang privat yang memiliki fungsinya masing-masing. Lantas ruang publik kita di mana?. Jawabannya koridor yang kini dijadikan lahar parkir.
Sejak dulu, tempat itu adalah sarana yang mampu mempertemukan warga KMFS. Biasa dimanfaatkan sebagai tempat diskusi, pemutaran film, atau tempat untuk mengadakan rapat warga.
Perubahan fungsi itu bisa saja terjadi akibat dua hal, pertama adalah kurangnya kegiatan pada tataran fakultas maupun himpunan yang memanfaatkan “Parkiran” tersebut. Kedua, akibat rasa tidak aman di dalam kampus yang menyebabkan para mahasiswa memarkir motornya di koridor. Beberapa kejadian pencurian motor memang cukup meresahkan bagi mahasiswa.

***
Menjadikan koridor sebagai lahan parkir merupakan sebuah budaya yang akan terus berlanjut jika tidak diatur lebih baik lagi. Hilangnya ruang publik yang memiliki posisi penting dari perjuangan kawan-kawan mahasiswa di Fakultas Sastra memang merugikan. Siapa yang bisa tahu jika suatu saat nanti kepingan sejarah fakultas kita akan hilang. Tempat yang dulunya digunakan untuk konsolidasi atau diskusi berubah menjadi lahan parkir.
Semoga BEM KMFS-UH melihat ini sebagai sebuah masalah dan menemukan jalan keluarnya. Salah satunya mungkin dengan; motor hanya bisa diparkir selain di koridor tersebut!


Makassar – Januari 2014

0 komentar:

Posting Komentar

1.26.2014

Perapian dan Ruang Publik

Diposting oleh Unknown di 22.00
[refleksi sederhana]

Keindahan sebuah kota terasa dari serapi apa pemerintah menata bangunannya. Tata ruang yang bagus menghasilkan sebuah sistem pemerintahan yang bagus pula. Kedua hal tersebut saling berkaitan dalam sistem pemerintahan.
Selain mengatur tata ruang, pemerintah juga menyediakan ruang publik yang layak untuk masyarakat. Misalnya, di Kota Makassar ada Lapangan Karebosi yang menjadi tempat orang-orang yang gemar olahraga, Gedung Kesenian, tempat para seniman – atau mungkin juga orang-orang yang senang dengan dunia seni – berkumpul dan berdiskusi bersama.
Sejatinya, ruang publik menjadi tempat yang dimanfaatkan oleh orang-orang untuk membangun pemahaman dan bertukar gagasan. Ruang publik menjadi penting bagi sebuah kelompok, sebab dari ruang itulah mereka dapat membicarakan masalah-masalahnya.
Keputusan politik lahir dari ruang publik. Ruang itu pula dapat memengaruhi kebijakan-kebijakan politik pada masyarakat.
***
Fakultas Sastra adalah sebuah komunitas besar. Melingkupi sebuah organ tersendiri dalam kampus Universitas Hasanuddin. Organ ini terbagi lagi, ada yang bertindak sebagai dosen dan ada pula yang menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa.
Maka dosen harus punya ruang publik tersendiri, begitupun mahasiswa. Sebab, di dalam kampus,  dosen dan mahasiswa adalah organ yang menjalankan peranan yang berbeda. Dosen tidak boleh masuk ke dalam ruang privat mahasiswa meskipun tetap dapat bertukar gagasan di ruang publik Fakultas Sastra.
Layaknya penghangat di rumah-rumah eropa yang memiliki perapian. Maka ruang privat adalah ruang perapian sedangkan corong yang mengeluarkan asap dari atap itu adalah ruang publik. Publik tetap bisa melihat asap yang keluar dari perapian tanpa perlu tahu seperti apa ruang perapian yang ada di dalam.
Mahasiswa diwakili oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) – atau di sastra di kenal juga dengan nama KMFS-UH - badan ini menjadi corong yang mewakili mahasiswa Fakultas Sastra pada tataran yang lebih luas dan yang lebih tinggi.
BEM KMFS UH seharusnya memunyai ruang privat tersendiri. Orang-orang yang ada di dalamnya adalah kumpulan ide yang harus saling bertukar. Bersirkulasi satu sama lain.
Pertanyaan yang patut kita hadirkan adalah, dimana ruang privat serta ruang publik keluarga mahasiswa kita?. Sebuah jawaban sederhana tentu akan keluar dari mulut para mahasiswa; Himpunan, BEM, MAPERWA, dan UKM adalah ruang privat yang memiliki fungsinya masing-masing. Lantas ruang publik kita di mana?. Jawabannya koridor yang kini dijadikan lahar parkir.
Sejak dulu, tempat itu adalah sarana yang mampu mempertemukan warga KMFS. Biasa dimanfaatkan sebagai tempat diskusi, pemutaran film, atau tempat untuk mengadakan rapat warga.
Perubahan fungsi itu bisa saja terjadi akibat dua hal, pertama adalah kurangnya kegiatan pada tataran fakultas maupun himpunan yang memanfaatkan “Parkiran” tersebut. Kedua, akibat rasa tidak aman di dalam kampus yang menyebabkan para mahasiswa memarkir motornya di koridor. Beberapa kejadian pencurian motor memang cukup meresahkan bagi mahasiswa.

***
Menjadikan koridor sebagai lahan parkir merupakan sebuah budaya yang akan terus berlanjut jika tidak diatur lebih baik lagi. Hilangnya ruang publik yang memiliki posisi penting dari perjuangan kawan-kawan mahasiswa di Fakultas Sastra memang merugikan. Siapa yang bisa tahu jika suatu saat nanti kepingan sejarah fakultas kita akan hilang. Tempat yang dulunya digunakan untuk konsolidasi atau diskusi berubah menjadi lahan parkir.
Semoga BEM KMFS-UH melihat ini sebagai sebuah masalah dan menemukan jalan keluarnya. Salah satunya mungkin dengan; motor hanya bisa diparkir selain di koridor tersebut!


Makassar – Januari 2014

0 komentar on "Perapian dan Ruang Publik"

Posting Komentar